puri pemecutan

Denpasar (Metrobali.com)-

Keluarga besar Puri atau istana Pemecutan Denpasar, Bali, menyepakati menunjuk “penglingsir” atau tetua kerajaan baru, setelah terjadi kekosongan kepemimpinan akibat permasalahan hukum yang membelit beberapa pihak di internal istana.

“Agar Puri tidak vakum, karena Puri ini milik masyarakat, maka segala kebijakan kami yang menentukan dari para pewaris Puri Pemecutan. Anak Agung Ngurah Gede Pemecutan dan Anak Agung Ngurah Gede Parasurama ditunjuk sebagai kepala keluarga atau ‘penglingsir’ Puri Agung Pemecutan,” kata juru bicara yang juga Ketua Warga Ageng (perkumpulan keluarga besar) Puri Pemecutan, Anak Agung Ngurah Rai Sudharma di Denpasar, Sabtu (22/11).

Menurut dia, Anak Agung Ngurah Gede Pemecutan dan Anak Agung Ngurah Gede Parasurama terpilih secara aklamasi sebagai kepala dan wakil kepala keluarga setelah melalui rapat keluarga pewaris Puri Pemecutan yang dilaksanakan pada Kamis (20/11).

Setelah ditetapkan sebagai tetua kerajaan, kata dia, tidak akan ada prosesi layaknya pengangkatan seorang raja baru, melainkan hanya ritual “atur piuning” atau doa bersama di pura istana setempat.

Penepatan itupun, lanjut dia, tidak mencantumkan batas waktu berdasarkan hasil keputusan rapat keluarga pewaris Puri Pemecutan itu.

Pemilihan itu sebagai buntut kekosongan kepemimpinan di kalangan internal keluarga bangsawan tersebut setelah Raja Puri Pemecutan, Anak Agung Ngurah Manik Parasara yang bergelar Cokorda Pemecutan XI, terbelit kasus pembunuhan terhadap adik tirinya, Anak Agung Ngurah Pranacita yang terjadi pada November 2003 silam.

Sementara itu “Penglingsir” Puri Pemecutan, Anak Agung Ngurah Gede Pemecutan mengaku bahwa ia akan melaksanakan kewajiban adat istiadat keluarga dan masyarakat yang selama ini telah diwariskan.

“Kami merasa ada kekosongan (kepemimpinan keluarga) sehingga mereka memilih saya dan adik saya (Anak Agung Ngurah Gede Parasurama) secara aklamasi. Saya harus melaksanakan kewajiban adat istiadat yang telah diwariskan,” kata pelukis sidik jari itu.

Sedangkan Anak Agung Ngurah Gede Parasurama mengaku bahwa penunjukkan tetua keluarga puri tersebut bukan untuk melengserkan Cokorda Pemecutan XI melainkan untuk menyatukan hubungan keluarga darah biru itu.

“Kalau sudah cacat hukum sudah tidak digunakan lagi. Dalam sastra agama juga sudah ditentukan bahwa pemimpin yang sudah cacat apalagi karena membunuh itu otomatis sudah tidak lagi. Bukan kami yang merebut secara otomatis. Kami tidak merebut puri. Tetapi kami berkewajiban (kelangsungan puri),” tegasnya.

Seperti diketahui konflik internal keluarga kerajaan itu bermula dari rencana pembangunan tembok pembatas di dalam puri yang berujung tewasnya Anak Agung Ngurah Pranacita pada November 2003 yang dilakukan oleh Raja Puri Pemecutan Denpasar, Cokorda Pemecutan XI.

Ia kemudian dijatuhi hukuman satu tahun tanpa perintah penahanan oleh Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2004.

Setelah melalui proses panjang, Pengadilan Negeri Denpasar pada September 2014 telah menerima salinan putusan kasasi, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi penahanan dari pihak kejaksaan ditengah upaya Peninjauan Kembali oleh terpidana.

Kini, Raja Puri Pemecutan Denpasar itu tengah terbaring lemah di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan pengawasan pihak Lembaga Pemasyaratan Kelas II-A Denpasar di Kerobokan, Kabupaten Badung. AN-MB