Di bulan penghujung tahun seperti Nopember dan Desember, sebagian orang memang mengenalnya sebagai musim-musim kelabu. Salah satu contohnya masyarakat di tanah air mulai khawatir akan musim hujan yang berkepanjangan yang biasanya selalu menimbulkan kebanjiran. Hingga akhirnya masyarakat yang berdomisili di Jakarta yang beriklim tropis tidak hanya mengenal dua musim (yaitu musim panas dan musim hujan) melainkan juga malah mengenal sat musim tambahan yang baru, yaitu musim banjir yang sudah dipastikan secara periodik dan berkala selalu menghampirinya di penghujung tahun.

 Bulan di penghujung tahun ini memang bagi sebagian orang memberikan sedikit kekhawatiran dan kerja tambahan, tapi tidak demikian dengan para praktisi seni. Beberapa penyanyi malah terinspirasi untuk menciptakan karyanya di penghujung tahun, seperti kelompok penyanyi Gun & Roses yang melahirkan karya lagu yang cukup terkenal dan enak di dengar telinga yaitu lagu “November Rain” . Begitu juga dengan penyanyi tanah air Dian Pisesha tidak mau ketinggalan untuk mengenangnya dan akhirnya malah menginspirasinya untuk menghasilkan karya lagu yang juga cukup terkenal ditelinga masyarakat Indonesiadi di awal tahun 1980an yang berjudul “Hujan di Bulan Desember”.  Ada juga lagu berjudul ‘’Desember Kelabur’’ bagi yang manghadapi masalah percintaan atau masalah keluarga.

Lain masyarakat di Indonesia, lain penyanyi dan lain juga dengan masyarakat yang berada di belahan bumi kutub utara dalam menyambut bulan di penghujung tahun , salah satunya dengan turunnya hujan salju. Beberapa orang memang khawatir akan hujan salju ini, khususnya mereka yang sering lalu lalang di jalan raya, karena jalanan yang mulai licin hingga banyak terjadi kecelakaan.

 Namun di tengah hujan salju, ada juga yang menyambutnya dengan gembira, yaitu para anak-anak yang memang dari sana di takdirkan untuk suka bermain di bawah rintik-rintik hujan tidak hanya hujan air tapi juga hujan salju. Tidak hanya itu saja, turunnya salju persis di saat hari raya suci umat Kristiani pada 25 Desember yang sering kita kenal dengan sebutan hari Natal biasanya juga disambut gembira oleh warga eropa. Merayakan natal dibarengi turunnya salju biasa mereka sebut dengan “White Christmas”.

 Hujan salju yang mengguyur Eropa seperti di Jerman tentu juga dialami oleh negara tetangganya seperti Belgia. Seperti tahun tahun sebelumnya, Salju yang turunpun tidak hanya didominasi terjadi di ibu kota negara Belgia Brussel melainkan juga terjadi di kota Brugelette, dimana  Pura Agung Santi Bhuana berada.

 Pura Hindu yang didirikan oleh pengusaha Belgia itu pada saat upacara pemelaspasnya tanggal 18 Mei 2009 di hadiri oleh mentri Pariwisata saat itu yaitu Bapak Mentri Jero Wacik. Pura yang tampak megah dan angker dengan batu alamnya yang berwarna hitam yang didatangkan langsung dari tanah air, dimusim dingin di penghujung tahun  seperti biasa tampak keputihan di selimuti oleh salju. Pura yang dibangun dengan konsep Tri Angga yang terdiri dari Utama Mandala, Madya Mandala, Nista Mandala, tampak ketiga halamannya penuh di selimuti dengan salju.

 

Walaupun hujan salju yang turun di penghujung tahun seperti biasa cukup tinggi, namun beberapa umat memang ada yang melaksanakan persembahyangan ke Pura Agung Santi Bhuana yang letaknya persis di tengah-tengah kawasan wisata Parc Paradisio.

 Persembahyangan yang umum di Bali yang kita kenal seperti:

1. Pada Asana (padasana): Pada= berdiri,Asana = sikap sempurna.

2. Padma Asana (padmasana): Padma = duduk bersila,Asana = sikap sempurna.

3. Bajra Asana (bajrasana): Bajra = duduk bersimpuh,Asana = sikap sempurna.

4. Sawa Asana (sawasana): Sawa = mayat/menyerupai mayat,Asana = sempurna.

 Di bulan penghujung tahun yang ditemani turunnya hujan salju di sekitar halaman Pura di Eropa, solusi yang paling adaptif untuk melaksanakan persembahyangan tentulah dengan mengambil sikap persembahyangan berdiri ( Pada Asana ), apalagi bila tumpukan salju cukup tinggi di areal Pura yang ada di Eropa.  Apapun jenis sikap persembahnyangan yang dilakukan umat, yang terpenting pikiran tetap terpusatkan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Apalagi agama hindu memberikan berbabagai pilihan dan berbagai cara kepada penganutnya untuk menuju kepada NYA sesuai dengan tingkat kesadaran manusia. Dan juga seperti yang kita ketahui bersama, Ida Sang Hyang Widi Wasa itu tidak hanya Maha Penyayang dan Maha Pengampun, tapi juga “Maha Mengerti” segala situasi dan kondisi umatnya.

 Lebih lanjut bila melihat pemandangan yang terjadi di Pura Agung Santi Bhuana di Belgia, mulai dari Meru, Bale Pengaruman, Bale Piyasan, Bale Gong, Bale Kulkul, Bale Gedong, yang kesemuanya beratapkan (raab) duk, mungkin kedepannya bisa memberikan referensi baru bagi para arsitek bali serta perancang Pura yang sekiranya di kemudian hari akan membangun Pura di eropa, untuk juga memperhitungkan beban salju pada struktur bangunan pelinggih.

 Akhir kata, fenomena yang terjadi di bulan-bulan penghujung tahun di eropa yang dingin dan penuh salju yang membuat seluruh bangunan memang tampak keputihan, tidak hanya memunculkan kekhusukkan bagi umat kristiani yang merayakan  “White Christmas” tapi juga memunculkan kesan baru yang sangat damai bagi umat hindu yang juga  melaksanakan persembahyangan di Pura yang ada di Eropa seperti di Pura Agung Santi Bhuana Belgia, Pura Sangga Bhuana Hamburg, dan Pura Tri Hita Karana Berlin.

 Bila ingin melihat bagaimana suasana Pura Agung Santi Bhuana Belgia di saat musim Salju, bias di lihat di youtube karya semeton Bali yang berdomisili di Belanda, Werdhi Agung.Laporan : Ketut Adnyana dari Jerman