prabowo-subianto-hatta-rajasa

Jakarta (Metrobali.com)-

Psikolog Klinis dan Forensik, A Kasandra Putranto, menilai presiden mendatang harus memenuhi sejumlah aspek penting psikologis atau kejiwaan, di antaranya memiliki stabilitas emosi, karakter, intelektualitas dan kompetensi untuk menjadi seorang pemimpin.

“Seluruh aspek itu sangat penting karena mempengaruhi cara dan gaya kepemimpinan. Karena jabatan presiden bukan main-main. Presiden di perusahaan tentu berbeda dengan presiden negara. Tingkat kompetensinya akan lebih tinggi,” kata Kasandra, di Jakarta, Jumat (23/5).

Ia berpendapat, seluruh aspek itu sangat penting untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan capres mampu melaksanakan pekerjaan seperti kemampuan berkomunikasi, pengajian keputusan, analisa dan mencari solusi kreatif.

Kandidat presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla telah menjalani tes kesehatan pada Kamis (22/5). Bahkan, pada Jumat ini kandidat presiden Prabowo Subianto dan wakilnya Hatta Rajasa juga menjalani tes kesehatan. Salah satu tahap penting dari tes kesehatan yang harus dijalani oleh pasangan tersebut adalah uji kejiwaan.

Menurut dia, pemimpin mendatang harus memenuhi aspek kejiwaan seperti emosi yang harus stabil karena aspek itu sangat besar pengaruhnya terhadap gaya dan kepempimpinan seseorang dalam memimpin negara.

“Sangat besar. Bagaimana seseorang bisa memimpin negara dalam posisi di mata dunia jika tidak memenuhi aspek psikologis seperti memiliki stabilitas emosi, karakter, sikap, dan kepribadian,” ujar Kasandra.

Sementara itu, pemeriksaan kesehatan dan kejiwaan yang dilakukan tim dokter RSPAD Gatot Subroto sebaiknya diumumkan ke publik, khususnya menyangkut kejiwaan para calon presiden karena publik harus mendapat informasi yang utuh mengenai kestabilan jiwa calon pemimpinnya.

“Jika kestabilan dan jiwa dan emosi calon presiden tidak diketahui sejak awal. Apakah KPU dan tim dokter RSPAD akan bertanggungjawab jika presiden yang terpilih kelak berperilaku psikopat, megalomania, haus darah ataupun schizofrenia?” kata Pendiri Projo, Fahmi Habcy.

Menurut dia, publik tidak bisa mengandalkan hanya sekedar pada visi misi dan intelektual calon presiden. Tapi juga gambaran utuh emotional inteligence-nya. Ini adalah hak rakyat untuk mengetahui informasi itu karena tes tersebut dibayar oleh pajak rakyat.

“Anda mau dipimpin oleh presiden yang hobinya ringan tangan dan mudah marah? Bagaimana jika kewenangan TNI dan peluru di bawah kendalinya? Apalah artinya tes-tes kejiwaan itu jika publik tak pernah tahu hasilnya,” katanya.

LSI sebelumnya telah mengumumkan hasil surveinya terkait isu-isu negatif yang membayangi kandidat presiden.

Empat isu negatif membayangi Prabowo, diantaranya emosinya yang kurang terkendali dan suka menggunakan kekerasan, dugaan keterlibatan Prabowo dalam penculikan aktivis 1998, hubungan tidak harmonis antara Prabowo dengan keluarganya.

Sementara isu negatif yang menimpa kandidat capres Joko Widodo, yakni dugaan keterlibatan Gubernur DKI Jakarta itu dalam kasus korupsi pengadaan busway.

Namun tingkat kepercayaan publik terhadap isu negatif Prabowo tersebut lebih besar dibandingkan dengan Jokowi. AN-MB