Proyek LNG Benoa 
Denpasar (Metrobali.com)-
Rencana proyek storage liquefied natural gas (LNG) dinilai tidak tepat dibangun di kawasan Pelabuhan Benoa karena bakal menemui kendala teknis dan dikhawatirkan merusak ekosistem hutan bakau.
Guru besar dari ITS Surabaya Prof. Dr. Ketut Buda Artana St.MSc dan Prof. Dr. Ir. Nyoman Merit MAgr. dari Universitas Udayana yang dihubungi secara terpisah, Kamis (2/10/2014), berpendapat senada bahwa proyek terminal penerima gas cair tersebut lebih baik dibangun di Pelabuhan Celukan Bawang, Buleleng.
Prof. Buda yang pengajar Jurusan Sistem Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Surabaya itu mengatakan pihaknya bekerjasama dengan perusahaan migas telah melakukan studi sejak 2005 untuk menjajaki beberapa lokasi untuk pembangunan terminal penerima LNG.  Pelabuhan Benoa salah satu lokasi yang dikaji terdapat beberapa kendala di antaranya pintu masuk Teluk Benoa yang hanya 100 meter sangat riskan untuk manuver kapal tanker di pelabuhan pariwisata itu.
Dia menambahkan pasang surut yang sering terjadi di perairan Benoa juga menjadi hambatan  bagi kapal tanker menuju pelabuhan. Kalaupun dilakukan pelebaran dan pengerukan sangat tidak ekonomis karena memakan biaya yang sangat besar. Sedangkan lokasi di Depo Pertamina Manggis, Karangasem terkendala seringnya terjadi perubahan ketinggian ombak yang mengakibatkan gelombang tautan.
“Yang paling cocok untuk pembangunan terminal penerima LNG ya Celukan Bawang di Buleleng, pelabuhannya terbuka, aman, dan paling penting untuk pemerataan pembangunan, karena selama ini Buleleng jarang dapat proyek besar,” kata Buda.
Buda menjelaskan posisi Celukan Bawang sesuai dengan peruntukan RTRW sebagai kawasan industri. Selain itu, Celukan Bawang merupakan pelabuhan alam yang tenang dan setiap saat kapal dengan mudah merapat, terlindung oleh teluk dan di bagian daratan terdapat pegunungan yang membuat pelabuhan ini sangat strategis.
Pembangunan infrastruktur di Celukan Bawang, lanjut Buda, juga akan sangat bermanfaat bagi pengembangan pembangunan ke depan terutama untuk distribusi energi ke wilayah Indonesia timur, sejalan dengan program Pemerintahan Jokowi-JK. Kata Buda hasil regasifikasi LNG dari Celukan Bawang bisa dibawa ke PLTG Pesanggaran dengan kapal-kapal kecil ukuran 2.500 meter kubik-5.000 meter kubik dengan aman.
Ketua Laboratorium Konservasi Tanah & Air, Jurusan Agroekoteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr Ir Nyoman Merit MAgr mengatakan seharusnya semua proyek mengacu ke perda rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada. “Jelas bahwa Benoa untuk pelabuhan wisata, ya, jangan diobrak-abrik lagi,” katanya.
Dia khawatir pembangunan terminal penerima LNG di Benoa memberikan ekses yang tidak baik bagi lingkungan pantai, apalagi jika sampai  mengganggu kawasan konservasi ‎hutan bakau. Belum ada proyek saja, kata dia, sudah terlalu banyak pencemaran di sana, apalagi setelah ada proyek pengerukan, material, dan berbagai limbah lainnya.
Kendati begitu Merit tidak menolak pembangunan terminal LNG, hanya saja perlu dicarikan tempat yang lebih layak dan tidak mengancam lingkungan. Senada dengan Budha, Prof Merit mempersilakan untuk melirik lokasi lain seperti Pelabuhan Celukan Bawang yang memang diproyeksikan untuk pelabuhan bongkar muat barang dan kawasan industri. EMA-MB