Komisi III DPRD Buleleng pada Rabu (12/6) mengambil langkah cepat dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buleleng di ruang Komisi III DPRD Buleleng

Tirta Adnyana : Kami Berharap Untuk Sementara Ditunda Dulu Pungutan Pajak PBB P2

Buleleng, (Metrobali.com)-

Keluhan dan komplain masyarakat terhadap kenaikan pajak yang diberlakukan kepada wajib pajak yang sangat spektakuler di Tahun 2019 di Kabupaten Buleleng, saat ini menjadi buah bibir dan viral ditengah-tengah masyarakat. Hal ini memantik Komisi III DPRD Buleleng pada Rabu (12/6) mengambil langkah cepat dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buleleng di ruang Komisi III DPRD Buleleng. RDP yang dipimpin Wakil Ketua I DPRD Buleleng Ketut Susila Umbara,SH didampingi Ketua Komisi III DPRD Buleleng Made Putri Nareni beserta anggota lainnya dan juga Tim Ahli DPRD Buleleng Ir. Putu Suwardika, dengan menghadirkan Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Buleleng Gede Sugiartha Widiada didampingi sekretaris BKD dan staf.
Dalam rapat dengar pendapat terhadap kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kabupaten Buleleng yang dinilai terlalu tinggi itu cukup alot pembicaraannya. Seperti yang dilontarkan anggota Komisi III DPRD Buleleng, Putu Tirta Adnyana. Anggota dewan yang dikenal cukup kritis ini meminta agar BKD Buleleng tidak serta merta menerima penilaian Tim Appraisal. Mengingat harus ada kajian mendalam, sehingga tidak memberatkan masyarakat. Artinya Tim Appraisal juga harus berkoordinasi dengan kepala desa, untuk nantinya diketok tularkan ke masyarakat. “Ketentuan kenaikan tarif Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang diterapkan berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) maupun SK Bupati yang berlaku mulai Bulan Februari 2019 lalu, agar ditunda pemberlakuannya. “ ucapnya tegas.
Dengan nada yang tegas pula disampaikan Masdana. Ia meminta agar pihak BKD bisa menjelaskan parameter dari zonasi penetapan pajak. Mengingat menurutnya dalam satu lokasi bisa berbeda pengenaan pajaknya.”Di Desa Tamblang muncul permasalahan ini. Jadi pada kesempatan ini, saya meminta penjelasan terkait zonasi pengenaan pajak” ujarnya.
Sementara itu anggota Komisi III lainnya yakni Gede Suradnya juga menyampaikan pendapatnya. Menurut Suradnya yang namanya Nilai Jual Objek Pajak, idealnya yang dihitung kenaikan pajaknya, bagi lahan yang dijual. Sedangkan lahan yang tidak dijual maupun tanah warisan yang tidak dijual agar tidak sama pengenaan pajaknya.”Hal ini perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut” tegasnya.
Terhadap berbagai pertanyaan yang disampaikan para anggota Komisi III DPRD Buleleng maupun hasil telaah tim ahli DPRD Buleleng, menurut Kepala Badan Keuangan Daerah Buleleng Gede Sugiartha Widiada bahwa penyesuaian tarif NJOP merupakan tindak lanjut dari perubahan Perda Nomor 5 Tahun 2013, tentang PBB P2 dan UU nomor 28 Tahun 2009 pasal 79 ayat 2. Dimana setiap tiga tahun sekali akan ditetapkan NJOP sesuai dengan perkembangan wilayah di Buleleng.”Kami di BKD memiliki sejumlah pertimbangan dalam menetapkan NJOP. Diantaranya dengan melakukan survey harga pasar. Dari harga pasar yang diperoleh, dilakukan pemetaan harga sesuai zona nilai tanah dan penentuan kelas tanah berdasarkan PMK No.150/3/2010 yang dibantu Kanwil Denpasar.” urainya.”Penyesuaiannya itu, kami menyewa Tim Appraisal menghitung perubahan tarif NJOP PBB P2. Sehingga penyesuaian tarif dapat diberlakukan untuk PBB P2 Tahun 2019 terhitung februari 2019.” Imbuhnya.
Terhadap zonasi, menurut Sugiartha Widiada bahwa zonasi penetapan NJOP didasari atas zonasi wilayah dan kondisi lahan. Diantaranya zonasi lahan perkotaan, perdesaan, lahan subur, lahan tidak produktif serta zonasi lahan kering atau lahan basah.
Iapun mengungkapkan sebaran SPPT sebanyak 202.188 lembar dengan nilai ketetapan pajak sebesar Rp 40,4 miliar dan target realisasi sebesar Rp 24,13 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 36.330 lembar SPPT yang mengalami penurunan. Sedangkan sebanyak 11.410 lembar SPPT yang mengalami kenaikan.”Kami rincikan, jumlah ketetapan yang mengalami kenaikan 1 – Rp 1 juta sebanyak 5.700 lembar SPPT, kenaikan > 1 – Rp 5 juta sebanyak 5.230 lembar SPPT. Sedangkan kenaikan > 5 – Rp 10 juta 377 lembar SPPT, kenaikan > 10 -> Rp 50 juta sebanyak 101 lembar SPPT dan kenaikan > Rp 50 juta sebanyak 2 lembar SPPT.“ urai Sugiartha Widiada.
Lantas bagaimana dengan sikap keberatan dari wajib pajak terhadap pemberlakuan kenaikan tarif pajak NJOP. Dengan tegas pula Sugiartha Widiada mengatakan penetapan kenaikan tersebut sudah mengandung asas keadilan dan kewajaran.”Kami telah mengundang para kepala desa di Kabupaten Buleleng pada 29 Mei 2019 lalu untuk diberikan sosialiasi” terangnya.
Iapun berdalih melalui Perbup Nomor 15 Tahun 2019 akan dapat mengakomodir para wajib pajak yang keberatan atas kenaikan NJOP. Mengingat pada Pasal 41, diberikan keringanan ratenya antara 40-90 persen dari nilai kenaikan.”Namun hal itu diverifikasi berdasarkan subyek dan obyek pajak. Semisalnya untuk pensiunan, petani akan diberikan keringanan hingga 50 persen.” Jelas Sugiartha Widiada.
Hingga dibulan Mei 2019, dari 202.188 lembar SPPT, sebanyak 42.252 lembat SPPT sudah melakukan pembayaran dengan nilai Rp 4.915.017.457 (12,35 persen), dari target yang disasar sebesar Rp 24,13 miliar.
Setelah terjadi dengar pendapat antara pihak Komisi III dan BKD, selanjutnya pimpinan rapat dengar pendapat Ketut Susila Umbara mengambil kesimpulan bahwa pimpinan dan anggota Komisi III, sepakat dengan BKD untuk merespon keluhan masyarakat atad kenaikan NJOP PBB-P2 dengan cara, 1. Mengoptimalkan sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 81 Tahun 2018 tentang tata cara pemungutan PBB-P2, khusus ya terkait dengan ketentuan pengurangan pajak terhutang.
2. BKD supaya terus menyempurnakan metode appraisal dalam penetapan NJOP, agar memenuhi asas kewajaran dan keadilan. Termasuk survei hasil produksi atas pengelolaan tanah dan bangunan.

Pewarta : Gus Sadarsana

Editor : Hana Sutiawati