PROJO

Jakarta (Metrobali.com)-

Ormas Pro Jokowi mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama atau Ahok yang melaporkan dugaan korupsi APBD DKI Jakarta periode 2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Rakyat sudah bosan dengan perilaku korup elit politik. Kepada partai pendukung Jokowi, Projo mengimbau secara serius agar mengamankan program Nawacita khususnya program pemberantasan korupsi. Rakyat sudah cerdas dan merindukan perubahan,” kata Ketua Umum Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (1/3).

Ia menyayangkan bila dugaan penyimpangan ini benar-benar terbukti.

“Jangan main- main dengan uang rakyat. APBD DKI itu berasal dari pajak rakyat. Baik ‘direct’ maupun ‘indirect tax’. Karena itu, sebaiknya digunakan secara efektif dan efisien untuk kesejahteraan rakyat, ” ujarnya.

Menurut Budi, Jakarta sebagai ibukota negara harus menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal pengelolaan keuangan daerah.  “‘E-budgeting’ dan transparansi mutlak dibutuhkan. Apa yang sudah dilakukan dan dipelopori di era Gubernur Jokowi jangan dibonsai,” katanya.

APBD DKI Jakarta pada 2015 senilai Rp73,08 triliun yang sudah diserahkan pemda kepada Kementerian Dalam Negeri, tapi tidak ditandatangani oleh satu pun pimpinan DPRD DKI karena dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan pada waktu pengesahan.

Basuki juga menemukan anggaran siluman sebesar Rp12,1 triliun setelah konsep APBD yang disahkan dikirimkan ke Kemdagri.

Anggaran sebesar Rp12,1 triliun yang disebut-sebut sebagai “dana siluman” itu antara lain untuk membeli UPS di tiap kelurahan di Jakarta Barat.

Pengadaan itu memakai anggaran sebanyak Rp4,2 miliar per kelurahan.

Basuki pun tidak setuju dengan hal itu, sehingga mengirimkan konsep APBD versi pemda ke ke Kemdagri.

DPRD yang tidak terima APBD yang dikirim ke Kemdagri bukan hasil pembahasan, pun menggunakan hak angketnya pada Kamis (26/2).

Seluruh anggota DPRD DKI Jakarta secara resmi mengajukan hak angket kepada Basuki.

Ahok sendiri menekankan “e-budgeting” bisa diajukan tanpa tanda tangan DPRD DKI Jakarta.

Gubernur juga menyatakan sengaja tidak meminta persetujuan dana APBD ke DPRD DKI Jakarta, agar “dana siluman” pengadaan alat UPS senilai Rp12,1 triliun yang telah dicoretnya tidak muncul lagi. AN-MB