Foto: Para narasumber dan peserta dalam Webinar Nasional “Manajemen Pendidikan dalam Kurikulum Merdeka Belajar Masa Pandemi Covid-19.”

Denpasar (Metrobali.com)-

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Dwijendra menyelenggarakan Webinar Nasional bertemakan “Manajemen Pendidikan dalam Kurikulum Merdeka Belajar Masa Pandemi Covid-19” pada Selasa, (27/10/2020) dengan via Zoom.

Webinar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2020 ini. Webinar ini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Drs. I Made Yudana, M.Pd. (Guru Besar FHIS UNDIKSHA), Prof. Dr. Drs. I Ketut Suda, M.Si. (Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Hindu Indonesia) dan  Putu Ronny Angga Mahendra, S.Pd., M.Pd. (Kaprodi PPKn FKIP Universitas Dwijendra).

Webinar nasional diharapkan mampu memberikan pemahaman mengenai merdeka belajar termasuk menggali ide, gagasan dan masukan untuk penyempurnaan implementasi merdeka belajar ini.

“Sekarang lagi trend merdeka belajar. Namun merdeka belajar belum dipahami sepenuhnya. Jadi webinar ini berupaya memberikan pemahaman seperti apa itu belajar. Kami juga menerima masukan dari para guru dan pihak sekolah,” kata Putu Ronny Angga Mahendra, S.Pd., M.Pd., yang juga selaku Ketua Panitia Webinar Nasional ini.

Sementara itu salah satu narasumber Guru Besar FHIS UNDIKSHA Prof. Dr. Drs. I Made Yudana, M.Pd., membawakan materi tentang “Manajemen Pendidikan Dalam Kurikulum Merdeka  Belajar”. Menurutnya pandemi global  covid-19 adalah takdir  yang porak-porandakan tatanan  kehidupan.

Dampak pandemi ini sangat berpengaruh pada bidang kesehatan, perekonomian, pendidikan, sosial-budaya dan keamanan. Misalnya dalam bidang Pendidikan, disaat pandemi Covid 19 ini menyebabkan sistem pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (daring). Hal ini membuat pembelajaran para siswa semakin sulit dan terbatasnya alat komunikasi dan belum meratanya akses internet.

Prof. Yudana  juga menilai bahwa dengan diadakan pembelajaran jarak jauh ini menyebakan ditengah gagapnya  keluarga, galaunya masyarakat, dan tersipunya dunia pendidikan.  “Sehingga untuk mengatasi hal tersebut, mesti dihadirkan guru altruis, the condtio sin qua non,” katanya.

Menurut Guru Besar FHIS UNDIKSHA ini Guru Altruis  memiliki karakter pertama, cerdas  berdamai dg diri sendiri; kedua, pintar berdamai dengan orang lain; dan ketiga khatam berdamai dengan  Sang Khalik dengan derajat keikhlasan yang tinggi.

Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Hindu Indonesia Prof. Dr. Drs. I Ketut Suda, M.Si., membawakan materi tentang “Pembelajaran Berbasis Kurikulum Merdeka di Era Pandemi Covid-19”. Menurutnya Merdeka belajar, Kampus Merdeka merupakan sebuah proses pendidikan yang memberikan kebebasan dan otonomi kepada lembaga Pendidikan.

Prof. Suda menilai metode ini digunakan untuk membebaskan diri dari belenggu birokratisasi, membebaskan dosen dari birokrasi yang berbelit, dan memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih bidang keahlian yang mereka sukai.

“Peluang ini bagus bagi Perguruan Tinggi yang menerapkan kebijakan ini dalam peningkatan mutu pendidikan dan lulusan, dapat meningkatkan kreativitas, inovasi, kepribadian, dan kebutuhan masing-masing mahasiswa,” ungkap Prof Suda.

Dia ini pun menilai kebijakan ini sesuai dengan situasi yang berkembang saat masa pandemi covid-19 yang memaksa masyarakat untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Dalam penerapan belajar dari rumah sangat sesuai dengan konsep merdeka belajar yang salah satu pembelajarannya dapat dilakukan melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Namun terdapat tantangan yang dihadapi oleh Perguruan Tinggi yaitu pertama, dalam hal menyiapkan  infrastruktur penunjang PBM; kedua, dosen dan tenaga kependidikan yang professional; dan ketiga, mahasiswa yang kreatif, adaptif, dan inovatif.

Selanjutnya Kaprodi PPKn FKIP Universitas Dwijendra Putu Ronny Angga Mahendra, S.Pd., M.Pd., membawakan materi tentang “Merdeka Belajar: Aplikasinya dalam Manajemen Pendidikan & Pembelajaran di Sekolah”. Menurutnya dalam mengaplikasikan metode ini perlu adanya transformasi untuk kurikulum sekolah dan pembelajaran.

Putu Ronny menjelaskan bahwa metode ini akan ditransformasikan ke dalam kurikulum sekolah menuju kearah yang sekolah yang terdiversifikasi. Kurikulum ini bertujuan untuk pendidikan dan pelatihan literasi serta numerisasi dasar menuju berkembangnya kemampuan belajar ataupun life skill para mahasiswa.

Putu Ronny juga menjabarkan beberapa asumsi terkait dengan otonomi sekolah. Pertama, bahwa mutu pendidikan nasional adalah agregat mutu sekolah sebagai refleksi dari kontinuitas  antara kebijakan/program pemerintah, kebijakan/program pemda, serta pembelajaran di  sekolah.

Kedua, Keberhasilan kebijakan pendidikan pada akhirnya harus diukur dari kapasitas sekolah  sebagai satuan pendidikan yang otonom, dipimpin kepala sekolah yang professional dan  dilaksanakan oleh guru-guru yang professional sebagai suatu tim yang kuat.

Ketiga, mutu pendidikan ditentukan oleh kemampuan pemerintah di semua tingkat termasuk sekolah  untuk melahirkan dan melaksanakan kebijakan dan program pendidikan yang bermutu di  setiap tingkat tersebut.

Keempat, mutu  pendidikan tidak diukur dari para siswa menguasai konten ilmu pengetahuan (teori)  tetapi dari kemampuan mereka untuk belajar sepanjang hayat, didukung oleh literasi dasar  dan literasi digital yang kuat.

Kelima, perlu transformasi Ujian Nasional dari pengukuran prestasi belajar akademik menjadi pengukuran kemampuan literasi dasar, literasi digital dan HOTS. (dan)