Denpasar (Metrobali.com)-
Kandidat calon Gubernur Bali, Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta dan Anak Agung Ngurah Puspayoga-Dewa Nyoman Sukrawan memaparkan visi misinya di depan akademisi Universitas Udayana. Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta yang diusung koalisi Golkar-Demokrat memaparkan konsep Bali Mandara yang diunggulkan. Bali Mandara, kata Pastika, merupakan konsep yang sudah berjalan dengan baik di masyarakat. Karena itu perlu dilanjutkan dengan Bali Mandara Jilid 2. Dan, jika kembali terpilih, Bali Mandara Jilid 2 sudah disempurnakan dan akan terus digelorakan di masyarakat karena dampak positifnya sudah dirasakan langsung oleh masyarakat.
 
 Sementara Anak Agung Ngurah Puspayoga-Dewa Nyoman Sukrawan yang diusung PDIP memaparkan visi misinya membangun Bali berbasis kabupaten/kota. Kandidat yang dikenal dengan sebutan paket “PAS” ini jika terpilih kelak akan membangun pemerataan pembangunan agar kesejahteraan dapat tercipta dengan cepat berbasis keunggulan dan potensi lokal. Tentunya tanpa meninggalkan kearifan lokal masing-masing daerah. Namun, pada saat temu dialog itu, Pas tidak menyampaikan secara tuntas visi misinya sebagai calon Gubernur karena masih berupa draf. Visi dan misi itu akan disampaikan nanti di hadapan anggota dewan.
 
Sementara itu, akademisi Universitas Udayana memaparkan masukannya bagaimana Bali mesti dimanajerial ke depannya. Dalam konteks pembangunan ekonomi, meski Bali menunjukkan kemajuan yang signifikan, namun soal kualitas pembangunan ekonomi itu tetap menjadi sorotan. Demikian halnya dengan basic pembangunan yang kuat, tetap menjadi sorotan pertumbuhan ekonomi Bali yang kini berada di kisaran angka 6,67 persen.
 
Selain itu, soal konsentrasi pembangunan yang hanya terjadi di Bali selatan juga merupakan hal yang mesti diurai. “Urbanisasi dan pertumbuhan di kota terjadi secara cepat. Sementara terjadi ketimpangan di desa-desa. Membangun di desa-desa itu bisa mempercepat disparitas,” kata Dr Putu Gede Budayasa, Kamis 18 April 2013.
 
Meski tingkat pertumbuhan baik, kata dia, tetapi jumlah penduduk miskin di pedesaan terus meningkat. Kemiskinan, imbuhnya lagi, makin terus melonjak tajam. “Pilarnya itu pemberdayaan UMKM. Itu pola pembangunan berbasis kerakyatan. Investasi diarahkan berdasarkan pilar ekonomi kerakyatan. Yang harus diperhatikan IPN kita semakin berat dan melambat. Jadi pembangunan puskesmas, sekolah dan ekonomi harus dipercepat pembangunannya di desa-desa,” kata dia.
 
Sementara itu, Putu Rumawan Salain menegaskan tata ruang pembangunan Bali pada 5 April 2013, yang sudah menyelasaikan Perda RTRW itu adalah Denpasar, Gianyar, Jembrana, Tabanan dan Karangasem. Sedangkan sisanya belum.
 

Dari data yang ia miliki, Bali menpunyai sebanyak 45.570 unit kamar Hotel. 80 persen terkonsentrasi di Bali selatan, sisanya tersebar di daerah lain. Jumlah penduduk Bali saaat ini mendekati angka 4 juta. “Artinya, tanah tidak bertambah sedangkan pulau kita berkurang. Kebutuhan air dan makanan terus bertambah. yang perlu diperhatikan adalah amisnistrasi pembangunan yang tidak seimbang,” ucapnya.

 

Pada sisi lain, Komang Gde Bendesa menjelaskan, potensi pariwisata Bali sangat besar dan terus akan membesar. “Pertumbuhan ekonomi dunia meningkat. Kelas menengah ditaksir 2 miliar pada tahun 2020. Di Asia terdapat 5,9 persen kelas menengah. Pada 2009 kelas menengah Indonesia mencapai 100 juta orang,” kata Bendesa.

 
Namun, dari 139 negara di dunia, dalam hal lingkungan hidup Indonesia berada pada urutan 127, kesehatan urutan 115, infrastruktur urutan 116 dan kesiapan masyarakat urutan ke-121. “Keunggulan ada pada harga yang menempati nomor 4. Di dunia, harga pariwisata Bali itu murah. Harga hotel, barang dan tenaga murah,” imbuhnya.
 
Ia berharap ke depan, pembangunan Bali lebih mengedepankan kekuatan dari dalam yang mandiri dan independen, harmonis dan seimbang. “Generasi sekarang dan selanjutnya itu harus seimbang. Dan selanjutnya, pembangunan itu harus merata,” tegas dia.
 
Ia juga menyebut saat ini produk pariwisata Bali belum memiliki identitas jelas. “Apakah dia pariwisata etnik, budaya atau lainnya. Pariwisata belum jelas identitasnya,” terang Bendesa.
 
Pun halnya belum ada stadarisasi destinasi keunggulan pariwisata Bali dan pengembangannya. “Saat ini ada perubahan orientasi wisatawan ke Bali. Mereka tak lagi membutuhkan jasa tetapi experience. Itu yang mesti diperhatikan. Yang dicari itu culture tourism,” jelas dia.
 

Sementara itu Prof Wayan Windia menyebut, saat ini mulai gencar dilesakkan isu oleh kelompok liberal-kapitalis jika pertanian tidak efisien dan produktif. “Maka perlu dijual lahan pertanian itu,” kata dia. Padahal, kata dia, eksistensi pertanian menentukakn eksistensi sebuah bangsa. “Selain itu, pertanian benteng budaya, pencipta oksigen dan lainnya. Maka dia semestinya harus disubsidi agar ada kebanggaan bagi orang untuk bertani dan orang senang bertani,” saran Windia.

 
Saat ini, kata dia, nilai tukar petani begitu rendah. Pertumbuhan di sektor pertanian hanya 2,1 persen saja. “Seribu hektar sawah tiap tahun beralihfungsi,” ucapnya. Ia juga menegaskan jika ke depan lembaga subak mesti diperhatikan. “Sudah ada subak, jadi tak perlu membuat lembaga baru yang lainnya. Optimalkan saja subak agar menjadi lembaga yang kuat,” katanya.
 
“Subak harus diberi aktivitas ekonomi dan teknologi. Juga, petani harus dibebaskan dari pajak bumi dan bangunan,” pinta Windia. Ia juga meminta agar dibentuk Komisi Irigasi (KI) untuk menjamin sistem irigasi subak agar tak terganggu oleh pihak lain. “Tempatkan pertanian di sektor tersier bukan primer. Perlu ada subak abadi. Subak harus jadi unit kegiatan penting,” imbuhnya. BOB-MB