duryudana_lawan_bima ilustrasi
AKHIRNYA  rakyat Hastinapura saksikan raja mereka murka. Prabu Duryodoyono, sudah mengeluarkan pernyataan terkait kasus penyadapan yang dilakukan oleh telik sandi Negara Wirata, yang menjadi bulan-bulanan jadi rumor. Berita mengenai aktifitas para telik sandi negara tetangga Hastinapura sudah demikian marak di media massa. Prabu Duryodoyono kini mulai bergeming, lengkap dengan curhat di media massa dan “somasi” kepada op(l)osan politiknya.

“Pers sering sinikal dan kurang bersahabat terhadap saya, tiada hari tanpa kritik dan kecaman, tiada hari tanpa desas-desus untuk diri saya dan keluarga. Tetapi di balik itu ada jasa luar biasa, dengan terus dikritik justru saya bisa bertahan, saya tidak tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan yang saya miliki, tidak ceroboh dalam membuat kebijakan,” kata Sang Prabu berkilah, seperti disampaikan dalam pidato Hari Pers Nasional 2014 lalu.

Karakatur ini berkaitan dengan hubungan diplomatik. Syahdan, Negara Wirata adalah sebuah kerajaan kecil di sebelah selatan Hastinapura. Meskipun kerajaan kecil, Wirata mempunyai banyak sekutu dan menjadi tempat persembunyi para aktivis Pandawa, bahkan sejak proklamasi kemerdekaan Hastinapura oleh Prabu Sentanu. Wirata sangat berkepentingan akan stabilitas Hastinapura, baik di bidang ekonomi, politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan. Wirata akan kena dampak buruk jika stabilitas Hastinapura terganggu, terlebih dengan adanya potensi perang ‘non konvensional’ antara Korawa dengan Pandawa dalam perebutan tahta 2014.

Sesungguhnya, aktifitas sadap-menyadap sudah lama sekali dilakukan Wirata. Namun pasukan Sandiyuda Hastinapura tak mampu mengendus operasi telik sandi Wirata. Jika saja seorang mantan telik sandi Wirata, atau pun negeri atas angin lain tidak buka mulut, maka penyadapan terhadap Hastinapura tidak bakal terungkap. Lagi pula, sadap menyadap sudah membudaya di Hastinapura, dari sadap nira untuk tuak (arak), damar, sampe karet.

Siapa saja pejabat Hastinapura yang disadap teleponnya? Ternyata pejabat-pejabat penting pengambil keputusan yang disadap dengan sedapnya oleh Wirata. Prabu Duryodoyono sendiri tersadap, lalu istrinya yang cantik itu, siapa lagi kalau bukan Herabanowati, ada Patih Marti Sengkuni, Letjen Joko Dursasana, Profesor Hatta Durna, sang besan dan Jendral Eddy Karna -si anak emak- juga ikut tersadap.

Prabu Duryudoyono gamang. Apa benar kabar penyadapan tersebut? Karena ragu, ia pun melancarkan protes kepada Perdana Menteri Wirata melalui akun twiter pribadinya. Banyak kalangan yang mencibir tindakan Duryudoyono tersebut, yang hanya berani di ranah twiter saja dalam melawan Wirata. Rakyat Wirata juga mengetawai ulah Prabu Duryudoyono, yang seolah takut cerita lengkapnya tersebar luas.

Hastinapura bergejolak. Berbagai elemen rakyat dibawah naungan partai penguasa, difasilitasi melakukan unjuk rasa di depan kedutaan besar Wirata di Hastinapura. Mereka menuntut agar Perdana Menteri Wirata meminta maaf kepada Hastinapura. Sekaligus mereka meminta Duryudoyono mengusir duta besar Wirata dari bumi Hastinapura, tanpa memerinci apa isi sadapan tersebut -tuak/arak, damar, atau karet.

Diam-diam Duryudoyono memerintahkan Patih Marti Sengkuni untuk memverifikasi informasi penyadapan ini. Sengkuni meneruskan perintah tersebut kepada Jendral Eddy Karna. Dengan trengginas,  sang jendral, yang juga ipar sang prabu itu, melaksanakan tugas yang dibebankan di pundaknya. Tak perlu waktu yang lama, Jendral Eddy Karna memberikan laporan secara pribadi, sesudah konsultasi kepada Marti Sengkuni.

Marti Sengkuni juga segera menghadap Duryudoyono. Setelah mendengar penuturan sang mahapatih, amarah Duryudoyono bergolak. Darahnya mendidih, otaknya serasa mau pecah. Warna muka Duryudoyono berubah merah padam, dan segera curhat di media massa kerajaan, sembari curhat “1000 persen tidak benar.” Lengkap dengan somasi dan acaman laporan polisi kepada pihak-pihak yang menyebarluaskan atau memanfaatkan bocoran sadapan tersebut.

Sengkuni tersenyum-senyum melihat ulahnya. Seperti biasa, karena wataknya memang demikian: “benar di jalan sesat” sekali pun. Sayangnya, sampai hari ini belum sampai pada episode, Sengkuni Melawan Takdir, atau menjerumuskan sang prabu yang dibenarkan di jalan sesat.

Perintah berikutnya kepada Jendral Karna adalah mempersiapkan konferensi press. Raja Duryudoyono akan bersikap kepada Negara Wirata. Dalam sekejap, awak media dari berbagai kerajaan telah berkumpul, menunggu sikap Duryudoyono.

“Sodara-sodara sekalian, saya sungguh tersinggung atas ulah Wirata yang telah melakukan penyadapan. Pasti ada anasir Pandawa dibalik semua. Perbuatan ini tidak bisa diampuni. Saya perintahkan kepada Panglima Letjen Dursasana untuk segera mempersiapkan tentara dari berbagai kesatuan Kerajaan Hastinapura. Paling lambat besok pagi, kita akan menyerang Wirata!” kata Duryudoyono berapi-api.

Rakyat yang mendengar pidato tersebut ikut terbakar rasa nasionalismenya. Mereka bersorak-sorai menyambut sikap tegas raja mereka. “Libas Wirata! Ganyang Wirata! Hancurkan Wirata!“ Sudah tentu tanpa menghitung berapa kerugian devisa dari kunjungan wisata warga Wirata ke Hastinapura.

Jendral Eddy Karna yang berdiri di sebelah Marti Sengkuni berbisik dan menanyakan sesuatu. “Maaf, memang Kanjeng Patih bilang apa ke Prabu Duryudoyono sehingga beliau marah betul seperti ini?”

Marti Sengkuni tertawa lirih. “Aku bilang padanya, kalau Wirata menyadap semua pembicaraan istrinya dari pagi hingga malam. Ya, tersinggunglah Duryudoyono kalau sudah menyangkut istri, Herabanowati yang sangat disayanginya itu!”

Jendral Eddy Karna menepok jidatnya. Ealah, ini sang abang ipar sedang cemburu to. Pantesan pernah minta mematai-matai email, FB atau pun instagram kakak perempuanya itu.

Oleh: Ngurah Karyadi