Capres Prabowo Subianto saat menghadiri upacara Hari Ulang Tahun Kopassus di Jakarta, 24 April 2019.

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, Selasa dini hari (21/5), menegaskan tidak berniat melakukan makar atau melanggar hukum, tetapi justru ingin mengamankan hukum, menegakkan kebenaran dan keadilan.

Hal ini disampaikan dalam rekaman video yang dikeluarkan oleh tim Badan Pemenangan Nasional BPN, yang memperlihatkan Prabowo Subianto dikelilingi sejumlah pejabat internal BPN.

“Tidak ada niat kami untuk makar. Tidak ada niat kami untuk melanggar hukum. Justru kami ingin mengamankan hukum. Kami ingin menegakkan kebenaran dan keadilan. Katakanlah yang benar itu benar dan yang salah itu salah,” ujar Prabowo dalam video itu.

Sebelumnya beredar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP terhadap Prabowo Subianto terkait kasus dugaan makar tersangka Eggi Sudjana. SPDP itu ditujukan kepada kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono membenarkan keberadaan SPDP yang beredar itu, tetapi dalam pesan singkat mengatakan penyidik menilai belum waktunya menerbitkan SPDP kasus tersebut.

“Karena nama Pak Prabowo hanya disebut namanya oleh tersangka Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma. Mengingat masih harus diperiksa bersama alat bukti lain, SPDP itu ditarik hari ini,” tegas Argo.

Kecurangan dalam Pemilu

Prabowo Subianto dalam video berdurasi lebih dari tujuh menit itu kembali menyampaikan keprihatinannya terhadap kecurangan yang terjadi dalam pemilu, tetapi “perjuangan untuk menyuarakan dugaan penyimpangan harus tetap dilakukan sesuai ketentuan hukum.”

“Ini bukan masalah menang atau kalah, bukan masalah pribadi, perorangan. Tapi masalah yang sangat prinsip yaitu kedaulatan rakyat. Hak rakyat yang benar-benar dirasakan sedang dirampas, hak rakyat yang sedang diperkosa,” kata Prabowo.

“Oleh karena itu sangat wajar dan dijamin oleh UUD dan UU yang berlaku di negara kita, bahwa rakyat berhak menyatakan pendapat di depan umum, berkumpul dan berserikat, dan menyampaikan aspirasi; tentunya sesuai koridor hukum yang berlaku,” ujarnya.
Anggota Brimob berjaga di sekitar gedung KPU setelah pengumuman hasil pemilihan presiden bulan lalu, di Jakarta, 21 Mei 2019.
Anggota Brimob berjaga di sekitar gedung KPU setelah pengumuman hasil pemilihan presiden bulan lalu, di Jakarta, 21 Mei 2019.

Namun ia menyerukan agar aksi yang dilakukan tidak menggunakan kekerasan.

“Saya terus menghimbau agar semua kegiatan berjalan dengan semangat perdamaian. Langkah kita adalah langkah konstitusional, demokratis, tapi damai, tanpa kekerasan apapun!” kata Prabowo.

“Mereka-mereka yang masih percaya dengan saya dan kawan-kawan di sini, pendukung dan tokoh-tokoh bangsa dan nasional. Kami berjuang bukan untuk pribadi, tetapi sungguh-sungguh untuk kedaulatan rakyat, untuk demokrasi, untuk Indonesia merdeka, bebas dari penjajahan dalam bentuk apapun. Penjajahan terselubung, penjajahan yang direkayasa dengan manis, tetap penjajahan,” tambahnya.

Prabowo tidak merinci lebih lanjut apa yang dimaksudnya dengan “penjajahan terselubung” atau “penjajahan yang direkayasa dengan manis” itu.

Jokowi-Ma’ruf Unggul

KPU telah menetapkan hasil rekapitulasi nasional yang menunjukkan bahwa Joko Widodo-Ma’ruf Amin unggul dengan 55,50 persen suara. Total suara sah yang diperoleh pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin adalah 85.607.362 dari total suara sah nasional yaitu 154.257.601 suara.

KPU juga menetapkan hasil rekapitulasi nasional untuk pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yaitu 68.650.239 suara atau 44,50 persen dari total suara sah nasional. Namun kedua saksi BPN Prabowo-Sandi menyatakan menolak penetapan hasil rekapitulasi suara nasional tersebut.

“Kami tidak menyerah melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kebohongan yang mencederai demokrasi,” ujar Aziz Subekti, salah seorang saksi dari BPN dalam rapat pleno penetapan rekapitulasi suara nasional di KPU, Selasa dini hari. [em]

Sumber : VOA Indonesia