arul sani Sekjen PPP Arsul Sani

 

Jakarta (Metrobali.com)-

 

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen dalam UU Pemilu, akan menghindarkan Presiden terpilih 2019 “tersandera” politik parlemen.

“Kita tidak ingin siapapun nanti yang dipilih sebagai Presiden 2019 mengalami penyanderaan lebih besar di DPR,” ujar Sekjen PPP Arsul Sani di arena Mukernas PPP, di Ancol, Jakarta, Jumat (21/7).

Untuk diketahui, PT 20 persen artinya partai atau gabungan partai yang ingin mencalonkan presiden 2019, wajib memperoleh minimal 20 persen kursi di DPR RI. Dengan demikian, Capres 2019 otomatis sudah mengantongi minimal 20 persen kekuatan politik di parlemen.

Arsul menjelaskan, di awal Pilpres 2014, Jokowi diusung empat partai yakni PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem dan PKB. Perolehan kursi keempat partai tersebut di parlemen jika digabungkan secara persentase lebih dari 30 persen.

Dengan kekuatan 30 persen itu saja, kata Arsul, Presiden Jokowi di awal pemerintahannya kesulitan mendapatkan tambahan kekuatan parlemen.

“Dengan modal awal dukungan 30 persen saja pemerintah kesulitan mendapatkan tambahan kekuatan di DPR. Baru setelah PPP masuk koalisi, kemudian terjadi keseimbangan kekuatan di DPR. Bagaimana jadinya kalau sejak awal PT nol persen,” kata Arsul.

Arsul menekankan jika PT ditetapkan nol persen, Presiden terpilih 2019 akan membutuhkan upaya lebih besar untuk dapat merangkul kekuatan politik parlemen.

Sebelumnya dalam Rapat Paripurna tentang RUU Pemilu, enam fraksi yakni PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB dan PPP sepakat menyetujui PT 20-25 persen. Sementara empat fraksi lain yakni Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS tidak setuju dan memilih keluar dari ruang rapat atau “walkout”.

Empat partai yang meninggalkan ruang sidang menginginkan PT nol persen dengan pertimbangan bahwa Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019 dilaksanakan serentak sehingga tidak ada landasan bagi ambang batas Presiden.

Sementara jika menggunakan hasil perolehan kursi Pemilu Legislatif 2014, hal itu dinilai seperti menggunakan tiket lama untuk Pilpres 2019. Sumber : Antara