Ubud Writer
Denpasar (Metrobali.com)-
Pihak Kepolisian Resor (Polres) Gianyar melarang Ubud Writer untuk membahas peristiwa 1965 yang berkaitan dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Communication Koordinator Ubud Writer, Hanna Nabila menuturkan, ada tiga program yang telah dicanangkan oleh pihaknya terpaksa harus dibatalkan.

“Pihak keamanan tidak memberikan izin kepada kami untuk membahas peristiwa 1965,” kata Hanna saat dihubungi, Sabtu 24 Oktober 2015.

Ada beberapa panel diksusi terkait rekonsiliasi dan penyembuhan
dalam rangkaian program Ubud Writers & Readers Festival 2015 yang dibatalkan. Di antaranya adalah diskusi panel terkait rekonsiliasi dan pemulihan, pemutaran film The Look of Silence karya Joshua Oppenheimer dan pameran serta peluncuran buku The Act of Living.

Hanna menjelaskan, ketiga program tersebut merupakan satu rangkaian yang tak terpisahkan. Pada sesi itu, kata Hanna, panitia Ubud Writer memang mengundang korban dan keluarga korban.

“Kita mendengarkan kisah para keluarga korban kala peristiwa itu terjadi,” ujarnya.

Hanna menampik jika acara itu akan membahas secara politis peristiwa memilukan tersebut. “Kita tidak membahasnya secara politik. Tapi kita membongkar apa yang terjadi dengan keluarga keluarga mereka kala peristiea itu terjadi,” jelas Hanna.

Usai dilarangnya tiga panel kegiatan tersebut, Hanna mengaku panitia belum memikirkan program penggantinya. “Kita belum fikirkan program penggantinya. Mungkin di Bali masih sensitif terhadap peristiwa tersebut,” ujar dia.

Dalam siaran resmi di website Ubud Writer dijelaskan ketiga program tersebut tidak dapat dilaksanakan. Terkait satu dan lain hal, program-program tersebut terpaksa harus dibatalkan. Pembatalan tersebut dilakukan berdasarkan masukan dari pihak keamanan dan pemerintah setempat. Masukan diberikan pada sejumlah pertemuan, termasuk pertemuan koordinasi yang melibatkan pihak panitia dan sejumlah instansi pemerintah di Mapolres Gianyar.

Komite festival telah mengupayakan yang terbaik serta berdiskusi hingga titik akhir. Namun pada akhirnya festival disarankan untuk tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, dengan pertimbangan keberlangsungan festival ke depannya.

Pendiri & Direktur Janet DeNeefe menyampaikan kekecewaan ketika menyampaikan hal tersebut, “Dengan festival ini kami berharap untuk mewujudkan misi sebagai media terbuka untuk berlangsungnya diskusi,” kata dia. “Tahun bersejarah itu memiliki arti bagi masyarakat Indonesia, dan itulah maksud kami untuk memberikan pengertian melalui rekonsiliasi dan penyembuhan,” tambahnya. JAK-MB