Ket foto : Akademisi Unud Dr. Sudjana Budhi.
Denpasar (Metrobali.com)-
Polemik soal bantuan kepada desa pakraman di seluruh Bali tercatat paling menyita perhatian, karena adanya lompatan angka bantuan kepada desa pekraman dari Rp225 juta per desa pekraman menjadi sebesar Rp500 juta. Kajian akademik yang perlu disampaikan adalah bahwa upaya untuk memberikan perhatian yang lebih sungguh-sungguh kepada desa adat adalah patut di apresiasi, apakah dapat diwujudkan menjadi program yang dapat diimplementasikan? Tentu akan sangat tergantung kepada kemampuan pengelolaan keuangan daerah, untuk mewujudkan penerimaan daerah paling sedikit Rp3 triliun saat ini menjadi sekurang-kurangnya Rp4 atau Rp5 triliun dalam waktu satu atau dua tahun pemerintahan atau setidaknya dari tahun 2018/2019 sampai dengan tahun 2019/2020.
“Bahwa langkah dalam menyusun program bantuan dana desa sebesar 500 juta per tahun, adalah semangat yang pantas dihargai, meski untuk mewujudkan bantuan tersebut tidak dapat dilepaskan dari kinerja pengelolaan penerimaan keuangan daerah. Catatan yang saya dapat disampaikan dari aspek sumber-sumber penerimaan pemerintah Provinsi Bali adalah bersifat tidak langsung (indirect multiplier effect), yaitu bahwa pendapatan masyarakat harus terlebih dahulu mengalami peningkatan pendapatan, sehingga menjadi potensi bagi pemerintah provinsi untuk meningkatkan daya pungut pajak penerimaan. Ketika masyarakat tidak mendapatkan peluang baru dari proses pembentukan pendapatan yang tersedia, maka upaya pemerintah provinsi untuk meningkatkan penerimaan keuangan daerah dalam bentuk pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD),” ungkap Akademisi Unud Dr. Sudjana Budhi di Denpasar, Jumat (22/6/2018).
Maka itu menurutnya, justru menjadi sangat mundur, dimana pemerintahan provinsi dapat menjadi beban yang memberatkan masyarakat. Sangat berbeda dengan sumber-sumber penerimaan dari kabupaten Badung, kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar dan sejumlah kabupaten lainnya, yang memiliki basis penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang bersifat langsung (direct multiplier effect), dimana sumber pendapatan berasal dari transaksi dalam lingkungan bisnis, seperti pajak atas PHRI, sehingga proses penerimaan pajak pendapatan bersifat lebih segera dibandingkan dengan sumber penerimaan pendapatan asli daerah yang dilegalkan untuk wilayah pemerintahan provinsi Bali. “Bisa jadi, para pelaku bisnis tidak membelanjakan pendapatannya untuk membeli kendaraan baru, sehingga sumber pendapatan dari samsat Provinsi Bali menjadi tetap tidak berubah,” jelasnya.
Catatan lain berikutnya yang patut diperhatikan bagi semua pasangat calon yang akan menjadi pemenang dalam Pilgub yang akan datang, adalah bahwa bantuan kepada per desa adat sebesar Rp500 juta, jika memang benar dapat diwujudkan adalah perlunya memperhatikan jumlah organisasi desa adat yang bersangkutan, karena dulu semua wilayah desa adat, ada yang jumlah personal pada desa adat bersangkutan hanya sebesar 400 KK. Sebaliknya terdapat satuan unit organisasi desa adat dengan jumlah KK lebih dari 10 ribu. Jika diberikan bantuan berdasarkan organisasi desa adat, maka akan terjadi ketidak-adilan, karena sebaran desa adat di wilayah kabupaten Gianyar dan kabupaten Tabanan akan sangat diuntungkan. Sedangkan yang akan dirugikan adalah kota Denpasar, dengan desa adat yang lebih besar dibandingkan dengan desa dinas. (lihat Tabel 1).
“Kota Denpasar memiliki 10 desa dinas, dengan 16 desa adat, dengan jumlah penduduk 588 ribu, menjadi sangat tidak proporsional ketika dibandingkan dengan sebaran desa adat di kabupaten Gianyar, dengan 64 desa dan sebanyak 255 desa adat, dengan jumlah penduduk 469 ribu orang. Dengan fakta ini, maka bantuan per desa adat sebesar Rp500 juta, sekiranya dapat dievaluasi dari sisi jumlah KK atau jumlah orang per orang, sebagai basis dalam menentukan jumlah bantuan, sehingga menjadi lebih adil dan proporsional, karena sumber APBD sesungguhnya adalah milik rakyat, yang wajib di distribusikan secara adil dalam kebersamaan,” sentilnya.
Catatan terakhir yang patut diperhatikan dalam kerangka mewujudkan bantuan pemerintah Provinsi Bali kepada desa adat di Bali, adalah upaya Gubernur Bali yang akan datang untuk mengajak serta bupati/wali kota se-Bali untuk ikut serta berkontribusi dengan semangat kebersamaan untuk mewujudkan progran bantuan kepada desa adat di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan, sehingga kebersamaan dalam membangun masyarakat dapat mencerminkan kebersamaan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membangun percepatan pembangunan dan mewujudkan penguatan desa adat secara berkelanjutan.
Editor : Whraspati Radha