dr Made Suyasa Jaya

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Perkumpulan Obsitetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) cabang Denpasar dr Made Suyasa Jaya mengatakan, terkait UU Aborsi yang baru pihaknya menilai pemerintah terlalu lambat mengesahkan UU tersebut. Seharusnya UU yang melegalkan aborsi bagi wanita hamil ini sedari dulu sudah disahkan. Karena sekarang sudah disahkan maka pihaknya mendorong agar pemerintah membuat satu lembaga atau tim khusus untuk penanganan aborsi sebagaimana yang ditentukan oleh UU.

 

“Hanya masalah komunikasi ketika dokter berhadapan dengan pasien, sekarang masalah yang harus kita pikirkan adalah adanya satu lembaga untuk menangani aborsi tim ini terdiri dari dokter yang berkompeten ada psikolog, orang tua, rohaniawan, tim ini yang memutuskan jangan hanya satu orang yang memutuskan tapi kehadiran lembaga aborsi ini bisa membantu ada opsi-opsi apakah pasien ini termasuk dalam aborsi kriminalis atau medis,” jelasnya di Denpasar, Rabu (27/8).

 

Lanjutnya, aborsi sendiri ada dua macam ada aborsi spontan dan aborsi provokatus. Aborsi spontan seperti keguguran alamiah itu dilegalkan sementara yang provokatus seperti aborsi kriminalis dan medis juga didukung olehnya.

 

“Contoh abortus kriminalis itu anak remaja yang hamil karena diperkosa itu saya dukung yang abortus bersifat medis seperti ibu hamil dengan penyakit jantung kalau dipaksakan bisa membahayakan janin hal-hal seperti inilah yang saya dukung namun bukan berati saya dorong untuk aborsi saya anti seperti itu,” tandasnya.

 

Meski angka kasus aborsi karena merupakan mal praktek di Bali angkanya nol atau sedikit, hal ini menurutnya harus dipahami secara serius oleh masyarakat baik orang tua yang memiliki anak perempuan yang masih gadis/remaja, maupun wanita yang tengah hamil dan semua perempuan yang merasa bahwa alat reproduksinya harus dijaga sedari dini.

 

Selain diusulkan adanya lembaga khusus penanganan aborsi, dia juga mengusulkan agar pendidikan alat reproduksi atau rahim bisa dimasukkan ke kurikulum SMP dan SMU. Dengan dimasukan ke kurikulum menurut Suyasa, bisa mencegah terjadinya angka aborsi. Dan ketika UU yang melegalkan aborsi disahkan di Indonesia memang tidak serta merta bisa diterima dengan mudah di mata masyarakat, karena banyak pro dan kontra. SIA-MB