Soekarwo

Surabaya (Metrobali.com)-

Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) diperbolehkan rapat di hotel, namun dengan syarat ruangan di kantor pemerintahan tidak cukup menggelar karena banyaknya peserta dan sudah melalui pemberitahuan gubernur setempat.

“Kalau memang tidak ada ruangan besar di kantor maka bisa menggelar rapat di hotel,” ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Senin (2/3).

Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo tersebut mengaku telah menyampaikannya bersama semua kepala daerah provinsi lainnya se-Indonesia di hadapan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada kesempatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Maluku, Jumat (27/2).

Sebelumnya, berdasarkan Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Nomor 11/2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor, disebutkan PNS dilarang rapat di luar kantor, termasuk di hotel.

Saat ini, lanjut dia, bagi PNS di pemerintahan daerah yang memiliki program dan mengharuskan rapat mengundang banyak orang maka dipersilahkan, namun juga harus disertai surat pemberitahuan ke gubernur.

“Surat harus dilayangkan sebagai pemberitahuan, dan gubernur bisa mengambil kebijakan. Rapat silahkan di hotel, tapi ya itu tadi, kalau memang ruangan di kantor tidak cukup,” tukasnya.

Menurut dia, kalau rapat tidak diperbolehkan sama sekali di luar kantor dan terpaksa menyewa tenda disertai pendingin (AC) maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih mahal daripada menyewa ruangan di hotel.

“Apalagi rata-rata ruangan di kantor memang dipersiapkan untuk rapat dengan banyak,” kata mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim tersebut.

Sementara itu, terkait SE Kemenpan lainnya tentang Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Kerja, Pakde karwo menekankan efektifitas daripada aspek efisiensi dalam pengelolaan pemerintahan daerah.

“Sebagai hal yang menarik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan itu, diminta oleh undang-undang untuk lebih efisiensi dan efektifitas. Tapi sebagai kritikal, kita sebagai pemerintahan adalah bagaimana menempatkan soal efektifitas dulu dari pada efisiensi,” ucapnya.

Ia menyampaikan, mengurus masyarakat di tingkat bawah itu tidak menganut sistem efisiensi, tetapi upaya itu harus dilakukan dengan cara efektifitas, terutama yang kalah dalam pertarungan liberalisasi.

Karena itulah pihaknya meminta adanya sebuah kejelasan dalam konsep desentralisasi, yang mana kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota bisa semakin diperjelas.

“Ini harus jelas dalam pengaturan dan perlu diusulkan oleh para pakar APPSI untuk mempercepat pembangunan. Caranya dengan meletakkan gubernur sebagai rentang kendali pergerakan pembangunan daerah,” tukasnya. AN-MB