Denpasar (Metrobali.com)-

Sejumlah akademisi, praktisi, seniman, dan budayawan serta para tokoh masyarakat dan kalangan mahasiswa dan pelajar duduk bersama sambil debat kusir dalam diskusi kebudayaan di Nabeshima Creative Space, Jalan Padma, Gang Harum No.5 Denpasar, Jumat (14/9) malam lalu. Diskusi kebudayaan ini mengangkat tajuk Pesta Kesenian Bali: Apakah Masih Membanggakan, Apakah Masih Diperlukan ?. Dan, menghadirkan narasumber, yakni Prof. Dr. I Wayan Dibia dan Wayan Gede Yudane, serta dipandu moderator Ketut Syahruwardi Abbas.

Diskusi kebudayaan ini berlangsung cukup hangat dan sangat seru dalam suasana santai tapi serius. Bahkan mampu menggelitik lahirnya berbagai pemikiran kritis untuk membenahi konstruksi pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke depan. Sehingga mampu menjadi wahana penggalian, pelestarian dan pengembangan seni budaya bangsa yang berbasis kearifan budaya lokal Bali secara berkelanjutan. Demi upaya penguatan karakter bangsa serta daya saing bangsa di kancah internasional.

Dalam kesempatan itu, komposer Wayan Gede Yudane, secara blak-blakan mengatakan bahwa jika mengacu pada spirit awalnya memang PKB memang sudah selesai dan tidak jadi masalah karena cukup sukses menjadi wadah penggalian, pelestarian dan pengembangan kesenian di setiap kabupaten/kota se-Bali. Tapi, kemudian dengan adanya perkembangan dan tuntutan dari berbagai kepentingan masyarakat memang PKB perlu dibenahi dari segi kualitas.

Dalam konteks ini, PKB bukan dijadikan pesta dagang, melainkan betul-betul menjadi pesta kesenian Bali yang mengadopsi berbagai karya cipta kreatif para seniman di setiap kabupaten/kota se-Bali. “Bukan seperti saat ini, dimana PKB justru menjadi pesta dagang di tengah kreativitas berkesenian yang selalu semarak dengan masalah klasik dari tahun ke tahun seperti parkir dan stan dagang, serta lainnya,” sentilnya.

Sementara itu, Prof. Dr. I Wayan Dibia, guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mengatakan bahwa jika melihat perkembangan globalisasi saat ini, PKB menjadi sangat penting sebagai media edukasi publik di bidang pendidikan seni budaya dan sekaligus sebagai upaya diplomasi budaya demi penguatan daya saing bangsa di kancah internasional. Maka itulah, ke depan manejemen penyelenggaraan PKB mesti dibenahi dan dikelola secara lebih profesional. Artinya, program kesenian yang disajikan di PKB tidak lagi mengejar kuantitas, melainkan justru diprioritaskan untuk mencapai peningkatan mutu dan kualitas berstandar internasional.

Di samping itu, perlu adanya kuratorial atau kurasi terhadap kesenian partisipasi baik nasional maupun internasional dengan berbagai kajian dan pertimbangan secara lebih proporsional dan profesional. Sehingga, dapat menjadi media pembanding sekaligus motivasi bagi seniman Bali dalam proses berkesenian untuk menciptakan karya kreatif inovatif yang lebih unggul dan berkualitas. Dalam konteks ini, PKB itu masih diperlukan, tapi harus disajikan dengan mutu dan kualitas yang lebih baik dan berstandar internasional. “Demi upaya mencapai visi dan misi go internasional sebagai media promosi pariwisata bangsa secara mendunia,” tegasnya.

Lebih jauh,  Kadek Suardana, pemilik Nabeshima Creative Space, mengatakan bahwa diskusi kebudayaan ini merupakan ajang para akademisi, praktisi, budayawan, dan tokoh masyarakat serta kalangan pelajar dan mahasiswa untuk dapat berperan secara proaktif dalam mengkritisi berbagai persoalan bangsa terutama di bidang pendidikan seni budaya. Sebagai upaya peningkatan penggalian, pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa yang berbasis kearifan budaya lokal khas Bali secara berkelanjutan. Yang pasti, segala bentuk wacana yang muncul pada diskusi kebudayaan ini termasuk tentang PKB nantinya akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi dan langsung diserahkan kepada berbagai pihak terkait, terutamanya instansi pemerintahan di bidangnya. Dengan harapan, rekomendasi ini dapat menjadi acuan penting bagi politik kebijakan di bidang kebudayaan bangsa ke depannya. “Sehingga PKB dapat berkembang, dan berkelanjutan sesuai dengan konteks perubahan zaman tanpa kehilangan daya kreatif dan jati diri/identitasnya,” harapnya. IJA-MB