Gubernur Bali saat meninjau pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) belum lama ini.

 Gubernur Bali Made Mangku Pastika didampingi staf saat meninjau pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) belum lama ini.

KESAN publik terhadap pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) setiap tahun masih monotun memang tidak salah dan sah sah saja. Karena faktanya memang begitu adanya. Hanya saja perlu dipertegas dengan argumentasi yang logis dan masuk akal atau berlogika.

Secara program unggulan memang monotun, karena itu sudah menjadi panduan baku pelaksanaan PKB setiap tahun, yakni pawai dan pembukaan, parade dan pagelaran, lomba, workshop kewanitaan, pameran seni rupa, pameran kerajinan, kuliner, serta publikasi, dokumentasi, film dokumenter.

Namun, secara isian atau materi kegiatan setiap sub-program unggulan tersebut selalu berbeda sesuai acuan tema lima tahunan dan berdasarkan proses hasil kurasi atau seleksi para tim kurator dan pembina dari kepanitiaan PKB setiap tahun.

Sorotan monotun yang perlu mendapatkan perhatian dan sentuhan tersendiri sebagai upaya pembenahan dalam pelaksanaan PKB selanjutnya adalah pemanfaatan lahan atau areal UPT Taman Budaya (arts centre) Bali secara optimal sebagai upaya strategis mengatasi persoalan parkir seniman, pejabat/undangan, panitia, jurnalis, dan staf pegawai dari instansi terkait.

Untuk parkir seniman di sebelah Timur panggung terbuka Ardha Candra (arts centre) Bali sudah cukup baik. Hanya saja belum ada petunjuk garis parkir yang memadai sehingga seringkali parkir tidak rapi dan semrawut serta selalu krodit saat keluar masuk kendaraan seniman. Ini artinya belum ada terobosan pembenahan dalam pelaksanaan PKB tahun ini.

Begitu juga pemanfaatan parkir seniman dan panitia serta pejabat di sebelah Selatan panggung terbuka Ardha Candra, (arts centre) Bali, yang belum ada petunjuk garis parkir untuk mengoptimalkan keterbatasan areal parkir selama pelaksanaan PKB berlangsung. Kesan semrawut dan krodit pun belum bisa diatasi dengan baik dan cepat.

Bahkan, tak hanya itu keberadaan pangggung untuk keamanan pun justru semakin mempersempit areal parkir yang tersedia. Sudah sepatutnya, panggung tersebut dipindah atau digeser ke areal di sebelum Utara (dari tempatnya saat ini) atau jalan keluar masuk UPT Taman Budaya (arts centre) Bali dari gerbang utama Selatan.

Celakanya lagi, pintu keluar masuk dari gapura megah di sebelah Utara panggung terbuka Ardha Candra (arts centre) Bali seakan tak pernah mendapatkan sentuhan pembenahan. Sehingga, acapkali digunakan pihak lain yang mengatasnamakan desa adat/desa pekraman sebagai parkir komersial. Ini artinya kesan monuton sebagai tempat pembuangan sampah masih menjadi sorotan publik setiap pelaksanaan PKB selama ini.

Semestinya sudah ada terobosan baru untuk mengatasi beragam persoalan yang terlanjur terjadi secara masif, terstruktur dan sistemik sebagai budaya salah kaprah setiap pelaksanaan PKB selama ini. Ini tentunya, kalau saja semua pihak terutama kepanitiaan PKB mampu bekerja serius dan sungguh-sungguh dengan rasa bakti ngayah tulus ikhlas serta pengabdian tanpa pamrih untuk menjaga, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan bangsa berbasis kearifan lokal khas Bali yang telah dikonstruksi dalam pelaksanaan PKB setiap tahunnya.

Gubernur Bali, Made Mangku Pastika saat menikmati sajian kesenian dalam pelaksanaan PKB tahun ini di UPT Taman Budaya (arts centre) sempat mengeluhkan sikap warga masyarakat Bali selama ini yang semakin malas dan sulit untuk diajak berbenah atau berubah tanpa adanya tindakan keras atau dipaksa. “Orang Bali memang sangat sulit diajak maju. Artinya, sulit diajak berbenah atau berubah untuk menjadi lebih baik ke depannya. Jadi memang harus dipaksa agar disiplin dan tertib,” tegasnya di ruang media centre PKB, Jumat (23/6).

Menariknya, gubernur Bali, Made Mangku Pastika bahkan sontak merespon positif dan sekaligus memerintahkan Kepala Dinas (Kadisbud) Bali, Drs Dewa Putu Beratha, M.Si menindaklanjuti setiap saran dan masukan dari Tim Pengawas Independen PKB tahun ini.

Dalam kesempatan itu, Sekretaris Tim Pengawas Independen PKB tahun ini, I Nyoman Wija, SE, Ak. M.Si menyampaikan hasil rapat evaluasi mingguan terkait pemanfaatan pintu keluar masuk dari gapura megah di sebelah Utara panggung terbuka Ardha Candra (arts centre) Bali secara optimal seperti pintu keluar masuk gerbang utama di sebelah Selatan UPT Taman Budaya (arts centre) Bali.

“Coba ditindaklanjuti setiap saran atau masukan tim pengawas independen PKB. Bilamana perlu libatkan seluruh tim keamanan untuk mengaturnya. Untuk pembenahan pelaksanaan PKB tahun ini tentunya,” tegas Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Selanjutnya, Kepala Dinas (Kadisbud) Bali, Drs Dewa Putu Beratha, M.Si pun berjanji akan menindaklanjuti setiap saran dan masukan tim Pengawas Independen PKB. “Kita pasti akan bahas dan sampaikan dalam rapat evaluasi pada Senin (26/6) agar bisa direalisasikan secepatnya,” janjinya.

Sayangnya, segala upaya pembenahan yang disarankan ataupun atas dasar rekomendasi tim pengawas independen hingga memasuki detik akhir pelaksanaan PKB ke -39 tahun ini tak pernah ada yang terwujud. Bahkan, celakanya lagi tim pengawas independen setiap akan bertugas saat hendak parkir kendaraan baik di areal sebelah selatan pintu masuk utama maupun areal parkir depan panggung terbuka Ardha Candra (arts centre) Bali selalu dihalang-halangi.

Dalam konteks ini, kepanitian PKB terkait keamanan terkesan melakukan penolakan terhadap kehadiran tim pengawas independen. Terlebih, kewenangan tim pengawas independen diwajibkan untuk melakukan pengawas sekaligus koreksi dengan melaporkan langsung kepada penyelenggara PKB dalam hal ini Kadisbud Bali bahkan Gubernur Bali.

“Kehadiran kami, tim pengawas independen seakan tidak dianggap penting seperti halnya kehadiran para pejabat/undangan pemerintahan. Padahal kami bagian dari kepanitiaan dan punya tugas sangat jelas dan konkrit untuk pembenahan kualitas penyelenggaraan, dan pencitraan PKB ke depan. Ini artinya, mereka yang menolak kami disinyalir memang tidak mau berbenah diri atas kinerjanya selama ini,” tegas Prof. Dr. I Made Bandem, MA, selaku ketua tim pengawas independen, yang diamini anggota lainnya.

Lebih lanjut, seniman akademis ini menegaskan bahwa secara garis besarnya pelaksanaan PKB tahun ini sudah lebih baik dari tahun sebelumnya, meskipun masih banyak catatan yang bersifat pengulangan. Artinya, persoalannya tidak pernah dapat dituntaskan atau dengan kata lain telah terjadi pembiaran.

Di antaranya masalah premanisme, ego sektoral atas penguasaan kampus ISI Denpasar, pencaplokan ruang publik seperti bahu jalan dan trotoar yang merupakan aksesbilitas utama selama pelaksanaan PKB berlangsung untuk parkir komersial berbasis desa Adat/pekraman, dan lain sebagainya. “Hal ini harus mendapatkan perhatian serius dan tidak boleh terjadi lagi dalam pelaksanaan PKB tahun depan,” tegasnya, prihatin sekaligus mengingatkan.

Semestinya, ruang publik harus bersih dari kepentingan pribadi maupun kelompok/golongan atas nama desa Adat/pekraman. Pertanyaan besarnya kenapa terjadi pembiaran. Di mana penguasa Kota Denpasar?. Atas nama otonomi daerah, Wali Kota Denpasar, I.B. Rai Dharmawijawa Mantra, SE, Msi pun sudah seharusnya bersikap atas realitas sosial ini, sehingga tidak dicap publik membiarkan terjadinya konstruksi budaya salah kaprah dalam kehidupan masyarakatnya. Apalagi, terkesan desa Adat/pekraman semakin kebal hukum. Mengingat, Kota Denpasar menjadi tempat berdirinya UPT Taman Budaya (arts centre) Bali, sekaligus pelaksanaan PKB setiap tahun.

Kini, publik pun menanti kinerja Wali Kota Denpasar, I.B. Rai Dharmawijawa Mantra, SE, Msi untuk mengatasi sekaligus membenahi perilaku ego sektoral yang dipertontonkan di depan publik secara masif, terstruktur dan sistemik oleh oknum perangkat atau pengurus desa Adat/pekraman setempat terutama yang berada di sekitar kawasan UPT Taman Budaya (arts centre) Bali selama pelaksanaan PKB berlangsung setiap tahunnya. (wb)