Oleh : I Gde Sudibya

PPDB Online dalam penerimaan siswa baru di SMP Negeri & SMA Negeri telah merusak jiwa generasi muda sebagai generasi penerus bangsa khususnya di Bali. Dimana setiap penerimaan siswa tahun ajaran baru di SMP Negeri & SMA Negeri di jadikan ajang adu kekuatan oleh para oknum politisi membawa map para team suksesnya agar bisa adu gengsi masuk ke sekolah negeri pavorit.

Hal ini telah menghancurkan kualitas pendidikan Generasi Muda di Bali, apalagi telah berlangsung lama sejak puluhan tahun di masa reformasi ini. Pilkada Serentak harus bisa melahirkan pemimpin yang menghapus praktek penerimaan siswa negeri lewat jalur titipan. Jangan demi melanggengkan kekuasaan politik, masa depan generasi muda Bali di hancurkan dengan cara cara kurang bermartabat.

Penulis setuju, pendapat yang cerdas dengan visi ke depan. Pendidikan generasi muda, kader-kader bangsa di masa depan, jangan direcoki dan bahkan diracuni oleh kepentingan politik praktis yang tidak bertanggung-jawab. Jika abai dengan masalah ini maka kualitas bangsa dan masa depan bangsa akan  menjadi taruhannya.
Ada ucapan seorang filsof dan sejarahwan Inggris ternama, yang menginsipirasi dunia: kemenangan pasukan Inggris, UK ( United Kingdom ) di Perang Dunia I dan II, terutama tidak ditentukan di medan perang dan juga di Akademi Militer,  tetapi mulai ditentukan oleh proses pembelajaran di taman-taman, tempat area bermain siswa belia di TK ( Taman Kanak-kanak ).
Politik itu bermartabat
Politik telah menjadi panglima di negeri ini, tidak dalam pengertian keutamaan berpolitik ( political virtue ) sebagaimama diteladan-wariskan oleh The Foinding Fathers, tetapi prilaku politik dari sisi buramnya: pragmatisme, transaksional, sarat pamrih pribadi dan kelompok kecil, dan cendrung menghalalkan semua  cara. Mengingkari prilaku politik, apa yang disebutkan Mahatma Gandhi: means justifying the goal, cara mesti semulya tujuan. Tujuan mulya, harus dicapai dengan cara-cara bermartabat. Negarawan ini menjadi panutan dari Soekarno dan Soetan Sjahrir di masa muda perjuangannya.
Prilaku politik yang tidak membuat warga menjadi cerdas, boro-boro tercerahkan, istilah kerennya political enlightment. Yang terjadi sebaliknya, manuver politik dengan muatan hoax dan sejenisnya, membuat warga tergerus akal sehat dan kecerdasannya, dan terjadi dalam hiruk pikuk politik, political crowd, proses pembododohan politik, yang dari sisi sosiologi merupakan bagian awal dari proses pemiskinan rakyat, people impavorishment. Kecendrungan politik yang sebenarnya sangat berbahaya dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara.
Kondisi di atas menjadi semakin parah, dengan munculnya fenomena intervensi kepentingan politik praktis dalam penerimaan siswa baru. Intervensi di dunia pendidikan yang sangat berbahaya, yang menafikan dan mengingkari: kejujuran, obyektivitas, prestasi otentik yang merupakan jiwa dari aktivitas pendidikan. Sikap mental menerabas di dunia pendidikan, kong kali kong, kolusi di dunia pendidikan, amat sangat berbahaya dalam pembentukan watak dan kualitas generasi muda kita. Meninggalkan ” bom waktu ” bagi masa depan bangsa. Sudah tentu, kita, generasi sekarang, tidak ingin diberikan label generasi  pembawa” kutukan” oleh generasi baru di kemudian hari.
Politisasi pendidikan tidak hanya terjadi di tingkat penerimaan siswa baru. Yang tidak kalah berbahayanya, jika politisasi ini memasuki ranah birokrasi, politasasi birokrasi, yang membuat kebijakan keluar dari ranah dan kebijakan birokrasi yang sehat. Politisasi yang memasuki jantung sistem pendidikan, dalam penunjukan kepala dinas pendidikan, dan jabatan srtrategis lainnya di dunia pendidikan, recrutment, selection, promotion bagi para pendidik.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, ekonom dan konsultan ekonomi. Pembicara publik tentang isu: Pengembangan SDM, Ethos Kerja dan Kepemimpinan.