sby 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Mari kita bandingkan dengan rasio utang terhadap PDB negara-negara maju yang terus tinggi, Jepang 227,2 persen, Amerika Serikat 101,5 persen, atau Jerman 78,4 persen. Dalam hal ini, rasio utang terhadap PDB Indonesia adalah yang terendah diantara negara-negara G-20.

Kita juga telah melunasi utang kita kepada IMF, dan melaku-kannya 4 tahun lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Salah satu momen yang akan selalu saya ingat sebagai Presiden adalah ketika menerima Managing Director IMF di kantor saya, dan waktu itu, justru Indonesia-lah yang balik memberikan masukan bagaimana cara mereformasi IMF. Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF, yang semua kebijakan dan perencanaan ekonominya harus didikte oleh IMF.

Hibah juga bukan lagi faktor penentu dalam pembangunan kita. Kita tetap menerima hibah dari negara sahabat, dan kita hargai sepanjang diberikan dengan itikad baik dan semangat persahabatan. Namun hibah dari dunia internasional kini hanya berjumlah sekitar 0,7 persen dari seluruh anggaran nasional. Ini menandakan bahwa kita telah mencapai kemandirian ekonomi yang makin signifikan.

Keempat, kita juga telah berhasil mencetak sejumlah prestasi ekonomi. Anggaran pembangunan kini mencapai Rp1.842,5 triliun, tertinggi dalam sejarah Indonesia. Cadangan devisa kita saat ini telah mencapai 110,5 miliar dollar Amerika Serikat, setelah sebelum-nya pernah mencapai 124,6 miliar dolar Amerika Serikat yang juga tertinggi dalam sejarah. Volume perdagangan kita dalam 10 tahun terakhir mencapai sekitar 400 miliar dollar, tertinggi dalam sejarah, walaupun belakangan ini kita mengalami penurunan nilai ekspor. Nilai investasi baik dari luar negeri maupun dalam negeri dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp2.296,6 triliun, juga tertinggi dalam sejarah. Sementara itu, dalam waktu 9 tahun, pendapatan per kapita rakyat Indonesia meningkat hampir tiga setengah kali lipat dari sekitar Rp10,5 juta tahun 2004 menjadi sekitar Rp36,6 juta pada tahun 2013. Di sini kita juga patut bersyukur karena faktanya, di tengah gejolak dan krisis ekonomi global yang sering terjadi, tidak banyak bangsa di dunia yang bisa melakukan hal ini.

Kelima, Indonesia telah menjadi anggota G-20. Ini menandakan bahwa posisi Indonesia dalam peta ekonomi dunia sudah jauh berubah. G-20 di abad ke-21 telah menjadi forum utama untuk melakukan kerja sama ekonomi internasional. Dalam forum itu, kita berdiri sejajar dan duduk setara dengan negara-negara maju dan ekonomi besar lainnya. Indonesia tidak lagi melihat proses keputus-an ekonomi dunia dari luar atau di pinggiran, kini kita ikut membuat keputusan ekonomi dunia tersebut dari dalam sebagai anggota G-20. Pendek kata, Indonesia telah menjadi salah satu pemain inti dalam ekonomi internasional. Kita tidak punya alasan menjadi bangsa yang rendah diri, yang gemar menyalahkan dunia atas segala per-masalahan yang terjadi. Kita harus meyakini bahwa Indonesia di abad ke-21 adalah bagian dari solusi dunia.

Namun, sekali lagi, kita tidak boleh berpuas diri dan takabur melihat semua ini. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi bangsa kita masih banyak. Pekerjaan rumah kita tidak sedikit. Salah satu tantangan terbesar kita adalah bagaimana mengubah nasib puluhan juta rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah atau di sekitar garis kemiskinan, ke arah yang lebih sejahtera.

Saudara-Saudara, Sejak awal, saya meyakini bahwa esensi pembangunan adalah pemberdayaan. Dalam semua kegiatan sosial ekonomi yang kita usung, pertanyaan utama yang harus selalu kita jawab adalah : apakah program ini ada manfaat yang riil bagi masyarakat? Karena itulah, Pemerintah tak henti-hentinya melaksanakan kebijakan pro-rakyat secara masif, baik yang berbasis bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, maupun pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Kebijakan pro-rakyat ini tidak dilakukan secara acak dan setengah hati, namun secara terencana, sistematis dan total.

Pelaksanaan PNPM Mandiri, misalnya, mengalami perkembang-an pesat dan saat ini setidaknya lebih dari seperempat penduduk Indonesia  sekitar 60 juta jiwa — baik di perdesaan maupun di perkotaan telah menikmati manfaat dari program ini, serta menjalani kehidupan ekonomi yang lebih mandiri. Di ribuan lokasi program PNPM, rakyat menentukan sendiri kegiatan ekonomi yang ingin di-lakukannya, menentukan anggaran yang dibutuhkan dari dana PNPM dan mempertanggung-jawabkannya secara akuntabel. Ini adalah contoh konkrit dimana kemitraan antara pemerintah dan masyarakat benar-benar dapat secara riil mengubah nasib rakyat kita. Dari perjalanan saya keliling tanah air, saya selalu mendengar harapan dari masyarakat agar program PNPM ini dapat terus dilanjutkan bahkan ditingkatkan.

Pemerintah juga terus menggiatkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), mengingat akses finansial adalah salah satu senjata paling ampuh melawan kemiskinan. Kita ingin agar program ini semakin diperluas dan mudah diakses rakyat. Kita terus memperbaiki pola penyaluran KUR, dan jumlah bank penyalur KUR terus ditambah dari semula 6 bank menjadi 33 bank. Sehingga jangkauan kredit yang disalurkan kepada UMKM dan koperasi juga terus meningkat. Selama tujuh tahun terakhir penyaluran KUR telah mencapai lebih dari Rp150 triliun dan diterima oleh sekitar 11 juta debitur, dengan tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan hanya sebesar 4 persen. Ini bukti yang nyata bahwa jika rakyat kita mendapatkan peluang dan bantuan untuk mengubah nasibnya, maka mereka akan berusaha keras untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan tersebut.

Program lain untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah Program Keluarga Harapan. Program ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia, utamanya melalui pendidikan dan kesehatan, pada kelompok masyarakat sangat miskin. Lebih dari 3 juta keluarga sangat miskin di 318 kabupaten dan kota telah terbantu oleh program ini.

Satu hal yang menggembirakan kita semua, di akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua ini, melalui dukung-an penuh wakil rakyat di DPR RI dan DPD RI, telah diundangkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, dana yang akan diterima setiap desa diperkirakan rata-rata akan mencapai sekitar satu miliar rupiah per tahun. Ini adalah suatu kebijakan nyata yang bila dilakukan dengan perencanaan yang baik dan pelaksanaan yang akuntabel, akan dapat mendorong peningkat-an produktifitas di 72.944 desa di seluruh Indonesia.

Saudara-saudara, pemenang Nobel bidang ekonomi Profesor Amartya Sen pernah menyatakan, syarat mutlak kemajuan suatu bangsa terletak di sektor pendidikan dan kesehatan. Karena itulah, sejak awal, pendidikan dan kesehatan terus menempati prioritas ter-tinggi dalam kebijakan dan program pemerintah. Pendidikan bukan sekedar urusan mengirim anak-anak kita ke sekolah. Pendidikan adalah cara yang paling tepat untuk memberantas kemiskinan, memperluas kelas menengah dan membangun Indonesia modern di abad ke-21.

Kita bersyukur bahwa sesuai mandat Konstitusi, anggaran pendidikan kita telah mencapai 20 persen lebih dari APBN. Namun kita juga harus mengingat bahwa penambahan anggaran saja tidak otomatis menjamin suksesnya pendidikan. Yang penting, akses dan kualitas pendidikan harus terus terjamin di semua tingkatan.

Satu masalah besar yang selama ini kita hadapi adalah banyaknya anak-anak dari keluarga miskin yang cerdas namun tidak mampu masuk perguruan tinggi. Untuk itu, Pemerintah telah me-luncurkan program inovatif Bidikmisi yang memberikan uang kuliah gratis, ditambah dengan uang saku, sekitar Rp600.000 per bulan. Sampai saat ini, sudah lebih dari 220.000 siswa yang masuk dalam program Bidikmisi, dan umumnya mereka berhasil meraih prestasi akademis dan non-akademis yang mengagumkan. Tidak jarang diantara mereka yang lulus dengan predikat cumlaude, bahkan dengan IPK sempurna 4. Saya sempat terharu mendengar cerita anak pengemudi becak bernama Raeni yang ikut Bidikmisi dan berhasil lulus dari Universitas Negeri Semarang dengan IPK 3,96.

Kini Pemerintah melalui dana abadi pendidikan, telah menyiap-kan beasiswa bagi mereka untuk melanjutkan ke jenjang S2 dan S3 di dalam maupun di luar negeri. Saya yakin, dalam kurun 5 – 10 tahun mendatang akan lahir ribuan Master dan Doktor, generasi baru dari keluarga miskin. Merekalah yang akan menjadi pemutus mata rantai kemiskinan, pengangkat harkat martabat keluarganya serta pengibar merah putih setinggi-tingginya.

Ini adalah bukti bahwa anak-anak kita, apapun latar-belakang-nya, mempunyai potensi yang luar biasa, asal mereka diberikan kesempatan.

Jangan lupa, dan ini juga merupakan kebanggaan bagi kita semua, bahwa dalam 10 tahun terakhir, anak-anak kita yang bersaing dalam berbagai Olimpiade Internasional telah 217 kali meraih medali emas, 389 kali meraih medali perak, dan 494 kali medali peru-nggu. Siapa bilang anak Indonesia tidak bisa bersaing dan unggul di panggung dunia? Untuk meningkatkan pemerataan akses dan kualitas pendidik-an, Pemerintah juga melaksanakan program afirmasi. Lulusan-lulusan sekolah menengah yang tinggal di wilayah timur Indonesia, seperti Papua dan Papua Barat dan daerah perbatasan, mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia.

Saya dapat katakan bahwa pemandangan yang paling indah di Indonesia bukan saja gunung tinggi, hutan lebat dan laut biru kita. Pemandangan yang paling indah adalah anak-anak kita yang setiap pagi berjalan ke sekolah dengan seragam yang bersih dan penuh ceria. Kita semua mempunyai kewajiban agar mereka dapat belajar dalam sarana sekolah yang nyaman, bersih dan sehat. Karena itulah, kita terus membangun sekolah baru dan ruang kelas baru, serta merehabilitasi ruang kelas yang sudah rusak. Sejak 2010, melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Gedung Sekolah telah diperbaiki hampir 300.000 ruang kelas di seluruh Indonesia.

Satu tantangan utama lapangan kerja kita adalah sekitar 49 persen pekerja kita masih berpendidikan SD. Ini membuat mobilitas ekonomi mereka menjadi sangat terbatas, dan berdampak panjang pada produktivitas nasional. Karena itu, saya gembira dapat meng-akhiri masa jabatan saya dengan berjalannya program Pendidikan Menengah Universal sejak tahun 2012. Insya Allah, generasi anak-anak kita akan hidup dalam sistem pendidikan dimana paling sedikit mereka akan mengenyam bukan 6 tahun, bukan 9 tahun namun 12 tahun pendidikan, bahkan kita dorong terus agar mereka bisa menikmati sampai Perguruan Tinggi. Esensinya, kita telah mengubah dan menaikkan program wajib belajar 9 tahun, menjadi wajib belajar 12 tahun.

Satu hal yang juga menggembirakan kita semua adalah jumlah anak-anak kita yang masuk ke perguruan tinggi terus meningkat secara drastis. Tahun 2004, setelah hampir 60 tahun merdeka, hanya 14 dari 100 anak usia 19 sampai 23 tahun yang masuk ke perguruan tinggi. Sejak itu, kita terus mencari dan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan jumlah ini. Hasilnya, kini, dari 100 anak usia 19 tahun, 30 telah masuk ke Perguruan Tinggi, atau 2 kali lipat dari 10 tahun sebelumnya. Ini tentu akan sangat berdampak pada pengem-bangan sumber daya manusia kita sekarang dan di masa mendatang. Inilah modal dasar kita : insan-insan Indonesia yang cerdas, berilmu dan mempunyai keterampilan.

Saudara-saudara, semua ini tidak ada artinya kalau tidak didukung oleh modal kesehatan. Di sini, permasalahannya juga serupa dengan di bidang pendidikan, yakni akses dan kualitas ter-hadap layanan kesehatan secara merata. Di seluruh dunia, termasuk di negara-negara maju, hal ini memang merupakan tantangan zaman. Mereka yang mampu dapat berobat pada dokter yang terbaik, namun mereka yang miskin bila terkena penyakit mematikan, kanker, atau yang sejenis hanya bisa menyerah pada nasib.

Karena itulah, setelah kita menjalankan Program Jaminan Kese-hatan Masyarakat sejak tahun 2005, tahun 2014 menjadi tonggak bersejarah bagi rakyat Indonesia dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan sistem ini, peserta BPJS berhak mendapat pelayanan kesehatan dan pengobatan, apapun penyakit yang dideritanya. Ini merupakan kebijakan publik yang bukan saja inovatif, namun juga revolusioner. Saya sadar betul bahwa implementasi BPJS ke depan akan masih banyak mengalami tantangan – terutama tantangan sumber daya manusia, finansial dan logistik. Namun saya juga yakin, dengan kerja keras kita semua, kita akan dapat mengatasinya demi rakyat kita. Kita patut berbangga karena Indonesia kini memiliki salah satu sistem Jaminan Kesehatan terbesar di dunia. Hingga awal bulan Agustus 2014, BPJS telah memberikan jaminan kesehatan untuk lebih dari 126,4 juta pendu-duk. Kita berharap, dengan upaya yang gigih, pada tahun 2019 jaminan kesehatan akan mencakup seluruh penduduk di seluruh tanah air.

Sumber daya manusia yang cerdas, terampil dan sehat akan menjadi modal utama kita dalam merintis proyek besar pembangun-an Indonesia yang dinamakan Masterplan Percepatan dan Perluas-an Pembangunan Ekonomi Indonesia, atau MP3EI. Indonesia maju di abad-21 tidak bisa hanya berpusat di Jakarta; Indonesia hanya akan maju secara nyata apabila segala potensi dan peluang yang ada di seluruh propinsi, kabupaten, kota dan desa di Indonesia dapat dibangun bersama secara produktif. Kita semua senang melihat Makasar mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari Tiongkok; melihat Kabupaten Badung menjadi lokasi turis utama di Asia; melihat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memangkas angka kemiskinan dari 20 persen menjadi 9 persen hanya dalam waktu 3 tahun; melihat Bandung berambisi membangun Silicon Valley Indonesia; melihat Maluku berikhtiar menjadi lumbung perikanan nasional; melihat Surabaya diakui dunia sebagai salah satu kota percontohan, serta banyak contoh lainnya di seluruh tanah air.

Untuk mempercepat pembangunan antarwilayah, kita telah memulai pembangunan enam koridor ekonomi yang diharapkan dapat menstimulasi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan klaster-klaster industri di masing-masing koridor, dengan menggali potensi dan keunggulan daerah.

Sejak pemerintah canangkan pada tahun 2011, MP3EI telah merealisasikan lebih dari 382 proyek, yang terdiri dari 208 proyek infrastruktur dan 174 proyek sektor riil, dengan nilai tidak kurang dari Rp854 triliun. Yang menggembirakan adalah mayoritas per-cepatan pembangunan infrastruktur dan sektor riil terjadi di luar Jawa dengan total nilai proyek sebesar Rp544 triliun. Kita bangga melihat berdirinya bandar udara yang megah dan modern di Makassar, Balikpapan, Medan dan Bali – tidak kalah megah dari bandara internasional Soekarno-Hatta. Kita berbesar hati melihat jalan tol atas laut di Bali, jalur kereta api baru dari bandara ke pusat kota Medan, atau jembatan Kelok Sembilan di Sumatera Barat, yang kesemuanya makin memacu kegiatan ekonomi masyarakat.

Namun kita juga harus mengakui bahwa masih banyak tan-tangan infrastruktur kita ke depan. Banyak proyek-proyek infrastruk-tur yang lama terhambat pelaksanaannya bahkan terhenti — baik karena alasan politik, birokrasi atau logistik. Ini tetap merupakan pekerjaan rumah besar kita, karena tidak mungkin Indonesia menjadi raksasa ekonomi Asia tanpa infrastruktur yang makin lengkap, ber-kualitas dan modern. Dengan MP3EI, kita berharap akan lebih banyak lagi muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan infra-struktur baru di seluruh Indonesia.

Saudara-saudara, Kita dapat menarik nafas lega karena sejak 2004, angka kemis-kinan terus menurun, walaupun sempat ada masa angka ini mening-kat, khususnya di tahun 2005, karena krisis kenaikan harga minyak di dunia. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin sekitar 4,5 juta orang. Pada tahun 2009, persentase penduduk miskin masih mencapai 14 persen atau sekitar 32 juta penduduk berada di bawah garis kemis-kinan. Pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan turun menjadi 11 persen atau sekitar 28 juta penduduk. Walaupun terus menurun, kita tetap tidak puas dengan angka ini, dan kita akan terus berupaya mencapai angka nol kemiskinan absolut di bumi Indonesia.

Namun efektivitas pembangunan nasional tidak semata-mata diukur dari pengentasan kemiskinan. Ukuran lain yang juga penting adalah : pertumbuhan kelas menengah. Sebenarnya, Pemerintah selama ini mempunyai tujuan ganda — twin objective — yakni me-nurunkan secara sistematis dan signifikan angka kemiskinan, dan bersamaan dengan itu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kelas menengah.

Di abad ke-21, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kemajuan Indonesia bukan diukur dari jumlah konglomerat, namun diukur dari jumlah kelas menengah. Kalau jumlah kelas menengah terus membe-sar, berarti kemiskinan otomatis menurun, karena yang masuk menjadi kelas menengah adalah dari golongan miskin yang berhasil mengubah nasibnya – buruh tani yang menjadi pemilik lahan; karyawan yang menjadi manajemen; si miskin yang menjadi pengu-saha, dosen atau pejabat.

Karena itulah, kebijakan pembangunan kita harus terus mendo-rong pertumbuhan kelas menengah. Ini kita lakukan dengan men-jamin kemudahan berbisnis, dengan menganakemaskan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kita, dengan membangun infrastruktur serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai, dan upaya lainnya. Indonesia kini mempunyai kelas menengah yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut satu sumber, jumlah kelas menengah di Indonesia bertambah sekitar 8 juta orang per tahun. Kita harus terus menjaga momentum positif ini karena secara global, revolusi besar yang akan kita saksikan di abad ke-21 adalah revolusi transformatif dan kreatif yang akan dimotori oleh kelas menengah.

Dengan segala capaian dan kekurangan kita, pertemuan World Economic Forum di Filipina tahun ini secara terbuka menyatakan bahwa Indonesia beruntung dapat mengalami ‘golden decade’ — dekade emas selama 10 tahun terakhir ini. Ini bukan basa-basi : ini adalah penilaian obyektif dari suatu badan internasional yang inde-penden dan prestisius. Dalam dunia serba labil yang penuh dengan gejolak, Indonesia bersyukur dapat menikmati stabilitas politik, perdamaian, pertumbuhan ekonomi dan kerukunan sosial. Hal ini telah dicatat dan diapresiasi oleh masyarakat dunia, sehingga meningkatkan modal politik Indonesia dalam percaturan internasional. AN-MB