pidato presiden 2014

Jakarta (Metrobali.com)-

Berikut disampaikan selengkapnya isi Pidato Kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka HUT ke-69 Proklamasi Kemerdekaan RI di depan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI di Senayan, Jakarta, Jumat: PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DALAM RANGKA HUT KE-69 PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA DI DEPAN SIDANG BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 15 Agustus 2014 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara, Yang Mulia para Duta Besar Negara-Negara Sahabat, dan para Pimpinan Perwakilan Badan dan Organisasi Internasional, Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air, Hadirin sekalian yang saya muliakan, Mengawali pidato ini, saya mengajak hadirin sekalian, untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya,kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengab-dian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara tercinta.

Kita juga bersyukur, pada hari yang istimewa ini, kita dapat menghadiri Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-69 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Masih dalam suasana Idul Fitri, pada kesempatan yang membahagiakan ini, saya ingin menyampaikan ucapan Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 Hijriyah kepada kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf atas segala kekhilafan dalam mengemban amanat rakyat selama ini.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pidato kenegaraan kali ini akan dilanjutkan siang nanti, dengan Pidato Pengantar RAPBN Tahun Anggaran 2015 beserta Nota Keuangannya. Kedua pidato yang saya sampaikan di depan para wakil rakyat dan wakil daerah hari ini, sesungguhnya juga saya tujukan kepada seluruh rakyat Indonesia di mana pun berada.

Saudara-saudara, Sebentar lagi, seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, akan dengan penuh suka cita merayakan proklamasi ke-merdekaan bangsa Indonesia, sebuah peristiwa yang amat ber-sejarah. Melalui proklamasi yang sederhana dan singkat, dari Jalan Pegangsaan, para pendiri bangsa mengobarkan suatu revolusi kemerdekaan yang menginspirasi bangsa-bangsa lain, melahirkan Republik besar di Asia, dan membuka sejarah Indonesia modern.

Sepanjang masa, Generasi-45 akan dikenang sebagai generasi emas yang mengubah nasib bangsa dengan semangat perjuangan, pengabdian dan pengorbanan yang luar biasa. Etos inilah yang harus selalu kita dan semua anak cucu kita tauladani bersama.

Setelah 69 tahun merdeka, saya yakin para pendiri bangsa akan bersyukur dan bergembira melihat transformasi bangsa Indonesia di abad-21.

Dari bangsa yang sewaktu merdeka sebagian besar penduduk-nya buta huruf, rakyat Indonesia kini mempunyai sistem pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu sekolah, 3 juta guru dan 50 juta siswa.

Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income country, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar dunia, dan bahkan menurut Bank Dunia telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia jika dihitung dari purchasing power parity.

Dari bangsa yang seluruh penduduknya miskin di tahun 1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas menengah terbesar di Asia Tenggara  dan salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah yang tercepat di Asia.

Dari bangsa yang kerap jatuh bangun diterpa badai politik dan ekonomi, kita telah berhasil mengkonsolidasikan diri menjadi demokrasi ketiga terbesar di dunia.

Pendek kata, setelah hampir 7 dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21 terus tumbuh menjadi bangsa yang semakin bersatu, semakin damai, semakin makmur, dan semakin demokratis.

Kita mengatakan semua capaian ini tidak untuk berpuas diri atau menepuk dada. Kita mengatakan ini untuk mengingatkan diri bahwa semua ini berawal dari revolusi 1945 yang dirintis para pendiri republik. Perjalanan kita sebagai bangsa sudah cukup panjang, dan terlepas dari berbagai permasalahan yang masih ada, serta segala kekurangan kita, sejarah menunjukkan bahwa perjuangan dan kerja keras bangsa Indonesia selama ini telah mengangkat derajat bangsa kita ke tingkat yang lebih tinggi.

Semua hal yang kita capai sebagai bangsa sebenarnya bukan monopoli siapapun. Semua itu adalah kulminasi gabungan dari sumbangsih dan kerja keras seluruh generasi, dari era Presiden Soekarno, era Presiden Suharto, era Presiden B.J. Habibie, era Presiden Abdurrachman Wahid, era Presiden Megawati Soekarno-putri, hingga era saya saat ini. Insya Allah, ke depan, akan dilanjutkan di era Presiden Indonesia ke-7 dan Presiden-Presiden berikutnya.

Sebagai bangsa yang menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, kita jangan sekali-kali menganggap remeh capaian bangsa ini. Kita bisa melihat sendiri penderitaan luar biasa yang dialami saudara-saudara kita di Gaza sekarang dan banyak negara di Timur Tengah. Tragedi Palestina yang masih berlangsung hingga detik ini mengingatkan bangsa kita betapa mahalnya harga kemerdekaan, persatuan dan perdamaian.

Saudara-saudara, Masih segar dalam ingatan saya, lima tahun lalu, tepat pada tanggal 20 Oktober 2009, saya menyampaikan kebijakan dasar dan program pemerintahan lima tahun ke depan yang dititik beratkan pada tiga agenda utama, yakni pembangunan demokrasi, penegakan keadilan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Tiga agenda besar ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan justru saling mendukung. Demokrasi tanpa keadilan adalah sesat. Keadilan tanpa kesejahteraan adalah semu. Kesejahteraan tanpa demokrasi adalah timpang.

Kita patut bersyukur bahwa, sejak bergulirnya reformasi, demokrasi kita terus tumbuh semakin kuat. Sebenarnya, dalam konteks realitas dunia sekarang, ini merupakan hal yang langka terjadi. Di berbagai belahan dunia, kita melihat berbagai contoh tran-sisi demokrasi yang mengalami stagnasi, menjadi layu dan bahkan akhirnya runtuh. Dunia juga bertaburan dengan contoh transisi demokrasi yang kerap dirundung konflik, instabilitas dan kemundur-an ekonomi. Jelas, transisi demokrasi adalah suatu proses yang penuh risiko dan tantangan.

Alhamdulillah, dengan ridho Allah SWT, dan dengan kerja keras kita semua, pembangunan demokrasi kita berjalan relatif baik. Dalam 15 tahun terakhir, kita telah 4 kali melakukan pemilu secara teratur dan damai. Dan dalam 15 tahun terakhir, kita telah 4 kali mengalami pergantian Pemerintah secara konstitusional dan damai pula.

Generasi kita juga telah mengukir sejarah : dalam beberapa tahun ini, untuk pertama kalinya, seluruh pemimpin daerah dari gubernur, bupati, walikota dan anggota DPRD telah dipilih langsung oleh rakyat. Ini telah mengubah total budaya dan dinamika politik Indonesia. Kita bersyukur, transformasi besar ini dapat kita capai secara damai tanpa gejolak politik yang sangat mengganggu.

Di tahun 2014 ini  yang banyak disebut sebagai tahun politik — bangsa kita untuk keempat kalinya sejak era reformasi kembali melaksanakan pemilihan umum. Tanggal 9 April, lebih dari 139 juta rakyat Indonesia berbondong-bondong memilih para wakil rakyat yang akan duduk di lembaga-lembaga legislatif. Dan tanggal 9 Juli, hampir 135 juta rakyat Indonesia menentukan pilihan pada dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, yakni pasangan nomor urut 1 Bapak Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Bapak Hatta Rajasa, dan pasangan nomor urut 2 Bapak Joko Widodo yang berpasangan dengan Bapak Jusuf Kalla.

Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak. Saat ini, kita masih menunggu proses akhir dari gugatan yang diajukan oleh pasangan Prabowo-Hatta kepada Mahkamah Konstitusi.

Yang penting, marilah kita semua bekerja sama untuk terus mengawal proses ini agar berlangsung secara konstitusional dan damai, serta selalu mengedepankan kepentingan dan masa depan rakyat Indonesia. Sama seperti sebelumnya, proses pemilu 2014 ini harus benar-benar menyuarakan nurani rakyat, dan bukan semata pertarungan elit politik. Saya yakin inilah yang paling diharapkan oleh rakyat kita pada saat ini.

Perjalanan bangsa Indonesia kini ditandai oleh politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, dan persatuan nasional yang semakin kokoh. Marilah kita terus jaga modal besar ini, agar dapat terus dinikmati generasi penerus.

Dalam kehidupan bernegara, satu hal yang perlu terus kita pelihara adalah kualitas demokrasi. Disini perlu kita bedakan antara demokrasi prosedural dan demokrasi substantif. Sekalipun berbeda namun keduanya sama pentingnya. Memang, demokrasi prosedural  dalam arti pembentukan partai politik, pelaksanaan pemilu dan pembentukan Pemerintah dan Parlemen — tidak otomatis menjamin demokrasi yang berkualitas.

Sementara itu, demokrasi yang berkualitas mempunyai banyak dimensi positif. Misalnya, tampilnya wakil-wakil rakyat yang bersih dan memiliki solusi terhadap masalah bangsa. Pemilihan umum yang menampilkan perdebatan yang bermutu dan persaingan yang sehat. Peran pers yang independen, kritis dan berintegritas. Surut-nya praktik money politics dalam pelaksanaan pemilu. Kecerdasan dan kematangan rakyat dalam memilih wakil-wakil mereka. Tumbuh-nya demokrasi di atas kearifan lokal yang sudah ratusan tahun mewarnai pertumbuhan rakyat kita. Dan terselesaikannya segala per-selisihan dalam pemilu secara damai dan konstitusional. Inilah demokrasi yang tengah kita bangun dan matangkan.

Indikasi terkuat dari demokrasi yang berkualitas adalah sema-kin tumbuhnya kepercayaan dan optimisme masyarakat terhadap sistem demokrasi dan terhadap para pemimpinnya. Semua ini, jika bisa kita capai, akan menjadikan demokrasi Indonesia lebih dari sekedar proses penghitungan suara atau transaksi politik. Melainkan suatu kekuatan sejarah riil yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi kuat, jaya dan makmur.

Saudara-saudara, Demokrasi yang kita bangun akan sia-sia tanpa adanya keadil-an yang benar-benar dirasakan masyarakat. Dari era kolonialisme, era kemerdekaan, era pembangunan, sampai era reformasi, per-juangan rakyat Indonesia adalah perjuangan untuk mendapatkan keadilan. Hal ini secara abadi telah tercantum dalam sila ke-5 dasar negara kita, Pancasila. Kita harus yakin dan percaya, bahwa negara hadir untuk memberikan keadilan — apakah keadilan ekonomi, keadilan sosial, keadilan politik, maupun keadilan hukum. Keadilan untuk semua ” justice for all ” merupakan komitmen moral, sekali-gus sebagai agenda kerja pemerintahan yang saya pimpin sejak tahun 2009 hingga 2014 ini.

Keadilan akan makin tegak dan kuat apabila supremasi hukum ditegakkan secara konsisten. Karena itulah, kalau di masa lalu, politik pernah menjadi panglima, dan kemudian ekonomi menjadi panglima, maka dalam era reformasi, hukumlah yang kita jadikan panglima. Ini berarti tidak ada satupun warga negara Indonesia yang berada di luar jangkauan hukum atau di atas hukum. Ini juga berarti tidak ada satupun kelompok masyarakat kita yang berhak main hakim sendiri atau memaksakan pendapatnya pada pihak lain.

Penegakan hukum adalah kunci dari upaya pemberantasan korupsi yang menjadi musuh reformasi dan juga merugikan kepen-tingan rakyat. Kini, korupsi telah kita perlakukan sebagai kejahatan luar biasa, yang penanganannya harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa pula.

Berulang kali saya tegaskan, tidak ada yang kebal hukum di negeri ini, dan tidak ada tebang pilih kepada mereka yang melakukan tindak pidana korupsi. Karena itulah, sebagai Presiden, pada periode 2004 – 2012, saya telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi kepala daerah dan pejabat yang dicurigai melakukan kasus korupsi dan tindak pidana lainnya, tanpa sedikitpun melihat apa jabatannya, apa partai politiknya, dan siapa koneksinya.

Selain itu, pada periode 2004 – 2014, terdapat 277 pejabat negara, baik pusat maupun daerah, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang ditangani KPK terkait dengan tindak pidana korupsi, tidak termasuk perkara yang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. Di satu sisi, hal ini mencerminkan gejala buruk bahwa korupsi tetap menjadi tantangan utama dalam kehi-dupan bernegara kita. Namun di lain sisi, hal ini membuktikan bahwa hukum kita mampu menjerat siapapun yang melakukan pelanggaran tanpa pandang bulu. Inilah yang membuat saya optimis bahwa upaya pemberantasan korupsi — jika terus dilaksanakan secara konsisten  akan dapat melahirkan Pemerintahan yang jauh lebih bersih di masa depan.

Karenanya, Pemerintah terus mendukung dan memberikan ruang gerak yang luas bagi KPK untuk memberantas korupsi. Saya juga memberikan apresiasi kepada KPK, Kepolisian, Kejaksaan dan lembaga peradilan yang telah bekerja bersama-sama melakukan penegakan hukum, walaupun diakui bahwa hal ini tidak selalu mudah dilaksanakan di lapangan.

Pemerintah juga giat melakukan pemberantasan mafia peradilan. Tahun 2009 sampai 2011, misalnya, saya telah membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Tugas Satgas ini adalah men-cegah agar jangan sampai hukum diperjualbelikan layaknya suatu komoditi untuk memperkaya oknum-oknum penegak hukum dan pemerintah, dan untuk pula melindungi pelaku kejahatan.

Kita juga telah melahirkan Undang-undang no. 16 tahun 2011 yang bertujuan memberi bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu menyewa pengacara untuk menghadapi pengadilan. Saya masih mendengar adanya sejumlah keluhan mengenai pelaksanaan undang-undang ini, dan karenanya saya mengusulkan untuk menam-bah dana bantuan hukum ini secara signifikan, serta mempermudah proses penarikan dana bagi mereka yang membutuhkannya.

Saya akui, reformasi hukum memang merupakan tantangan yang paling berat. Dan saya berharap agenda reformasi hukum ini akan terus menjadi prioritas utama dalam kehidupan bernegara Indonesia di masa mendatang.

Tentu saja, keadilan bukan saja diukur dari segi hukum, namun juga dari kemampuan kita untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata. Untuk itulah, dalam lima tahun terakhir ini, kita terus mendorong pemerataan pembangunan ke luar Pulau Jawa, sambil tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa-Bali. Kita bangun wilayah-wilayah potensial di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, dan tentu saja Tanah Papua. Inilah makna sesungguhnya dari pembangunan untuk semua—development for all.

Dalam kerangka keadilan pula, sejak tahun 2004 hingga saat ini, pemerintah selalu memberi perhatian yang sungguh-sungguh kepada saudara kita di Aceh dan Papua. Kita bersyukur bahwa sejak perjanjian perdamaian tahun 2005, rakyat Aceh terus hidup damai dalam kerangka otonomi khusus dan dalam bingkai NKRI. Demikian juga di Propinsi Papua dan Papua Barat, kita terus mengisi otonomi khusus dengan percepatan pembangunan, rekonsiliasi politik, kebi-jakan afirmatif dan peningkatan kesejahteraan berbasis sosial-budaya.

Saudara-saudara, Demokrasi dan keadilan akan hampa tanpa kesejahteraan rakyat. Karenanya, dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintah terus gigih mendorong kebijakan pembangunan yang pro-rakyat. Suatu kebijakan pembangunan yang secara bersamaan dapat mendorong pertumbuhan, mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam hal ini, alhamdulillah, kita dapat terus memacu momen-tum pemulihan ekonomi, yang sejak krisis moneter telah dirintis oleh para pendahulu, baik Presiden B.J. Habibie, almarhum Presiden Abdurrachman Wahid maupun Presiden Megawati Soekarnoputri.

Dalam kaitan itu, selama satu dekade terakhir, kita mencatat bersama beberapa perkembangan positif dalam pembangunan Indonesia.

Pertama, kita dapat menjaga stabilitas dan kondisi makro-ekonomi yang relatif baik, walaupun bangsa kita terus diterpa cobaan, apakah itu dalam bentuk bencana alam maupun krisis moneter global utamanya pada tahun 2008.

Kedua, Indonesia terus mencetak pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Pada periode tahun 2009-2013, secara rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,9 persen. Ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pada kurun waktu yang sama. Di semester pertama tahun 2014 ini, ekonomi kita memang mengalami perlambatan menjadi sekitar 5,2 persen.

Sungguhpun demikian, diantara negara-negara G-20, kita tetap menempati posisi pertumbuhan tertinggi setelah Tiongkok. Kemampuan kita untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi sangat penting, mengingat dewasa ini cukup banyak negara-negara emerging ekonomi lainnya yang pertumbuhan ekonominya menurun, bahkan sebagian menurun cukup tajam.

Ketiga, utang negara juga kini telah berada dalam situasi yang jauh lebih aman. Utang adalah faktor penting karena berkaitan dengan rasa percaya diri dan harga diri suatu bangsa. Utang juga sering dianggap sebagai ancaman dan stigma yang buruk oleh rakyat Indonesia. Di puncak krisis moneter tahun 1998, rasio utang kita terhadap PDB adalah 85 persen, yang artinya utang kita hampir sama besarnya dengan penghasilan bangsa kita. Dengan susah payah, akhirnya kita berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB kita menjadi sekitar 23 persen. Sekali lagi, ini bukanlah capaian yang boleh diabaikan. AN-MB