Foto: Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si.

Denpasar (Metrobali.com)-

Belakangan ini kesucian pura di sejumlah daerah di Bali kembali terancam oleh aktivitas pengembangan akomodasi pariwisata yang terang-terangan dilakukan di areal kawasan suci pura.

Salah satunya yang menjadi perhatian publik ada protes keras dari pihak pengempon pura adalah pembagunan resort di kawasan Pura Segara Penida, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pura ini merupakan Pura Sad Khayangan Jagat dan pura tertua di Nusa Penida.

Anehnya, rencana pembangunan akomodasi pariwisata ini mendapat izin dari Pemerintah Kabupaten Klungkung dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan atau IMB Nomor: 503/18/IMB/DPMPTSP/2018.

Oleh pengempon pura rencana pembangunan ini dituding melanggar Bhisama Kesucian Pura sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

Mereka pun meminta PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Bali ikut mengawal permasalahan ini dan Gubernur Bali agar menegakkan Bhisama Kesucian Pura ini serta Pemerintah Kabupaten Klungkung agar membatalkan izin proyek akomodasi pariwisata ini.

PHDI Bali bersama Gubernur Bali I Wayan Koster juga segera menyikapi permasalahan ini. Rencananya diagendakan rapat bersama di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jaya Sabha Denpasar, Selasa (14/1/2020) sore ini.

“Besok sore (Selasa (14/1/2020) PHDI Bali rapat dengan Pak Gubernur di Jaya Sabha soal kesucian Pura,” kata Ketua PHDI Bali Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si.,saat dihubungi Senin (13/1/2020).

Sebelumnya surat pengempon Pura Sad Kahyangan Segara Penida meyangkkan surat ke PHDI Provinsi Bali tertanggal 5 Desember 2019 yang isinya berkaitan dengan masalah kesucian Pura Sad Kahyangan Segara Penida dan akan ada aktivitas pembangunan sarana pariwisata di wilayah radius kesucian Pura tersebut.

PHDI Provinsi Bali menindaklanjuti surat tersebut dengan melakukan peninjauan ke Pura segara Penida pada hari Minggu, tanggal 8 Desember 2019. Bahwa memang benar ada aktivitas pembangunan yang jaraknya sangat dekat dengan tembok Pura.

“Kami diajak meninjau ke lapangan. Memang benar di hulu pura memang ada tembok seng rencana pembangunan akomodasi pariwisata ini. Itu sekitar kurang lebih 1 meter dari jarak tembok pura.

Memperhatikan status Pura Segara Penida yang oleh masyarakat pengempon diyakini berstatus sebagai Sad Kahyangan di Nusa Penida ,maka PHDI Bali bersurat dan meminta kepada Gubernur Bali supaya menegakkan Bhisama Kesucian Pura sebagai mana tertuang dalam perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009

“PHDI Bali bersurat ke Gubernur supaya Pak Gubernur tegakkan Perda 16/2009 terkait Bhisama Kesucian Pura. Agar Pura tersebut terjaga kesuciannya dan masyarakat Hindu di nusa penida dan juga umat Hindu lainnya dapat melaksanakan sradha bhaktinya dengan nyaman dan damai sesuai dengan Nangun Sad Kertih Loka Bali,” tegas Prof Sudiana.

Gubernur Koster pun merespon surat PHDI Bali tersebut dengan mengagendakan rapat membahas persoalan kesucian pura ini.Dalam pertemuan PHDI Bali dengan Gubernur Koster Selasa (14/1/2020) ini diharapkan mendapat solusi yang tepat agar semua berjalan dengan baik.

“Kesucian pura agar tetap terjaga, masyarakat perempuan dan pemedek tidak terganggu dan aktivitasnya di pura. Namun kepentingan investor yang ingin menanamkan investasinya juga dapat berjalan tanpa menggangu kesucian pura,” papar Prof Sudiana.

Terkait status Pura Segara Penida yang diyakini sebagai Pura Sad Khayangan Jagat oleh para pengempon pura, Prof Sudiana mengungkapkan status pura tersebut belum terdaftar di PHDI Bali.

Namun kondisi ini bukanlah masalah atau hambatan bagi pengempon pura memperjuangkan aspek kesucian pura sesuai
Bhisama Kesucian Pura sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

Sebab jika pengempon punya dasar sastra yang menunjukkan Pura Segara Penida ini sebagai Pura Sad Khayangan maka tentu status pura ini akan jelas. Namun tetap diharapkan pengempon pura segera mendaftarkan status pura ini ke PHDI Bali.

“Kita harapkan didaftarkan ke PHDI sebagai Sad Khayangan. PHDI juga agar bisa memberikan penjelasan yang tepat,” pungkas Prof yang juga Rektor IHDN (Institut Hindu Dharma Negeri) Denpasar ini.

Penerbitan IMB Penuh Kejanggalan dan Cacat Hukum

Sedikit demi sedikit kejanggalan atau keanehan penerbitan IMB Nomor: 503/18/IMB/DPMPTSP/2018 oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk pembangunan akomodasi pariwisata di dalam kawasan suci Pura Segara Penida mulai terkuak.

Sejak awal rencana pembangunan proyek resort ini dianggap melanggar Bhisama Kesucian Pura. Secara otomatis pula IMB yang dikeluarkan Pemkab Klungkung di kawasan suci pura tertua di Nusa Penida ini juga melanggar Bhisama Kesucian Pura dan Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

Tidak hanya itu, anehnya lagi penerbitan IMB proyek resort di kawasan Pura Segara Penida yang merupakan Pura Sad Kahyangan ini juga bisa dikatakan cacat hukum. Sebab menggunakan Peraturan Daerah (Perda) yang sudah tidak berlaku lagi atau Perda kadaluarsa sebagai dasar penertiban IMB ini.

“IMB ini super aneh, melanggar Bhisama Kesucian Pura, melabrak Perda RTRWP Bali dan sebenarnya cacat hukum karena menggunakan Perda kadaluarsa,” kata Ketua Panitia Pura Sad Khayangan Segara Penida Wayan Tiasa, Jumat (10/1/2020).

Dalam spanduk IMB yang terpasang di areal proyek di kawasan Pura Segara Penida ini terlihat bahwa Pemkab Klungkung dalam menerbitkan IMB ini mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4/PD/DPRD/1974 tentang Bangunan-Bangunan.

Padahal Perda ini sudah dicabut dan tidak berlaku lagi dengan terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pencabutan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2/PD/DPRD/1974 tentang Tata Ruang untuk Pembangunan, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3/PD/DPRD/1974 tentang Lingkungan Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4/PD/DPRD/1974 tentang Bangunan-Bangunan.

Jadi sejak Perda 8/2012 ini ditetapkan dan diundangkan pada 10 September Tahun 2012, maka Perda 4/1974 sudah tidak berlaku lagi. Namun pertanyaannya kenapa malah Perda kadaluwarsa ini yang dijadikan dasar oleh Pemkab Klungkung menerbitkan IMB Nomor: 503/18/IMB/DPMPTSP/2018 atas proyek pengembangan resort di kawasan Pura Segara Penida ini.

Amanat dari Perda 8/2012 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali dalam waktu 2 tahun wajib sudah melakukan penyesuaikan dan Perda Pemerintah Kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan dengan Perda Provinsi Bali.

“Itulah kami jadi heran kok bisa-bisanya seperti ini melabrak banyak aturan dan cacat hukum. Jadi proyek pengembangan di kawasan Pura Segara Penida ini harus segera distop,” tegas Tiasa. (dan)