salak bali

Denpasar (Metrobali.com)-

Petani salak di Kabupaten Karangasem Bali timur kini memasuki panen raya dengan produksi melimpah namun harga merosot, sehingga petani hanya menikmati harga Rp1.500 per kilogram.

“Kondisi seperti ini hampir terjadi setiap panen raya, sehingga petani salak selalu merugi,” kata seorang petani salak yang juga pedagang di Karangasem, I Komang Seni, Rabu (11/2).

Ia mengatakan, manisnya salak Bali pada musim panen tidak dapat dirasakan petani di Desa Amertha Buana Kecamatan Selat, daerah ujung timur Pulau Dewata.

Hampir setiap musim panen raya salak seperti sekarang ini harga salak selalu berfluktuasi di bawah harga standar.

Komang seni yang sedang melakukan aktivitas memanen dan memindahkan salak dari salah satu kebun salak milik warga di Desa Amertha Buana mengaku membeli dari petani salak Rp1.500/kg.

“Salak itu selanjutnya saya jual kembali ke pihak pengepul dengan harga Rp1.600–Rp 2.000 per kilogram,” katanya lagi.

Harga tersebut menururnya, tidak sesuai dengan masa panen salak yang hanya sekali dalam setahun.

Padahal petani salak sangat susah dalam merawat, menguras tenaga dan risiko yang harus diterima saat memanen salak.

Padahal hasil perkebunan salak dari Kabupaten Karangasem selama ini mampu menembus pasar hingga ke Pulau Jawa dan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Persoalan anjloknya harga selalu terjadi ketika memasuki musim panen raya salak, dan karena perkebunan tanaman salak terus bertambah.

Kondisi tersebut menyebabkan sikap petani yang enggan melakukan penyortiran hasil panen, mengingat petani kebanyakan ingin praktis dengan langsung menjual ke pasar atau pengepul.

Mereka berharap perhatian pemerintah terkait dengan kerugian yang dialami petani salak.

Apalagi, saat panen raya petani bisa mengolahnya menjadi dodol, keripik atau minuman yang dapat memberikan nilai tambah kepada petani. AN-MB