Buleleng (Metrobali.com)-
Upaya PT. Prapat Agung Permai (PAP) untuk mendirikan akomodasi pariwisata berupa perhotelan tetap dilanjutkan pembangunannya di kawasan wisata Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Pembangunan perhotelan itu, berdiri diatas lahan seluas 5 hektare dari 16 hektare yang diberikan hak guna bangunan (HGB) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng . 
Membangun sarana akomodasi perhotelan oleh PT PAP bukannya tanpa alasan. Pasalnya PT PAP selain memiliki HGB juga telah mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Hanya saja, dibalik rencana membangun perhotelan itu, diduga akan ada perlawanan dari warga petani Batu Ampar  tersebut. Dan diindikasikan juga akan menghalangi semua kegiatan yang dilakukan oleh pihak PT PAP. Pihak warga petani Batu Ampar melakukan upaya menghalangi pembangunan hotel, mengingat DPRD Provinsi Bali telah bersurat ke Menteri Agraria dan Tata Ruang yang berkaitan dengan pembangunan hotel tersebut. Artinya warga petani Batu Ampar berharap pembangunan perhotelan bisa dilanjutkan setelah sudah ada kepastian atau surat keputusan dari Kementrian Agraria dan Tata Ruang.
Terkait persoalan yang mendera antara PT PAP dengan warga petani Batu Ampar, Kepala Desa Pejarakan, I Made Astawa, Minggu (14/6) kepada metrobali.com mengatakan PT PAP memiliki legalitas untuk melakukan kegiatan pembangunan di atas lahan yang menjadi hak guna bengunan yang dimilikinya.”HGB yang dimiliki PT PAP sudah sejak Tahun 1990 dan berakhir antara Tahun 2021-2023” ucapnya.” Selain memiliki HGB, juga telah memiliki IMB. Bila dilihat dari legalitasnya sudah jelas, PT PAP membangunan diatas lahan sesuai dengan HGB yang dimilikinya dan juga telah mempunyai IMB” ujar Astawa menegaskan
Lebih lanjut ia mengatakan dengan berdirinya sarana akomodasi berupa perhotelan, merupakan keuntungan bagi Desa Pejarakan karena akan mampu mengurangi  pengangguran.”Senin (15/6) pagi akan dilakukan upacara mecaru/ngeruak dan mendirikan pelinggih. Kami selaku perbekel sangat mensyukuri akan dibangun perhotelan, sehingga warga kami yang masih menganggur akan mendapat pekerjaan” terang Astawa
Disinggung tentang warga petani Batu Ampar akan menghalangi upaya PT PAP membangun hotel, menurut Astawa pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga terkait pembangunan hotel yang dibangun PAP dan diharapkan agar pembangunan akomodasi berupa perhotelan ini bisa berjalan dengan lancar dan damai.”Kami tetap berada dipihak warga petani Batu Ampar. Hanya saja, oleh karena PT PAP memiliki HGB dan mengantongi IMB maka kami harap agar warga petani bisa memakluminya. Nanti setelah masa HGB yang dimiliki PT PAP berakhir, maka kami akan membantu warga petani untuk memohon lahan tersebut kepada Pemkab Buleleng” tandas Astawa.
Astawa Juga mengungkapkan bahwa Pemkab Buleleng memiliki hak pengelolaan (HPL) dikawasan Batu Ampar seluas 45 hektare. Selanjutnya Pemkab Buleleng memberikan HGB kepada 4 investor, dengan rincian 4,5 hektare dikelola Mimpi Menjangan Resort, 3 hektare dikelola Naya Gawana Resort, 16 hektare dikelola PT Prapat Agung Permai, 20 hektare dikelola PT Bali Coral Park dan sisanya 1,5 hektare.
Sementara itu Wayan Candra selaku petani Batu Ampar mengatakan akan tetap menolak rencana pembangunan sarana akomodasi perhotelan di Batu Ampar yang dikelola PT PAP. Dan meminta IMB yang dimilik PT PAP agar dicabut,”Kami tetap melakukan penolakan dan IMB agar dicabut. Kami harap agar menunggu keputusan dari Kementrian Agraria dan Tata ruang” ujarnya Wayan Candra.
Pada sisi lain, salah satu petani Batu Ampar, Wayan Sukarda mengatakan  penerbitan IMB yang dimiliki PT. PAP cacat prosedur dan cacat administrasi. Alasannya hingga saat ini mereka tidak menemukan alamat investor tersebut baik kantor perwakilan di Bali maupun Jakarta. Tidak hanya itu, surat permohonan rekomendasi kepada Bupati Buleleng yang ditandatangani oleh orang bernama Yoseph Franciscus Bonang dianggap tidak jelas nama perusahaannya. Artinya dokumen yang disebut membangun hotel adalah PT. Prapat Agung Permai namun di surat permohoan rekomendasi kepada Bupati Buleleng tertera nama PT. Prapat Agung Pratama.”Kami menilai ada kejanggalan disini dan terdapat ketidak konsistenan nama perusahaan termasuk orangnya. Yang jelas kami tetap menolak karena ada kejanggalan dalam hal ini,” tandas Wayan Sukarda. GS-MB