Denpasar (Metrobali.com)-

Kebudayaan yang dimiliki oleh Bali merupakan salah satu warisan budaya dunia yang begitu kaya dan bernilai tinggi. Sayangnya, seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, apresiasi dan nilai dari produk-produk kebudayaan kian tergerus dan mengalami degradasi. Sebagian besar hasil cipta luhung pulau seribu pura  semakin kehilangan makna kebesarannya yang kelak mengancam identitas kita sebagai orang Bali, yang agung dan adi luhung. Sehingga, serbuan budaya asing ke Bali patut menjadi perhatian kita semua.

Hal tersebut terungkap pada  acara Temu Wirasa Seka Shanti Dirgahayu Swari Ambara, Minggu, 2 Juni 2012.. “Pesraman dan Radio Dirgahayu Ambara 149-240 MHz lahir dari keprihatinan atas kian terpinggirnya budaya “Pesantian” dalam sosialisasi nilai-nilai luhur Bali. Karenanya, kedepan berharap dapat memberikan kontribusi  dalam rangka pelestarian budaya Bali”, kata Ketua Panitia Temu Wirasa Made Mendra seraya menambahkan, pelestarian budaya dan adat Bali ini tentu, tidak cukup hanya dibangun Seka Santhi, Pesraman dan Radio komunitas.

“Kegiatan-kegiatan yang meramaikan Seka Shanti, Pesraman dan Radio komunitas mesti juga dilakukan. Jangan sampai Pesanthian hanya ramai dalam upacara, piodalan dan seterusnya. Adanya sanggar, mengharapkan remaja dan generasi muda berkeinginan utk melestarikan budaya, khususnya seni vokal atau Pesantian, seperti Sekar agung, Sekar madya dan Sekar alit kepada generasi muda”, kata Ngurah Putra, selaku Ketua, atau Manggala Seka Santhi lan Pasraman Dirgahayu Ambara.

Kini di tengah serbuan wisatawan asing, domestik maupun pendatang ke Bali akan memberi dampak langsung kepada keteguhan budaya Bali. Hilangnya sawah-sawah di Denpasar- Badung dan diganti dengan mall, ruko, perumahan dan hotel akan memberi andil terkikisnya budaya Bali dan mulai masuknya budaya luar.

“Kidung, macepat dan sejenisnya, digantikan konser musik pop, dangdut, rock n roll dan sebagainya. Maka, setidaknya keseimbangan harus terjadi. Saya sepakat, Seka Shanti memanfaatkan radio amatir. Namun, harus dilakukan dengan berpegang pada etika komunikasi Radio Amatir”, ungkap Gusti Ngurah Gede Agung, dalam sambutanya selaku Ketua Orari Denpasar.

Demikian pula kecenderungan generasi muda untuk menekuni dunia maya dan penggunaan handphone yang berlebihan dalam berkomunikasi dengan orangtua juga akan mempengaruhi budaya Bali. “Karena budaya tidak sekadar bisa menari Bali, juga harus bisa berbahasa Bali, bertatakrama Bali dan kegiatan adat -keagaaman agama Hindu, namun juga harus paham ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan dan teknologi mesti menjadi media dalam pelestarian adat dan budaya Bali. Disini peran Pesanthian dan Pesraman Dirgahayu Swari Ambara, yakni proses pelestarian budaya dengan memanfaatkan teknologi, yakni radio komunitas Dial 149.240MHz”, kata Nyoman Dhamantra, dalam sambutanya.

Ini penting dipahami jangan sampai kita beranggapan, ketika wisatawan memakai destar kita menyebutnya dia sudah mengenal budaya Bali. Demikian pula ketika kita melihat wisatawan/pendatang memakai pakaian adat Bali kita bangga bahwa mereka juga memahami adat Bali. Padahal, adat dan budaya bali sudah tentu lebih dari semua itu. NK-MB