PB3AS 3 (2)
Pemprov Bali kembali menggelar Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala Renon Denpasar, Minggu (10/4)/MB

Denpasar, (Metrobali.com) –

Pemprov Bali kembali menggelar Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala Renon Denpasar, Minggu (10/4). Sejumlah peserta yang naik ke podium antara lain menyampaikan kritik dan sorotan terhadap pelaksanaan pawai ogoh-ogoh perayaan nyepi dan tumpukan sampah di kawasan hutan mangrove.
Kritisi terhadap pelaksanaan pawai ogoh-ogoh diungkapkan Ketut Mustafa dari Dalung Permai. Dalam orasinya, pria yang sudah lanjut usia tersebut menyampaikan bahwa secara prinsip pawai ogoh-ogoh tidak terkait dengan ritual. Untuk itu, dia berharap agar kegiatan pawai ogoh-ogoh dapat diberi ruang pada pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB). Dengan demikian, kata Mustafa, para pemuda dapat menyalurkan kreatifitas mereka membuat ogoh-ogoh pada ajang tersebut.

PB3AS kali ini juga dimanfaatkan Kepala UPT Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai Agung Kusuma Negara untuk menggugah kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan kawasan hutan mangrove. Dalam orasinya dia mengungkap, kawasan Tahura mendapat kiriman 4 hingga 5 truk sampah setiap harinya. Kata dia, kiriman sampah tersebut menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup tanaman yang berfungsi sebagai penyangga pantai tersebut. Pahahal, kata dia, Tahura Ngurah Rai patut mendapat perhatian karena merupakan kawasan hutan mangrove terbesar di Indonesia. Dengan luas tak kurang dari 1373,5 hektare, Tahura Ngurah Rai kerap menjadi rujukan studi banding.

Untuk itu, dia menggugah kepedulian seluruh komponen masyarakat agar ikut berperan aktif memelihara kebersihan kawasan hutan mangrove. Aspirasi terkait kebersihan hutan mangrove juga disampaikan Agung Ariawan dari Pemogan Denpasar. Dalam orasinya, dia berharap semua pihak tak hanya pintar berteori dalam gerakan bersih-bersih mangrove. “Yang diperlukan adalah gerakan nyata, bukan sekedar pencitraan,” ujarnya lantang. Dalam orasinya, dia juga mengkritisi gerakan aktivis di Bali yang hanya muncul saat ada wacana mega proyek. “Mereka muncul hanya pada saat ada mega proyek. Kenapa mereka tidak turun memperjuangkan kepentingan rakyat kecil seperti upah buruh atau kenaikan harga BBM,” pungkasnya.
Berikutnya tampil Wayan Gelgel yang menyampaikan harapan peningkatan kualitas infrastruktur jalan. Sementara Made Sedana Sari yang mengaku sebagai praktisi lingkungan mengkampanyekan gerakan kebersihan yang harus dimulai dari kemauan masing-masing.

Pelaksanaan PB3AS kali ini juga masih diwarnai polemik seputar rencana revitalisasi kawasan Teluk Benoa. Ketut Mustafa secara tegas menolak rencana tersebut karena khawatir akan merusak tatanan budaya Bali. Penolakan terhadap rencana revitalisasi Teluk Benoa juga disampaikan Komang Reneyasa. Menurutnya, wacana tersebut sarat kepentingan investor dan mengancam kelestarian lingkungan. “Yang diperlukan bukan reklamasi tapi normalisasi,” imbuhnya. Hal senada juga diutarakan Made Asmada. Pria yang panjang lebar menyampaikan alasan penolakan dari sudut budaya ini yakin bahwa perjuangan mereka akan didengar oleh Presiden Joko Widodo. Wayan Suantika dari Komunitas Muda Pro Bali yang tampil sebagai pembicara terakhir mengaku sudah bosan dengan polemik berkepanjangan seputar rencana revitalisasi Teluk Benoa. Dia berharap polemik ini segera berakhir dengan keputusan yang berpihak bagi kepentingan rakyat Bali. AD-MB