FOTO  MASA AKSI SEDANG MENAIKKAN LAYANGANFOTO  LAYANGAN TOLAK REKLAMASI

Denpasar (Metrobali.com)-

Memperingati hari bumi yang jatuh pada hari Selasa (22/4) Aktivis dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) melakukan aksi damai dengan menaikkan layangan tolak reklamasi di Pantai Mertasari Sanur. Selain ForBALI, perigatan hari bumi dengan menerbangkan layangan ini juga diikuti oleh musisi dan elemen masyarakat yang menyatakan penolakannya terhadap rencana reklamasi teluk benoa.

Komang Sastrawan, mengatakan aksi menaikan layangan tolak reklamasi ini dilakukan sebagai symbol pengaduan kepada langit atas kengototan baik Pemerintah maupun investor yang ingin memperkosa ibu pertiwi dengan berbagai cara termasuk memuluskan rencana reklamasi dengan merubah status kawasan konservasi melalui upaya Revisi Perpres Sarbagita. Rencana reklamasi jelas mengsampingkan dampak buruk bagi lingkungan Bali dan masa depan bumi bali. Kita telah melihat banyak dampak buruk reklamasi di berbagai wilayah, sehingga melalui layangan ini kami mengadukan kepada langit atas rencana pemerintah dan investor untuk memperkosa bumi.

Komang yang juga Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Bali menjelaskan bahwa dalam upayanya untuk memuluskan rencana reklamasi di teluk benoa ini, Pemerintah juga melakukan upaya yang massive untuk melakukan perubahan terhadap peraturan yang menghambat rencana reklamasi di teluk benoa. Pemerintah pusat bersama Pemprov Bali dan Pemkab Badung berkonspirasi untuk merevisi Peraturan Presiden  No. 45 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Perpres Sarbagita) dimana kendali percepatan perubahannya diambil alih oleh pemerintah pusat melalui skema MP3EI. Pemerintah menganggap status konservasi teluk benoa di dalam pasal 55 ayat 5 menghambat rencana reklamasi oleh PT TWBI, sehingga perpres tersebut menurut pemerintah harus direvisi.

“Kalau pemerintah menginginkan revisi perpres hanya untuk mengakomodir rencana reklamasi teluk benoa oleh PT. TWBI maka, pemerintah juga harus mengetahui bahwa Perpres sarbagita itu hanya bisa di review dalam 5 tahun sekali. Kalaupun harus direvisi saat ini maka alasannya harus jelas, kalau tidak punya alasan sebagaimana yang diatur di dalam perpres, kenapa harus di revisi sekarang” Ujar Komang mempertanyakan sikap pemerintah.

Menurutnya, ketentuan revisi perpres tersebut sudah ditentukan dalam pasal 123 ayat (2) dan (3) yang mana di dalam pasal tersebut tidak satupun disebutkan bahwa alasan revisi adalah karena adanya usulan dari pemerintah daerah maupun pertumbuhan ekonomi. “sehingga sangat lucu menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai alasan merevisi perpres sarbagita” kata Komang.

Selain itu Komang Sastrawan menjelaskan bahwa apabila nantinya perpres sarbagita jadi direvisi dengan alasan pertumbuhan ekonomi untuk melegalkan rencana reklamasi teluk benoa, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia khususnya di Bali. “Bagaimana bisa menjamin kepatian hukum investasi kalau peraturan yang dibuat bisa diubah seenaknya” tambahnya.

Oleh karena itu ForBALI meminta Pemerintah dan Investor yang ingin mencari keuntungan di Bali untuk sadar dan ikut menjaga Bali. Dia juga mengingatkan agar Gubenur Bali Made Mangku Pastika untuk menjalankan Moratorium terhadap izin akomodasi pariwisata di Bali selatan yang pernah dikeluarkan dengan segera melakukan kajian untuk mengetahui Daya Tampung dan Daya Dukung Bali.

ForBALI juga meminta dihentikannya rencana untuk melakukan perubahan terhadap Perpres 45 tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita hal mana di dalam perpres tersebut pada pasal 55 ayat (5) menyatakan bahwa teluk benoa adalah kawasan konservasi. RED-MB