Sejumlah Umat Hindu bersembahyang pada Hari Raya Galungan di Pura Puseh Peliatan, Ubud, Bali, Rabu (29/8

Denpasar (Metrobali.com)-

Seorang pengamat Sosial dan Agama Dr I Ketut Sumadi menilai, momentum Perayaan Hari Suci Siwaratri (penyadaran diri) dapat dimaknai dengan pengendalian diri dan kejujuran untuk dapat mengetahui sisi kehidupan yang paling gelap.

“Manusia dalam menjalani kehidupan selalu memiliki sisi yang gelap dan terang,” kata Dr Ketut Sumadi yang juga, Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri (IHDN) Denpasar, Senin (19/1).

Ia mengatakan, kedua sisi kehidupan, baik yang gelap maupun terang harus dapat dipahami dan dimaknai dengan baik dalam menjalani aktivitas keseharian.

Oleh sebab itu dalam menjalani aktivitas keseharian harus iklas, namun tetap waspada mengantisipasi sisi kehdiupan yang gelap dan melihat dengan pikiran yang jernih terhadap sisi kehidupan yang terang.

Umat Hindu memperingati perayaan Hari Suci Siwaratri selama dua hari, 19-20 Januari 2015 dan Gubernur Bali Made Mangku Pastika memberikan dispensasi kepada karyawan-karyawati instansi pemerintah dan dan seluruh jenjang pendidikan.

Dr Sumadi menjelaskan, kegiatan spiritual merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan sisi kehidupan yang terang dengan melihat secara iklas sisi kehidupan yang gelap.

“Demikian pula para pemimpin harus mampu melihat sisi gelap, meskipun merasa dirinya terang,” ujar Ketut Sumadi.

Bertepatan dengan “purwaning tileming” (sehari sebelum bulan mati) sasih kepitu, umat Hindu merayakan hari Siwaratri dengan segala runtutan ritual dan brata (pengendalian diri), seperti upawasa (tidak makan dan minum), jagra (begadang semalam suntuk) atau mona brata (tidak berbicara).

Perayaan Hari Siwaratri itu belakangan ini semakin semarak, tidak hanya terbatas di sekolah atau perguruan tinggi, namun juga di tengah-tengah desa pakraman dan kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam suatu pasraman.

Semangat merayakan Siwaratri mulai terasa dari persiapan umat, khususnya kalangan pelajar dan mahasiswa memaknai malam Siwaratri melalui kegiatan persembahyangan, brata, dharmatula (diskusi), dan pertunjukan kesenian seperti wayang kulit, topeng dan kesenian arja.

Semuanya itu dalam kemasan nuansa religius. Suasana kampus-kampus atau sekolah-sekolah di Bali pada malam Siwaratri sangat meriah. Demikian pula di pura-pura, balai banjar, tempat pesantian (pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu) atau tempat-tempat suci lainnya. AN-MB