Umat Kristiani Piling
Ilustrasi–Umat Kristiani Piling Tabanan/mb
 
Tabanan (Metrobali.com)-
 Perayaan hari suci natal bagi umat kristen di Kabupaten Tabanan, berjalan lancar. Dimana salah satu Gereja Protestan yang ada di Banjar Piling Tengah, Desa Mangesta, Kecamatan Penebel, dimana para jemaat menggunakan pakain adat bali di dalam merayakan hari suci Natal ke Gereja, Jumat (25/12)
Mengubakan pakian adat sudah rutin dilakukan dari sejak dulu, semenjak Kristen berkembang di desa ini. Ini membuktikan bahwa hubungan antara umat Kristen dan Hindu hidup berdampingan serta ikut serta dalam melestarikan budaya bali.
 Selain itu para jemaat juga mengenakan pakain adat bali ke gereja, di gereja sendiri juga dihias dengan berbagai  ornamen bali, seperti penjor pada pintu masuk ke gereja dan hiasan lainya yang mencirikan budaya Bali.
Sementara Menurut Pendeta Ni Luh Mariani,yang di temui seusai kebaktian mengungkapkan  kebiasaan yang sudah di laksanakan oleh para jemaat dengan menggunakan pakain adat saat ke gereja sudah dilakukan sejak dulu, semenjak kristen ada di banjar piling. Ini merupakan salah satu bagian ikut dalam melestarikan adat budaya bali, dimana kami berada. Karena kami ingin tumbuh berkembang dan hidup berdampingan dengan masyarakat  kami” ungkapnya.
Pendeta Mariani menambahkan, Pada perayaan Hari Natal ini memiliki makna membawa suka cita kepada umat manusia, karena Yesus turun kedunia membawa kedamain dan keselamatan serta jaminan yang kekal pada  kehidupan.
Menurutnya  Perayaan Natal tahun ini tidak ada yang berbeda dengan tahun lalu, dimana para jemaat secara suka cita menyambut hari suci Natal yang merupakan hari kelahiran Yesus Kristus. Para jemaat secara giliran untuk melakukan persembahan pujian untuk Yesus Kristus. Namun ada yang berbeda pada saat para Jemaat melakukan persembahan, pada hari Natal ini para jemaat mengumpulkan persembahannya di kandang domba, karena dulu Yesus lahir di kandang domba, sehingga para jemaat menaruh persembahannya di kandang domba, sedangkan pada ibadah biasa persembahan biasanya ditaruh di kantong kleto, dan biasanya diedarkan ke masing-masing jemaat.
Menurut Pendeta Mariani, makna dari persembahan tersebut adalah sebagai ungkapan syukur karena sudah diberikan keselamatan dan kedamain di dunia ini, hal tersebut ditandai dengan melakukan persembahan sebagai bentuk seakan-akan langsung melakukan persembahan ke bayi Yesus Kristus. ” Persembahan ini merupakan bentuk rasa Syukur karena kita sudah diberikan keselamatan, dimana nanti hasil dari persembahan ini akan kami sumbangkan kepada sesama yang membutuhkan, seperti ada yang sakit, meninggal, atau kepada warga kami yang tidak mampu yang memang mebutuhkan bantuan” ungkapnya.
Salah satu tokoh masyarakat Kristen Piling Wayan Diksa, Umat Kristen yang ada di Desa mengesta tersebar di tiga banjar, yaitu Banjar Piling Kanginan, Piling Tengah, dan Piling Kawan. menurut Diksa, selain para umat Kristen disini mengenakan pakain adat Bali ke Gereja, juga ada tradisi yang turun temurun dilakukan umat kristen disini,  sebelum perayaan natal masyarakat ini mengenal tradisi ngejot yang biasa dilakukan dua hari sebelum Natal. Dimana para umat Kristen yang merayakan Natal membawakan para saudara dan tetangga makanan olahan yang telah mereka buat setelah terlebih dahulu memotong daging babi. “Memang sejak dulu seperti itu, setiap tanggal 23 Desember pasti kita akan memotong Babi dan ngejot,” ungkap Diksa.
Sama halnya juga seperti Penampahan Galungan, para umat Kristen akan mebat, ngelawar, dan membuat berbagai macam masakan Bali untuk kemudian dikonsumsi bersama keluarga dan diberikan kepada saudara dan tetangga. “Ya sama seperti Galungan, kita nampah(memotong babi) lalu mebat atau ngelawar,” ungkapnya.
 Sama halnya saudara kita umat hindu saat penampahan Galungan juga ngejot kepada saudara umat kristen dengan tradisi seperti ini keharmonisan akan semakin erat dan tradisi ngejot ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun.
Kristen sendiri sudah ada di Banjar Piling sejak tahun 1978, sejak itu juga baik Kristen Protestan dan Katholik hidup berdampingan dengan rukun dan harmonis bersama umat lainnya. Dan kini ada sekitar 27 KK umat Kristen Protestan yang tersebar di tiga Banjar dan sekitar Kecamatan Penebel. Saat perayaan malam Natal juga umat Hindu turut berpartisipasi, misalnya dalam pengamanan. “Kita biasanya undang Bendesa Adat, Kelian Adat, minimal Pecalang untuk pengamanan,” lanjutnya.
Begitupula ketika ada umat Hindu yang memiliki hajatan atau acara keagamaan, umat Kristen juga turut metulung atau membantu persiapan. Karena pada dasarnya umat Kristen juga masuk dalam suka duka di Banjar. Menurut Diksa kendatipun berbeda keyakinan, ikatan persaudaraan tidak akan pernah putus, oleh sebab itu tradisi tersebut hingga kini masih dijaga dan akan terus diturunkan kepada generasi-generasi berikutnya. “Ikatan darah, ikatan persaudaraan, itu tidak akan bisa putus meskipun keyakinan kita berbeda. Intinya adalah saling menghormati,” tegasnya. EB-MB