Jakarta (Metrobali.com)-

Peraturan terkait tata cara beribadah di Kabupaten Tolikara sudah disetujui oleh DPRD dan bupati setempat, kata Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Soedarmo di Jakarta, Rabu (22/7).

“Peraturan itu sudah disetujui Bupati dan DPRD di sana, tapi pengajuannya ke Provinsi (Papua) belum. Peraturan itu kemungkinan dari 2013, makanya ini akan diselidiki lagi keberadaannya,” kata Soedarmo ditemui di Gedung Kemendagri Jakarta.

Oleh karena itu, Kemendagri masih menyelidiki perihal keberadaan peraturan tersebut, apakah tingkatanya peraturan bupati atau peraturan kepala daerah.

“Perda itu harus direvisi, jangan sampai mendiskreditkan dan melanggar hak asasi manhsia. Kalau belum sah ya jangan dijadikan rujukan,” katanya.

Dalam kunjungannya ke Tolikara mendampingi Mendagri Tjahjo Kumolo, Soedarmo menjelaskan surat edaran terkait pelarangan ibadah itu memang dibuat oleh pengurus GIdI di Wilayah Tolikara.

Dia menjelaskan Pengurus GIdI Tolikara menerbitkan SE tersebut didasarkan atas adanya peraturan Bupati yang melarang ada kegiatan ibadah dan pembangunan tempat ibadah selain aliran GIdI.

“Perda itu garis besarnya soal larangan agama lain mendirikan rumah ibadah, untuk seluruh agama selain GIdI. Jadi Islam, Katolik, dan Kristen non-GIdI juga tidak boleh,” lanjutnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun memerintahkan pemerintah daerah Kabupaten Tolikara untuk menyelidiki adanya peraturan daerah yang melarang pembangunan tempat ibadah baru di wilayah tersebut.

“Saya meminta bupati dan DPRD untuk membuka ulang arsip lama, yang bupati dan DPRD sekarang tidak tahu apakah benar ada perda itu,” kata Tjahjo.

Jika ditemukan terdapat perda yang melanggar hak asasi manusia, maka Kemendagri bisa mengklarifikasi dan membatalkan perda tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan di atasnya.

“Sudah menjadi tugas Pemerintah memberi kebebasan bagi warga negaranya untuk beragama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing,” katanya.AN-MB