Denpasar (Metrobali.com)-

Peradilan umum, khususnya pengadilan negeri tidak dapat menyelesaikan semua permasalahan hukum di Bali, terutama yang menyangkut adat dan kepercayaan agama Hindu.

Pakar Hukum Adat Universitas Unud Prof Dr Wayan P. Windia di Denpasar Rabu mengatakan, peradilan umum biasanya tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kepercayaan agama Hindu dan keluarga yang dalam putusanya dapat mendekati rasa keadilan masyarakat Bali.

Oleh sebab itu umat Hindu membutuhkan sebuah badan peradilan alternatif untuk menyelesaikan permasalahan seperti pencurian benda sakral (pratima) dan permasalahan keluarga seperti hak waris.

“Kedua masalah itu tidak dapat diselesaikan secara adil dalam peradilan umum,” ujar Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Untuk itulah pengadilan Agama Hindu dinilai sangat penting dan hingga sekarang masih terus diperjuangkan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan berbagai elemen di Pulau Dewata.

“Harapan terbentukya peradilan Hindu atau adat sejak dulu melalui kajian dan seminar. Hal ini menunjukkan keseriusan masyarakat Bali memiliki peradilan Agama Hindu,” ujar Prof Windia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Jro Mangku Subagia, ketua Yayasan Siwa Murti, bahwa umat Hindu di Bali membutuhkan peradilan Hindu atau adat, karena cukup banyak permasalahan adat yang tidak bisa terselesaikan dalam peradilan umum.

“Demikian pula dalam hukum waris, jika saya memiliki saudara laki-laki yang pindah agama dalam hukum adat tidak diperkenankan lagi untuk menerima warisan, karena orang Bali mengenal istilah ‘ade isi ada tulang’ yakni ada hak dan kewajiban,” katanya.

Sedangkan dalam Hukum Perdata ia tetap mendapat warisan karena dilihat dari unsur genetik dan tidak memandang unsur agama.

“Dalam kasus pencurian benda sakral (pratima), patung yang dijadikan benda sakral di pasar tidak seberapa, jika sudah disucikan melalui tahapan kegiatan ritual akan menjadi sangat mahal dan hal itu sulit dan tidak diatur dalam Hukum KUHP,” ujar pengusaha yang latar belakang pendidikan sarjana hukum.

Untuk pembentukan peradilan agama Hindu memang masih membutuhkan jalan yang panjang, namun jika Bali bisa meraih otonomi khusus hal itu sangat memungkinkan untuk bisa terealisasi.

“Wakil Bali di DPR-RI, pemerintah, pakar akademisi dan ahli hukum sudah berusaha semaksimal, namun masih belum menemui titik terang,” ujar Mangku Subagia. AN-MB