Dihimbau kepada para Pengacara di Bali untuk memberikan bantuan hukum gratis  kepada “Penduduk Lokal” untuk gugat pembatalan “Sewa Rekayasa & Nominee” tanah/bangunan!

Ilustrasi Poto Udara Pantai di Bali

Ilustrasi Poto Udara Pantai di Bali

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemprov Bali menaikkan NJOP jauh diatas harga pasar tanah & bangunan. Tapi “orang asing”“cuek & EGP” sebab dengan gampang orang asing menghindari Pajak atas jual beli tanah/bangunan di Bali dengan cara pengalihan tanah direkayasa dengan sewa tanah (jangka panjang) dan sistem nominee  (pinjam nama orang lokal). Hal itu dikatakan Advokat Frank Alexander Raja Panggomgom, SH., LL.B. dalam siaran persnya yang diterima Metrobali.com, Rabu (5/7).

 Negara RI cq Pemda Bali rugi besar dari penerimaan Pajak akibat penyelundupan hukum tanah oeh “Orang Asing” dan “Konglomerat Asing”. Secara “De Facto” sudah terjadi jual beli  akan tetapi Secara “De Jure” direkayasa seolah hanya perjanjian sewa tanah jangka panjang (ada yang hampir 100 tahun) dan rekayasa nominee (Meminjam nama orang lokal).

 Dikatakan, dengan cara rekayasa/penyelundupan hukum tersebut, maka orang asing (Pembeli) tidak membayar Pajak Pembeli sebesar 5% dan penjualan sebesar 2,5% akan tetapi hanya pajak atas sewa atas harga sewa yang “sangat dikecilkan ”. Hampir semua beach club, hotel mewah, villa mewah, restoran mewah di daerah “Prima Wisata” di Bali secara De Facto dimiliki orang asing, yang berakibat terjadi penyelundupan hukum tanah secara besar-besaran. Kerugian Negara RI cq PEMDA Bali diperkirakan ratusan milyar rupiah bahkan triliyuan rupiah dari kehilangan penerimaan Pajak.

 Kejadian ini mirip “Kuasa Mutlak” atas tanah zaman dahulu  yang telah dilarang secara nasional akan tetapi cara lain secara diam-diam terjadi rekayasa/penyelundupan hukum tanah di Bali dan semua pihak mengetahuinya. Penyelundupan hukum dalam saham (Nominee) saja jelas-jelas dilarang oleh  UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 33 ayat 1 akan tetapi “Nominee” (pinjam nama orang lokal) atas tanah terjadi di Bali. Hampir separuh hotel/villa mewah bertarif “Ribuan US Dollar Semalam” secara de facto dimiliki “Konglomerat Asing” berpusat di luar negeri akan tetapi secara dejure masih milik orang lokal Bali. Kenapa diskriminasi?  di luar Bali berlaku larangan masuk mutlak tapi di Bali “Orang Asing suka-sukanya”.

 Baru-baru ini saya ditawarkan “Villa  sea view seluas 50 are (500 Meter) di Canggu dengan harga USD 12 Juta” oleh orang asing yang selama ini secara “De Fakto” adalah pemilik akan tetapi tidak pernah membayar Pajak atas jual beli, sebab Secara “De Jure” hanya seolah-olah sewa jangka waktu (± 100 tahun).

”Bayangkan berapa ribu Villa, restoran, hotel dan tempat hiburan yang secara de facto sudah dimiliki orang asing tanpa pernah membayar Pajak atas pengalihan hak atas tanah,” katanya.

Ia berharap, Ibu Menkeu RI, Bapak Menteri Agraria & Tata Ruang/Kepala BPN RI, Dirjen Pajak dan Gubernur Bali dan para Bupati di Bali perlu segera bertindak cepat . Perlu dikeluarkan Peraturan Pemerintah atau SK Menteri yang melarang sewa jangka panjang dan sistem Nominee.

”Dari segi pajak perlu Dirjen Pajak menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak mempertegas menentukan sewa jangka panjang sebagai pengalihan hak sehingga berlaku pajak 5% dan 2,5%. Dihimbau kepada para Pengacara di Bali untuk memberikan bantuan hukum gratis  kepada “Penduduk Lokal” untuk gugat pembatalan “Sewa Rekayasa & Nominee” tanah/bangunan!,” katanya. RED-MB