Mahfudz Siddiq

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, perlakuan berbeda atas para terpidana mati akan memancing reaksi dan memicu tekanan yang makin besar dari negara lain.

Pemerintah, kata Mahfudz kepada pers di Jakarta, Rabu (29/4), telah membuka celah tekanan yang akan makin besar, terutama dari negara-negara yang warganya di eksekusi mati.

“Reaksi sejumlah negara adalah ujian konsistensi bagi pemerintah. Tapi penundaan eksekusi Mary Jane, terlepas apapun alasannya, telah buat pemerintah buka celah tekanan makin besar,” ujar Mahfudz.

Dia pun mengkritik langkah pemerintah yang banyak melakukan drama terkait eksekusi mati tersebut. Kalau mau membuat drama, maka pemerintah harus siap dengan reaksi para penonton.

“Satu kritik saya adalah jangan lakukan penegakan hukum dengan pendekatan drama. Riuh tapi kita sendiri gak siap hadapi reaksi penonton. Pemerintah konsisten saja membenahi hukum dan mekanisme penegakan hukum,” tuturnya.

Dia pun berharap pemerintah dapat melakukan komunikasi yang baik terutama terhadap negara-negara yang warga negaranya dihukum mati. “Komunikasi harus dijaga. Ini soal manajemen risiko yang harus dikelola baik,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III, Desmon J Mahesa menilai langkah pemerintah yang memutuskan menunda eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso, tepat.

Pemerintah, kata dia, memang harus berhati-hati jika memang ada indikasi kuat Mary Jane tidak bersalah. Sebab, pemerintah tidak akan bisa mengganti nyawa seorang terpidana yang terbukti tidak bersalah. “Jangan sampai mengeksekusi mati orang yang ternyata tidak bersalah,” tambah Desmon.

Mary Jane dijadwalkan akan dieksekusi bersama delapan terpidana lainnya pada Rabu dini hari di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, menjelang pelaksanaan, eksekusi terhadap Mary Jane ditunda.

“Kalau ini ditunda karena tekanan aktivis, aneh. Tapi kalau betul ‘human trafficking’ dan ada buktinya, ini sudah tepat,” tukasnya. AN-MB