Keterangan foto: I Made Somya Putra dari LBH Panarajon saat ditemui di PN Gianyar, Jum’at (5/7/2019)/MB

Gianyar (Metrobali.com) –

Penyelesaian kasus hukum melalui pendekatan dengan memakai azas Ultimum Remedium yang memberikan penggantian kerugian suatu perkara memang dimungkinkan. Hal ini menjadi tren penanganan kasus-kasus kejahatan korupsi di Indonesia.

Hal tersebut dikemukakan oleh Praktisi hukum I Made Somya Putra dari LBH Panarajon saat ditemui di PN Gianyar, Jum’at (5/7/2019). Tanpa bermaksud memberi opini pada penanganan suatu ‘kasus besar’ yang menyangkut nama-nama tokoh di Bali.

“Pada prinsipnya ultimum remedium adalah sifat pemidanaan yang merupakan obat terakhir. Akan tetapi ultimum remedium tersebut sejatinya bertujuan untuk menjerakan orang agar tidak melakukan kejahatan lagi (efek jera),” terang Somya.

Secara hukum acara pidana di Indonesia diatur bahwa pengembalian kerugian tidak menghapus tindak pidana. Apalagi misalnya kasus tersebut bukanlah delik aduan atau delik umum yang wajib mendapatkan kepastian hukum melalui pengadilan. Akan lebih tepat jika diuji di pengadilan apalagi sudah  ditetapkan sebagai tersangka bahkan ditahan. Sebab penegakan hukum yang setara dalam azas equality before the law (kesetaraan di muka hukum) agar hukum tidak tajam kebawah tumpul keatas hendaknya akan diuji melalui law enforcement yang benar dan tertib. (hd)

Editor: Hana Sutiawati