Komaidi Notonegoro

Jakarta (Metrobali.com)-

Pertamina tidak memiliki pilihan selain membatasi penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar kuota solar dan premium cukup hingga akhir tahun sesuai UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN 2014.

“Ada dua opsi yang bisa dilakukan Pertamina. Yang pertama, membatasi penjualan BBM, sedangkan yang kedua tetap menghabiskan kuota, namun hanya sampai November 2014. Kemudian, masyarakat terpaksa membeli non subsidi, tentu akan menimbulkan gejolak baru,” kata Wakil Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro di Jakarta, Senin (25/8).

Ia menambahkan, jika pembatasan tidak dilakukan, banyak pihak tertentu yang akan memanfaatkan kuota sisa hingga akhir November.

Terkait dengan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal 2015, dia berpendapat, keputusan tersebut harus disesuaikan dengan beberapa aspek, antara lain, APBN 2015, kondisi fiskal negara serta neraca minyak saat itu.

Senada dengan itu, pengamat ekonomi Aviliani mengatakan, kenaikan harga harus disertai dengan kebijakan yang jelas serta dilihat dari sisi permintaan di beberapa daerah.

“Menaikkan BBM bersubsidi kalau tidak tepat sasaran tetap saja tidak menyelesaikan masalah. Kalangan menengah atas tidak keberatan, di sisi lain pengendara motor akan terbebani,” katanya.

Ia menyarankan, pemerintah mengikuti usulan dari Kementerian Keuangan untuk menerapkan subsidi tetap yang diberikan langsung kepada pihak yang bersangkutan.

Subsidi tersebut dinilai lebih tepat sasaran karena konsumen yang berhak mendapat subsidi, misalnya, pengendara motor tetap diberikan keringanan Rp2.000 per liter jika harga BBM naik menjadi Rp11.000. Subsidi diberikan ketika konsumen membayar pajak kendaraan yang telah dikurangi pemakaian BBM subsidi mereka selama sebulan.

Kebijakan ini dapat dirasakan oleh angkutan umum yang saat ini hanya menikmati delapan persen dari subsidi BBM. AN-MB