sby 4

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat politik dari Soegeng Sarjadi Syndicate Ridho Imawan menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota mengembalikan citra Presiden Yudhoyono di mata publik.

“Bagi Yudhoyono, Perppu Pilkada tersebut cukup mengembalikan nama dan citranya karena sebelum Perppu dikeluarkan, ia menjadi sasaran gebuk publik karena dianggap mewariskan hal buruk bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia,” kata Ridho di Jakarta, Sabtu (4/10).

Menurut dia, sebelum Perppu itu dikeluarkan, citra Yudhoyono tidak baik di hadapan publik karena ia dinilai tidak mendukung Pilkada Langsung sehingga Perppu itu secara perlahan memperbaiki citra yang bersangkutan.

Ridho menilai keberadaan Perppu Pilkada itu sangat mendesak terutama bagi Presiden Yudhoyono karena yang bersangkutan ingin dianggap sebagai orang yang konsisten terhadap apa yang pernah disampaikan yakni mendukung pilkada langsung.

“Meskipun cacat citra sudah dia peroleh namun Perppu perlahan akan membasuhnya,” ujarnya.

Selain itu, urgensi lain, menurut Ridho, ialah Pilkada Langsung dapat diselamatkan dengan dikeluarkannya Perppu tersebut sehingga rakyat mendapatkan kembali hak politik mereka. Dia mengatakan dengan pengembalian hak politik itu, rakyat dapat berpartisipasi untuk secara langsung memilih kepala daerah yang diinginkan tanpa melalui perwakilan.

“Jika Perppu tidak dikeluarkan, demokrasi mengalami kemunduran,” katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis (2/10) secara resmi menandatangani Perppu No 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu Pilkada).

Beberapa substansi Perppu Pilkada itu antara lain pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilakukan langsung oleh rakyat, mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung.

Substansi lain, adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan berkemampuan rendah, penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan, pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal, dan pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye. AN-MB