Jokowi dan Kabinet

Jakarta (Metrobali.com)-
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai perombakan kabinet alias reshuflle oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari yang lalu terlalu dini untuk dilakukan.

Reshuffle sekarang terlihat sebagai upaya membangun citra dan tekanan dari kekuatan politik besar,” kata dia, saat dihubungi www.antaranews.com, di Jakarta, Sabtu (15/8).

Salah satu penanda perombakan terlalu cepat adalah dilakukan berdekatan dengan Sidang Tahunan MPR sehingga pidato yang disampaikan presiden mengenai perombakan kabinet.

“Ini cara meningkatkan harapan publik terhadap pemerintah,” kata direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia ini.

Ia juga melihat ada nama yang ditempatkan di posisi yang kurang sesuai dengan keahliannya. “Akan menjadi persoalan ketika jadi menteri akan butuh penyesuaian, kerja tidak efektif,” kata dia.

Menurut dia, perombakan kabinet sebaiknya dilakukan pada Oktober, bertepatan dengan setahun pelantikan Kabinet Kerja.

Setahun merupakan waktu yang cukup untuk mengevaluasi orang-orang yang masuk kabinet. Bila dilakukan terlalu cepat, ia khawatir akan mengganggu kinerja kementerian.

Menurut dia, masih ada peluang bagi presiden untuk melakukan reshuffle tahap kedua pada bulan Oktober nanti.

“Tidak apa-apa. Asal tidak me-reshuffle yang sudah naik sekarang. Yang diganti adalah yang belum sempat di-reshuffle,” kata dia.

Presiden Joko Widodo merombak lima menteri dan satu sekretaris kabinet, Rabu (12/8). Antara-MB