dr ahmad atang

Kupang (Metrobali.com)-

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang MSi, menilai gerakan penolakan terhadap pilkada tidak langsung (melalui DPRD) membuktikan persepsi publik terhadap kinerja dan perilaku DPRD masih buruk.

“Adanya gerakan penolakan terhadap pilkada kembali ke DPRD oleh elemen masyarakat dan kepala daerah menunjukkan bahwa persepsi publik terhadap kinerja dan perilaku DPRD selama ini memang buruk,” katanya di Kupang, Rabu (17/9).

Menanggapi reaksi elemen masyarakat dan kepala daerah terhadap wacana Pilkada oleh DPRD itu, ia menjelaskan reaksi itu menjadi pukulan berat bagi partai politik dalam melakukan rekruitmen terhadap kader untuk menduduki jabatan politik di parlemen.

“Kader yang tidak memiliki ideologi kerakyatan akan memandang jabatan tersebut sebagai investasi, bukan tranformatif, karena mereka tidak memiliki wawasan politik yang memadai dalam menjalankan fungsi parlemen,” katanya.

Menurut dia, hal yang ada pada benak mereka justru kekuasan untuk uang, bukan kesejahteraan rakyat. “Politisi itu seharusnya bermodal kepercayaan, bukan hanya kapasitas,” katanya.

Namun, katanya, ada faktor penyebab yang mempersempit ruang kapasitas menjadi pilihan masyarakat, di antaranya sistem pemilu yang membuka ruang praktik ‘summa zero game’ antarkader partai.

“Politik identitas yang berlebihan. Politik transaksional dan pragmatisme masyarakat yang memilih anggota DPRD tanpa ada referensi yang cukup untuk mengetahui rekam jejak caleg secara rasional dengan pendekatan emosional,” katanya menjelaskan.

Atas fenomena ini, politisi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Sistem politik, kehendak untuk berkuasa dengan menghalalkan segala cara dan sikap masyarakat, ikut memberi andil buruknya wajah anggota DPRD.

Oleh karena itu, sistem politik yang labil melahirkan parpol yang labil. Parpol yang labil melahirkan DPRD yang labil dan kelabilan DPRD melahirkan demokrasi yang labil pula.

“Jadi, menurut saya, semua pihak harus instrospeksi tanpa harus cuci tangan menjadi orang yang paling bersih. Justru, kita semua yang membuat bersih menjadi kotor karena orang baik belum tentu akan terus baik ketika menjadi DPRD,” katanya.

Ia menambahkan DPRD adalah orang yang sukses ketika susah dan menjadi orang gagal ketika sukses. “Kegagalan dan kesuksesan anggota DPRD kita karena sistem yang membentuknya,” kata Ahmad Atang. AN-MB