Syamsudin Haris

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsudin Haris mengatakan partai politik tidak lagi sebagai wadah untuk berbuat baik bagi kehidupan kolektif dan menghasilkan kebajikan serta kemaslahatan hidup bersama.

“saat ini terjadi pedangkalan pemahaman masyarakat terhadap partai politik, Kekuasaan dan pemerintah,” katanya dalam seminar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kuliah Umum di Jakarta, Selasa (16/9).

Ia mengatakan sebagian kalangan memandang partai politik sebagai mekanisme instan untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak dan sebagai wadah untuk mengumpulkan atau memobilisasi status kekayaan.

“Dari hasil sejumlah survei mengindikasikan bahwa adanya fenomena di mana partai politik mengalami krisis kepercayaan publik,” katanya.

Selain itu ia mengatakan dalam konteks kepemimpinan dan kekuasaan, revolusi mental terlihat dengan munculnya fenomena Jokowi dengan gaya pendekatan blusukan dan kedekatannya terhadap publik.

“Pemimpin yang kita temukan saat ini adalah pemimpin yang minta dilayani dan akhirnya masyarakat melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang formal, macho serta berjarak dengan publik,” katanya.

Ia mengatakan bahwa poin dari revolusi mental yang dikampanyekan Jokowi harus menyentuh soal-soal politik sehingga masyarakat dapat mengubah paradigma tentang bagaimana memandang pemerintah, Partai Politik, Pemilu, kekuasaan dan kepemimpinan “Pangalaman sejauh ini menunjukan seolah-olah pemerintah terlihat kerja serius apabila rapat dan sidang kabinet sering dilakukan padahal belum tentu rapat tersebut berkaitan dengan kinerja pemerintah,” katanya. AN-MB