ALI TRANGHANDA

Jakarta (Metrobali.com)-

Koreksi pasar terhadap harga rumah terjadi di sejumlah lokasi setelah pengumuman kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, kata pengamat properti Ali Tranghanda.

Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (1/12), mengatakan bahwa pasar sekunder ada yang mengalami koreksi. Namun, pasar yang dimaksud adalah bukan pasar sekunder sebenarnya.

“Koreksi pasar terjadi pada beberapa lokasi yang harga jualnya memang dahulu sudah ‘overvalue’ ketika dibeli dari pengembang (pasar primer),” kata Ali.

Menurut Ali yang juga merupakan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch itu, koreksi itu lebih pada kondisi “overvalue” dan tidak terkait dengan kebijakan BBM.

Hal itu, ujar dia, karena kenaikan harga BBM diperkirakan akan menaikkan harga produksi yang akan berimbas juga pada penaikan bahan bangunan yang berujung pada kenaikan harga jual properti.

Khususnya untuk properti yang akan diluncurkan tahun depan, lanjut dia, para pengembang harus menghitung ulang jadwal dan cara mengantisipasi kenaikan ini menyusul kenaikan harga yang tidak sejalan dengan pertumbuhan daya beli.

Ia memaparkan, untuk segmen menengah yang menggunakan KPR sebagai alternatif utama pembelian KPR, agaknya akan memperlihatkan penurunan pembelian karena pada saat yang sama BI rate naik menjadi 7,75 persen yang akan menyebabkan suku bunga ikut naik diperkirakan di awal 2015.

Terkait dengan fenomena “overvalue” harga rumah, Ali mengungkapkan bahwa pihaknya telah memperkirakan hal itu selama dua tahun terakhir ketika banyak pihak yang masih percaya harga akan terus naik.

“Dalam sebuah siklus, memang tidak selamanya pertumbuhan harga akan naik. Yang terjadi biasanya kenaikan harga yang terlalu cepat karena optimisme yang berlebihan dan kelatahan pasar properti yang sering terjadi saat tren pasar sedang meninggi,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch itu juga mengatakan bahwa kondisi pasar properti yang meninggi ternyata membuat pasaran harga menjadi tidak terkendali dan pembeli seakan tidak menghiraukan dan tidak menyadari harga telah sangat tinggi dan tidak masuk akal.

Dalam kondisi itu, tutur dia, keputusan pembelian merupakan keputusan investasi yang salah. Namun, dengan adanya harga yang terkoreksi bisa jadi sebuah momen dan alarm untuk membeli properti tersebut. AN-MB