MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Pengamat: kalapas terkena OTT masalah klasik

Keterangan foto: Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (tengah) dan Saut Situmorang (kanan) bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah (kiri) bersiap untuk memberikan keterangan perihal operasi tangkap tangan di Lapas Sukamiskin di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menetapkan empat orang tersangka yaitu Kalapas Sukamiskin Wahid Husen, staf Lapas Hendri Saputra sebagai penerima suap, Fahmi Darmawansyah terpidana korupsi, dan Andri Rahmad terpidana umum sebagai pemberi suap. Dengan barang bukti berupa uang senilai Rp279.920.000 dan USD 1.410, serta satu unit mobil Mitsubishi Triton Exceed dan satu Unit Mitsubishi Pajero Sport Dakkar. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Kalapas ditangkap bukan pertama kalinya, ini suatu pelanggaran klasik
Jakarta (Metrobali.com) –

Pengamat hukum pidana Kaspudin Noor menyatakan ditangkapnya Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin Wahid Husein oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan permasalahan klasik.

“Kalapas ditangkap bukan pertama kalinya, ini suatu pelanggaran klasik,” katanya yang juga mantan Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) kepada Antaranews di Jakarta, Sabtu.

Pelanggaran yang klasik ini tentunya harus dicari metode untuk tidak mengulang kejadian serupa. “Ini tugas Pak Menteri Hukum dan HAM selaku pimpinannya yang memiliki kewenangan dalam mengatasi persoalan itu,” katanya.

Meski atasan langsung kalapas itu Dirjen Pemasyarakatan (Dirjen Pas), tapi menkumham harus memberikan peringatan (warning) kepada bawahannya dengan memberikan sanksi karena tidak mampu melakukan pembinaan kepada warga binaan. “Kalau menkumham tidak mampu, yang harus diganti. Kalau tidak, kejadian seperti terus-menerus terjadi,” katanya.

Tentunya, kata dia, tugas pimpinanlah untuk mengawasi kerja bawahannya selain mengatur kebijakan. “Kalau melanggar jangan segan-segan menjatuhkan sanksi kepada bawahannya,” katanya.

Sebenarnya, kata dia, hakim pengadilan juga bisa melakukan pengawasan terhadap seseorang yang sudah dijatuhi hukuman. “Itu diatur dalam hukum pidana kita, hakim bisa mengawasi terkait pelaksanaan hukuman terhadap terpidana,” katanya.

Ketua Umum Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum UI Choky Ramadhan menyatakan kasus kalapas tersebut bukan barang baru dan sudah lama didengar.

“Ini bukan barang baru. Kita sudah dengar isu ini sejak Prof Denny menjadi Wamenkumham, dan bahkan beberapa tahun terakhir sempat diangkat oleh jurnalisme investigasi salah satu media di Indonesia,” katanya.

Selanjutnya, rombak pejabat maupun staf di Sukamiskin yang terkait ataupun mengetahuinya tetapi “membiarkan” dan tidak melaporkannya. Selanjutnya “whistleblowing” sistem perlu dikembangkan agar memberikan perlindungan maupun penghargaan bagi pihak pegawai maupun warga bina pemasyarakatan yang melaporkan praktik koruptif di lapas.


Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Sri Muryono
Sumber: ANTARA