ilustrasi koperasi

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat koperasi Suroto meminta agar perayaan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) dari tahun ke tahun jangan sekadar seremoni yang menghabiskan anggaran besar, namun tidak membawa banyak perubahan bagi koperasi Indonesia.

“Kita selama ini hanya terjebak pada jargon, seremoni seperti peringatan hari koperasi nasional yang menghabiskan dana hingga miliaran rupiah.” “Koperasi yang seharusnya jadi bentuk partisipasi hilang, dan kita tidak pernah menjadikan monentum peringatan hari koperasi nasional itu sebagai refleksi,” kata Suroto yang juga ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) itu di Jakarta, Minggu (12/7).

Tahun ini, koperasi Indonesia genap berusia 68 tahun pada 12 Juli 2015 atau sejak ditetapkan pertama kali pada Konggres Koperasi Pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 1947.

Dan kini koperasi di Indonesia jumlahnya 209.633 unit dengan jumlah anggota sebanyak 36 juta orang.

“Jadi rata-rata setiap desa ada 3 koperasi. Namun, faktanya di lapangan yang aktif hanya 30-35 persen. Dengan anggota aktif hanya sebanyak 10 juta atau kurang lebih hanya 5 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kontribusinya terhadap perekonomian nasional juga hanya 2 persen saja,” paparnya.

Menurut dia, hal itu menjadi bukti bahwa gerakan koperasi itu masih lemah dalam semangat.

“Fakta ini juga bukti bahwa kita tidak bisa berkoperasi itu hanya dengan ditunjukkan dengan banyaknya kelembagaan dan seremoni saja,” tuturnya.

Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemegang kebijakan perkoperasian di Indonesia untuk segera membenahi masalah koperasi ini.

Pertama, kata dia, pemerintah harus segera menertibkan koperasi yang tinggal papan nama dan juga rentenir yang “berbaju” koperasi.

Kedua, segera membangkitkan kembali pendidikan perkoperasian di kalangan masyarakat dengan melibatkan banyak pihak, ormas dan juga perguruan tinggi.

“Kampanyekan apa yang sebetulnya menjadi cita-cita koperasi.

Ajaklah anak-anak muda untuk kembali membangkitkan semangat berkoperasi sebagai semangat kebangkitan bangsa,” ujarnya.

Ketiga, mempromosikan keberhasilan gerakan koperasi yang benar dan manfaatnya bagi anggotanya secara gencar.

“Jangan tutup-tutupi keunggulan koperasi dibandingkan dengan model korporat kapitalis. Seperti misalnya, pembagian keuntungan dan keterlibatan anggota dalam koperasi, dan sebagainya,” ucapnya.

Sementara dalam hal regulasi, Pemerintah sebaiknya segera melakukan revisi berbagai produk regulasi terutama di bidang ekonomi yang mendiskriminasi, mendiskriditkan, dan mensubordinasi koperasi.

“Peringatan hari koperasi tahun ini seharusnya jadi monentum kita bersama bahwa kita perlu mengembalikan konsep usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan kita saat ini. Komitmen pemerintah untuk wujudkan kemandirian ekonomi jangan hanya jadi jargon,” tukasnya.

Ia berpendapat, saat ini sudah saatnya untuk membangkitkan koperasi sebagai bangun perusahaan yang memang sesuai dengan demokrasi ekonomi, dan kemandirian ekonomi.

“Ketidakadilan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan telah terjadi di seluruh dunia, dan seperti yang juga telah menjadi tema gerakan koperasi dunia ‘International Cooperative Alliance’ (ICA) yakni ‘pilih persamaan, maka pilihlah koperasi!’,” tandasnya. AN-MB