Brussel (Metrobali.com)-

Multistakeholder Forestry Programme (MFP)  bersyukur bahwa pada hari ini, Senin (30 September 2013), Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Uni Eropa (UE) menandatangani Persetujuan Forest Law Enforcement Governance and Trade – Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA).  Penandatanganan Persetujuan FLEGT-VPA berlangsung di Markas Besar UE di Brussels (Belgia) oleh Menteri Kehutanan RI, Komisioner Lingkungan, dan Presidensi UE.   

 Penandatanganan FLEGT-VPA ini merupakan hasil dari rangkaian panjang negosiasi antara RI-UE sejak Januari 2007. Sebuah proses yang memastikan kepercayaan UE terhadap perbaikan tata-kelola kehutanan dan industri kehutanan yang dilakukan melalui pembangunan sebuah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem yang disusun melalui kerjasama multipihak, mulai dari Pemerintah, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat,  memakan waktu cukup panjang sejak 2003 dan ditetapkan pada 2009. 

 Rangkaian proses difasilitasi Yayasan KEHATI, melalui Multistakeholder Forestry Programme, sebuah program kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris melalui UKAID.  “Kami sangat bersyukur bahwa FLEGT-VPA dapat ditandatangani karena hal ini merupakan momentum untuk memperkuat upaya perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia”, ujar Diah Raharjo, Program Direktur Multistakeholder Forestry Programme – KEHATI.

 Penjaminan legalitas atas kayu dan produk kayu yang diperdagangkan dilakukan melalui instrumen SVLK4, dimana Masyarakat Sipil merupakan satu elemen yang berperan penting sebagai pemantau independen guna menjaga akuntabilitas sistem, bersama-sama dengan elemen lembaga verifikasi independen yang melakukan audit terhadap usaha kehutanan.

Sejak diberlakukan, SVLK merupakan sistem wajib yang harus diimplementasikan oleh semua pelaku usaha perkayuan. Hal ini diperkuat dengan pemberlakuan Permendag Nomor 64/2012 tentang Perdagangan Ekspor Produk Kehutanan, yang mewajibkan Dokumen V-Legal bagi semua ekspor produk kayu pada 1 Januari 2014 nanti.

 Selain Indonesia, ada lima negara lain yang telah menandatangani FLEGT-VPA dengan UE. Untuk saat ini Indonesia adalah satu-satunya negara mitra yang telah menandatangani FLEGT-VPA serta telah memiliki dan mengimplementasikan SVLK yang mencakup verifikasi atas sumber asal kayu, industri pengolahan, sampai dengan titik ekspor.

  Diah Raharjo menyampaikan “Begitu VPA yang telah ditandatangani antara Indonesia dan EU efektif dilaksanakan, semua kayu bersertifikat legal berdasarkan SVLK akan memasuki pasar Eropa dengan disertai Dokumen V-Legal yang diakui sebagai lisensi FLEGT.  Sebagaimana diketahui, Eropa merupakan benchmark bagi pasar yang lain, sehingga dengan pelaksanaan VPA diharapkan akan dapat meningkatkan akses produk kayu Indonesia di pasar Eropa, serta di pasar dunia yang lain, termasuk ke dalamnya bagi produk kayu dari usaha pengrajin dan industri kecil-menengah.”

 “Tantangan terbesarnya adalah bagaimana membantu pelaku usaha kecil dan menengah untuk dapat masuk dalam sistem ini”, ungkap MS Sembiring, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI.  Data ekspor kayu Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa saat ini sebagian besar ekspor produk kayu Indonesia berasal dari kayu rakyat, ditambah dengan porsi ekspor furnitur dan kerajinan yang didominasi oleh sektor usaha kecil-menengah (UKM). Oleh karena itu, sejak 2011, MFP-Kehati mencurahkan perhatian yang besar untuk membantu para pelaku usaha kecil ini.

 Lebih lanjut Sembiring menjelaskan, “Selain persoalan UKM, kredibilitas SVLK harus benarbenar dijaga dengan adanya VPA. Harus ada kesadaran bersama untuk menerapkan sistem ini dengan sebaikbaiknya. Pemantauan oleh masyarakat sipil, yang menjadi bagian penting dari sistem ini mesti juga berjalan secara maksimal.  RED-MB