KPU-Bawaslu Tetap ‘’Ngotot’’, Tapi Gagal Lagi

MADE DASTRA (2)

Foto: Made Dastra, Korlap Baliho Tim Pemenangan SMS

Karangasem (Metrobali.com)-

                Niat KPU Karangasem dan Panwaslih Karangasem untuk ‘’memberangus’’ baliho dan spanduk-spanduk kandidat di tempat pribadi, kembali ‘’gagal’’ dan ditunda pelaksanaannya, karena Pemkab Karangasem belum sepaham dengan KPU dan Panwaslih Karangasem tentang baliho dan spanduk di tempat pribadi yang dianggap harus ditertibkan. Petugas KPU dan Panwaslih Karangasem, yang sudah berkumpul di kantor Satpol PP Karangasem, Sabtu (31/10), akhirnya untuk ke sekian kalinya menunda rencana untuk menurunkan baliho-baliho kandidat bupati-wakil bupati di tempat pribadi yang menurut dua lembaga tersebut melanggar peraturan.

Menurut sumber yang dapat dipercaya, rencana ‘’pemberangusan’’ baliho di tempat pribadi ditentag keras oleh Tim Pemenangan kandidat, sementara Pemkab Karangasem hanya bersedia menertibkan atribut-atribut yang dipasang di fasilitas umum, seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah.  Sementara yang dipasang di lahan pribai, Pemkab tidak bersedia menurunkan, dan hanya mau mendampingi KPU dan Panwaslih Karangasem kalau mereka mau menurunkan sendiri baliho-baliho tersebut.

Made Dastra, Koordinator Lapangan Tim Pemenangan SMS atau Sudirta-Sumiati, bersama beberapa rekannya, kemarin nampak kumpul di depan Satpol PP Karangasem. ‘’Kami mau memantau kalau benar ada penertiban baliho di lahan pribadi, pasti kami persoalkan, baik pidana maupun perdata. Bukan bermaksud melawan peraturan perundangan, tetapi karena Tim Hukum kami sudah pernah mempersoalkan cara KPU dan Panwaslih menafsirkan definisi APK (alat peraga kampanye) yang diatur dalam pasal 1 angka 20 PKPU No. 7/2015,’’ katanya, didampingi Tim Pemenangan SMS, Putu Wirata Dwikora dan beberapa Relawan SMS lainnnya.

‘’Kalau Pemkab Karangasem tidak sepaham dengan KPU dan Pawaslih, tentu artinya masih ada masalah. Tim Hukum kami pun jelas-jelas menanyakan, apakah baliho dan spanduk yang dipasang di lahan pribadi masuk APK atau bukan? Panwas mengatakan, dikategorikan APK karena mengandung sekurangnya 3 unsur dari total 7 unsur APK. Tujuh unsur itu adalah visi, misi, program, simbol, tanda gambar, dipasang semasa kampanye, berisi ajakan memilih. Cara KPU dan Panwas membaca peraturan tidaklah lazim, karena peraturan tidak boleh dibaca dan dipahami sepotong-sepotong,’’ imbuh Dastra.

Dastra  membandingkan, bagaimana mendefinisikan orang sebagai Warga Miskin, seseorag berstatus Tersangka atau Terpidana. ‘’Semuanya harus memenuhi unsur yang diatur dalam peraturan perundangan. Orang dikategorikan miskin bila memenuhi 14 unsur kriteria orang miskin, disebut Tersangka bila memenuhi unsur sekurangnya dua bukti permulaan, disebut Terpidana bila unsur-unsur yang diatur dalam hukum acara maupun hukum materiilnya memenuhi,’’ katanya. Kalau seseorang hanya memenuhi 13 dari 14 unsur kriteria miskin, ia pasti dicoret dari Daftar Warga Miskin. Kalau seseorang dituduh melakukan pidana tetapi unsurnya masih satu, penyidik pasti tidak berani menetapkannya sebagai Tersangka.

Tim SMS bahkan pernah mengingatkan Bawaslu dalam pertemuan yang diprakarsai Bawaslu Provinsi Bali, kalau perbuatan seseorang yang tidak cukup unsurnya bisa dikategorikan pelanggaran, apakah Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang di forum PB3AS (Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja) mengajak rakyat tidak ‘’memilih pemimpin sembako’’, bukannya pelanggaran kampanye, karena pernyataannya diarahkan pada kandidat tertentu, dan jelas-jelas Mangku Pastika adalah figur yang selain gubernur Bali, juga tokoh penting dari koalisi partai yang mendukung kandidat tertentu.

‘’Kalau aturannya boleh sepotong-sepotong saja ditafsirkan, bukankah Pak Gubernur memenuhi beberapa unsur? Pertama, dia masih gubernur yang menjadi milik rakyat Bali, tidak boleh memihak. Kedua, PB3AS adalah forum yang menggunakan dana negara dan itu dilarang digunakan dalam peraturan KPU tentang kampanye. Ketiga, apakah Pak Mangku Pastika cuti ketika melakukan sesuatu yang berbau kampanye terselubung tersebut?” imbuh Dastra.

Apakah KPU dan Bawaslu Bali mengusut dugaan kampanye terselubung Gubernur Bali tersebut, bila mereka memperlakukan semua kandidat setara dan secara adil di depan peraturan perundangan. ‘’Jangan kami saja yang dikejar dan ditekan habis, tetapi pelanggaran dari pihak lain dibiarkan berlalu,’’ kata Dastra. Dia mendesak, Bawaslu Bali mengusut juga dugaan kampaye terselubung Gubernur Bali tersebut, karena kalau dilihat dari unsur-unsur yang ada, serta membandingkan cara Bawaslu menafsirkan angka 20 pasal 1 PKPU No. 7/2015, ada unsur pelanggaran di dalamnya.

‘’Kalau Bawaslu tidak mengusut itu, sementara kami terus ditekan, kami pertanyakan, ada apa dibalik semua itu,’’ imbuh Dastra. RED-MB