Benghazi, Libya (Metrobali.com) –

Pemimpin intelijen militer di Benghazi, Libya timur, Kolonel Fethallah al-Gaziri, dibunuh Jumat selama kunjungan ke keluarganya di daerah berdekatan Derna, kata seorang pejabat keamanan.

“Penyerang-penyerang bersenjata melepaskan tembakan yang menewaskan Kolonel Fethallah al-Gaziri, pemimpin intelijen militer di Benghazi,” kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu kepada AFP.

Ia mengatakan, kolonel yang masih belum lama memegang jabatan kepala intelijen itu berada di Derna untuk menghadiri pernikahan keponakannya. Mayat korban dibawa ke rumah sakit Derna.

Setelah pemberontakan 2011 yang menggulingkan pemerintah Muamar Gaddafi, militan di Libya timur menyerang aparat keamanan, warga asing, hakim, aktivis politik serta pekerja media, yang menewaskan lebih dari 300 orang.

Pada 5 Desember, seorang guru Amerika ditembak mati di Benghazi, 15 bulan setelah serangan mematikan terhadap konsulat AS di kota kedua Libya itu.

Korban tewas adalah seorang warga AS yang mengajar di sekolah internasional di kota itu, kata juru bicara badan keamanan Ibrahim al-Sharaa.

Pada hari yang sama, dua prajurit Libya tewas ditembak dalam insiden-insiden terpisah – serangan mematikan terakhir terhadap aparat keamanan dalam beberapa pekan ini.

Pada 28 November, tiga prajurit tewas ketika militer bentrok dengan militan Ansar al-Sharia pada hari terakhir pemogokan tiga hari untuk memprotes keberadaan milisi di kota itu.

Dalam serangan lain pada hari itu, orang-orang bersenjata yang naik sebuah kendaraan memberondongkan tembakan ke arah dua prajurit ketika mereka memasuki sebuah mobil setelah meninggalkan kafe, menewaskan satu orang.

Dewan kota Benghazi mengumumkan pemogokan tiga hari setelah patroli militer diserang di dekat markas Ansar al-Sharia, kelompok militan yang dituduh bertanggung jawab atas serangan terhadap misi AS pada 2012.

Benghazi, tempat lahirnya pemberontakan anti-pemerintah yang menggulingkan rejim Muamar Gaddafi, dilanda pemboman dan serangan-serangan terhadap aparat keamanan dan juga konvoi serta organisasi internasional dan beberapa misi Barat.

Pihak berwenang menyalahkan kelompok garis keras atas kekerasan itu.

Militan yang terkait dengan Al Qaida menyerang Konsulat AS di Benghazi yang menewaskan Duta Besar AS untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga lain Amerika pada 11 September 2012.

Pemerintah baru Libya hingga kini masih berusaha mengatasi banyaknya individu bersenjata dan milisi yang memperoleh kekuatan selama konflik bersenjata yang menggulingkan Muamar Gaddafi. (Ant/AFP)