Denpasar (Metrobali.com)-

Dua dari tiga pemilik Hotel Grand Balisani menganggap eksekusi dua unit hotel tersebut di Petitenget dan Legian, Kabupaten Badung, oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (29/7), tidak prosedural.

“Karena tidak prosedural, maka kami langsung melaporkan eksekusi itu kepada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” kata Ahmad Riyadh selaku kuasa hukum Soehardjo Gondo dan Hendy Setiawan di Denpasar.

Soehardjo dan Hendy berstatus sebagai termohon atas dua unit Hotel Grand Balisani yang disengketakan masing-masing berdiri di atas lahan seluas 12.800 meter persegi di Batu Belig, Petitenget, dan 3.850 meter persegi di Legian.

Dengan laporan itu, dia berharap MA segera melakukan peninjauan kembali terhadap eksekusi yang dilakukan PN Denpasar.

“Saya sangat menyayangkan tindakan eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar itu, padahal keputusan MA nomor 338/Pdt. G/2008/PN.Dps tidak bersifat kondemnatoir sehingga tidak dapat dieksekusi,” ujar Riyadh.

Ia menyayangkan PN Denpasar yang melakukan eksekusi terhadap hotel yang disengketakan tersebut.

Perkara tersebut terjadi pada 2006 yang bermula dari perselisihan antarpemilik hotel, yakni Lie Thien Ping, Soehardjo dan Hendy.

Hotel itu dibeli pada 2001 oleh tiga orang dengan komposisi Lie 45 persen, Gondo 45 persen, dan Hendy 10 persen. Ketiga orang itu kemudian membentuk perusahaan untuk mengelola hotel. Namun hotel tersebut bukan merupakan aset perusahaan, melainkan milik pribadi ketiga orang itu.

“Hotel tersebut dibeli oleh ketiga orang itu dengan nilai Rp21 milir setelah mengalami renovasi yang dananya bersumber dari Soehardjo Gendo nilainya kini diperkirakan lebih dari Rp300 miliar,” ujar Riyadh. AN-MB