Jakarta (Metrobali.com) –

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah segera memutuskan status PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sebagai BUMN, setelah beralih ke tangan Indonesia sejak November 2013.

“Inalum saat ini 100 persen sudah menjadi bagian ‘share’ Indonesia, saat ini sedang dalam masa transisi menuju bentuk BUMN baru,” ujarnya seusai rapat koordinasi membahas Inalum di Jakarta, Kamis.

Hatta mengatakan sebelum penetapan status BUMN tersebut, saat ini sedang dilakukan pembenahan yang tertunda dalam tubuh perusahaan terkait status otoritas asahan serta hal-hal teknis mengenai “smelter” PT Inalum.

“Kita menyelesaikan hal-hal terkait ‘sharing cost’ serta kemudian lahan nanti kalau ada pengakhiran tugas otoritas asahan. Status tersebut kita minta dituntaskan satu tim yang akan menuntaskan masalah tertunda dan tetap sesuai ‘masterplan’ dari Kemenperin,” tuturnya.

Setelah itu, pemerintah akan menyiapkan aturan teknis untuk mengesahkan PT Inalum sebagai BUMN berupa penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) yang perumusannya segera selesai dalam waktu dekat.

Menteri Perindustrian MS Hidayat menambahkan setelah penetapan status hukum PT Inalum telah jelas, maka kemungkinan perusahaan pengolahan alumina ini akan menambah investasi senilai 700 juta dolar AS melalui penawaran saham perdana (IPO) atau penyertaan modal negara.

“Perkiraan investasi baru 700 juta dolar AS, ini nanti di masa kerja BUMN baru. Tapi sekarang status hukumnya ditetapkan dulu,” ucapnya.

Ia memastikan penetapan hukum PT Inalum menjadi BUMN harus segera diputuskan agar perusahaan tersebut dapat memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan ketika kepemilikan berada di tangan Jepang.

“Ini upaya pemerintah untuk menetapkan semuanya secara hukum agar Inalum menjadi lebih baik ketimbang ketika dipegang Jepang yang sudah baik dalam manajemennya,” ujarnya.

Hidayat mengharapkan dengan pembenahan dalam berbagai bidang termasuk segi hukum, maka kapasitas produksi PT Inalum dapat meningkat dari sebelumnya sebesar 225 ribu ton menjadi 400 ribu ton.

“Jangan sampai setelah 30 tahun dikelola pihak asing, kemudian kembali ke kita, kinerjanya menurun. Itu yang harus kami jaga sepenuhnya,” tukasnya. (Ant)