Keterangan foto: Ilustrasi konflik agraria – google image

Jakarta, (Metrobali.com) –

Pada Rabu (12 Juni 2019), Kepala Staf Kepresidenan; Jend (purn) Moeldoko memimpin Rapat Tingkat Menteri (RTM) untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria. Rapat ini akan dihadiri oleh menteri terkait untuk menargetkan penyelesaian 167 kasus yang menurut Kantor Staf Presiden (KSP) dapat diselesaikan dengan segera oleh kementerian dan lembaga teknis terkait pada akhir tahun ini.

Sesuai dengan tugas dan fungsi pokok KSP sebagai pengendali program strategis dan prioritas Presiden, KSP secara khusus terus mendorong pelaksanaan reforma agraria yang menjadi prioritas Presiden. Sebagaimana diketahui penyelesaian konflik agraria adalah salah satu tujuan utama dari reforma agraria. KSP juga mencatat bahwa setiap kunjungan kerja Presiden, konflik agraria adalah salah satu laporan yang kerap ditemui.

Menindaklanjuti hal tersebut, dalam dua tahun terakhir (2017), KSP telah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) yang bertugas menerima pengaduan kasus, menganalisa kasus, memverifikasi lapangan, mengadakan rapat koordinasi dan memberikan rekomendasi penyelesaian. Ujung dari langkah TPPKA ini adalah memberikan peta jalan kebijakan dan pelaksanaan penyelesaian konflik kepada kementerian dan lembaga terkait.

Profil Kasus Konflik Agraria yang Masuk Istana
Sejak dibentuk (2016-2019), TPPKA-KSP menerima laporan konflik agraria sejumlah 666 kasus, seluas 1.457.084 hektare, dan sedikitnya 176.132 kepala keluarga terdampak. Pada awalnya, sebagian dari kasus yang dilaporkan warga ditujukan kepada Kementerian Sekretariat Negara atau Sekretariat Kabinet.

Selanjutnya, diteruskan kepada KSP dan ditangani oleh TPPKA. Selain itu, TPPKA juga menerima pengaduan dari surat, surat elektronik dan pengaduan langsung dari masyarakat. Hasil analisis TPPKA, diketahui sebagian besar konflik agraria yang diadukan masyarakat dikarenakan mal-administrasi pelayanan pertanahan, tumpang tindih izin/konsesi atas tanah dan SDA, proses pemberian ganti kerugian yang tidak adil, dan berlarutnya penyelesaian akibat pendekatan yang semata-mata legal formal, dan sebagainya.

Berdasarkan profil pengaduan 666 kasus tersebut, terdapat 413 kasus memiliki informasi pendukung yang cukup sehingga dapat ditindaklanjuti. Berdasarkan analisa TPPKA sedikitnya 167 kasus yang dapat diselesaikan dalam jangka pendek, 92 kasus diselesaikan dalam jangka menengah, dan 154 kasus yang penyelesaiannya membutuhkan waktu lebih lama. Selanjutnya, 253 kasus belum memiliki informasi pendukung yang lengkap sehingga belum ditindaklanjuti.

Untuk mempercepat penyelesaian 167 kasus dengan kategori dapat diselesaikan dalam jangka pendek, TPPKA-KSP mengadakan Rapat Tingkat Menteri (RTM) pada Rabu, 12 Juni 2019 di Gedung Binagraha, Jakarta. RTM adalah sebuah koordinasi Kepala Staf Kepresidenan dengan para menteri teknis
terkait, khususnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Panglima TNI dan Kepala
Kepolisian RI.

RTM sebagai Cara Mempercepat Penanganan Konflik Agraria
Dalam RTM ini, Moeldoko Kepala Staf Kepresidenan memimpin rapat, dan Jaleswari Pramodhawardani Deputi V Kepala Staf Kepresidenan selalu penanggungjawab TPPKA memaparkan profil pengaduan, hasil analisis kasus, rekomendasi mengenai alur proses bersama penanganan dan
penyelesaian konflik agraria.

Menurut Moeldoko, “Pemerintah sedang berusaha mempercepat penyelesaian konflik agraria. Langkah yang ditempuh melalui koordinasi antar-kementerian dan lembaga, serta membangun sinergi penanganan lintas-kementerian dan lembaga”. Setiap kementerian-lembaga telah menunjuk pejabat penanggungjawab untuk koordinasi lintas-kementerian-lembaga tersebut. Dalam RTM ini, KSP menyerahkan dokumen digital yang berisi daftar kasus beserta seluruh data-data pendukungnya kepada kementerian/lembaga terkait. Moeldoko menutup dengan mengatakan bahwa keadilan agraria menjadi perhatian serius Pemerintah, dan RTM ini merupakan langkah penting dalam percepatan penyelesaian konflik agraria tersebut.

Hadir pada RTM tersebut Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. Sofyan Djalil berkomitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus agraria yang laporannya telah diterima oleh KSP. Beberapa konflik yang diterima memiliki kompleksitas tersendiri khususnya konflik agraria yang berkaitan dengan aset pemerintah. Meski demikian, dengan jalan koordinasi antar kementerian-lembaga, Sofyan Djalil optimistis komitmen penyelesaian konflik agraria tersebut akan dapat tercapai. “Beberapa konflik, seperti di Teluk Jambe dan di Karawang berhasil diselesaikan. Memang masih ada beberapa konflik yang kompleks. Namun, inisiasi pola koordinasi antar kementerian-lembaga yang hari ini dibicarakan membawa langkah penyelesaian ke arah titik terang,” pungkas Sofyan Djalil.

Siti Nurbaya turut menyinggung mengenai peran penting koordinasi lintas kementerian-lembaga. Mengingat kewenangan kehutanan sudah tidak berada di level Pemerintah Kabupaten / Kota, maka Pemerintah Provinsi turut memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di area hutan. “Melalui koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi penting untuk terlibat dalam inisiasi penyelesaian konflik agraria. Artikulasi teknis dalam desain koordinasi akan positif mendorong implementasi rencana penyelesaian konflik agraria,” ujar Siti Nurbaya.

Siti Nurbaya juga menyampaikan melalui koordinasi pula-lah persoalan pengakuan wilayah masyarakat adat yang selama ini menjadi polemik akan potensial diselesaikan. Pada RTM ini turut disepakati pembentukan Desk Penanganan Konflik Agraria Lintas Kementerian dan Lembaga, dengan KSP sebagai simpulnya. Setelah RTM, penanganan 167 kasus prioritas akan dilakukan melalui Desk lintas Kementerian-Lembaga ini di mana setiap dua bulan sekali akan dievaluasi perkembangannya.

Editor: Hana Sutiawati