Komaidi Notonegoro

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat energi Komaidi Notonegoro meminta pemerintah dan juga PT Pertamina (Persero) mengantisipasi migrasi pengguna elpiji ke tabung 3 kg pascakenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg.

“Kenaikan harga elpiji memang wewenang Pertamina sebagai badan usaha. Namun, pemerintah dan juga Pertamina mesti melakukan pengawasan lebih ketat agar tidak terjadi migrasi 12 kg ke 3 kg,” katanya di Jakarta, Sabtu (3/1).

Menurut Wakil Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu, migrasi pengguna 12 kg ke 3 kg, selain salah sasaran juga meningkatkan subsidi 3 kg.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquified Petroleum Gas, elpiji 3 kg hanya untuk rumah tangga dengan belanja maksimal Rp1,5 juta/bulan dan usaha mikro dengan omset maksimal Rp50 juta/bulan.

Komaidi juga meminta Pertamina memaksimalkan sistem monitoring penyaluran elpiji 3 kg (simol3k) untuk mencegah migrasi dari 12 ke 3 kg akibat kenaikan harga 12 kg.

Sistem tersebut diyakini mampu memantau penyaluran elpiji 3 kg bersubsidi hingga ke level pangkalan.

Pertamina secara resmi menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp18.000 per tabung atau Rp1.500 per kg mulai 2 Januari 2015.

Dengan kenaikan tersebut, harga elpiji tabung 12 kg di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang sebelumnya sekitar Rp120.000 naik menjadi Rp140.000 per tabung.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, kenaikan tersebut merupakan upaya menekan kerugian bisnis elpiji tersebut.

Dengan kenaikan tersebut, harga elpiji 12 kg sudah mencapai keekonomiannya.

Pada 2014, Pertamina menghitung merugi sekitar Rp5 triliun dari penjualan elpiji 12 kg.

Selanjutnya, Pertamina berencana mengevaluasi harga elpiji secara berkala setiap tiga bulan sekali dengan memperhatikan indikator pasar seperti harga kontrak (contract price) Aramco.

Komaidi mengatakan kenaikan harga elpiji sesuai keekonomian tersebut memang mau tidak mau harus dilakukan.

“Produk tersebut tidak disubsidi, sehingga memang menjadi domain badan usaha,” ujarnya.

Selain migrasi, lanjutnya, aparat keamanan juga mesti meningkatkan pengawasan potensi pengoplosan dari 3 kg ke 12 kg pascakenaikan tersebut.

“Selain berbahaya, pengoplosan tersebut merugikan negara, karena meningkatkan subsidi,” ujarnya.

Pada APBN 2015, pemerintah mengalokasikan kuota elpjiji 3 kg sebesar 5,3 juta ton dengan besaran subsidi sekitar Rp55 triliun.

Namun, dengan perkiraan penurunan CP Aramco mengikuti harga minyak, alokasi subsidi 3 kg diperkirakan hanya Rp30 triliun.

Dengan kenaikan harga Rp1.500 per kg mulai 3 Januari 2015, maka harga elpiji menjadi Rp8.944 per kg atau sudah mencapai keekonomiannya.

Harga keekonomian tersebut mengalami penurunan cukup jauh dibandingkan proyeksi pertengahan 2014 yang mencapai Rp12.944 per kg.

Penurunan harga keekonomian elpiji tersebut disebabkan turunnya harga CP Aramco menyusul penurunan harga minyak. AN-MB