pabrik gula

Jakarta (Metrobali.com)-

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara berencana membangun 10 pabrik gula untuk meningkatkan produksi gula hingga mencapai target pertumbuhan produksi delapan persen pada 2019.

Staf Khusus Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol dalam sambutannya pada Seminar “Penguatan Industri dan Bisnis Gula di Indonesia Tahun 2015” di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (18/3) mengatakan pembangunan 10 pabrik gula direncanakan dua hingga tiga tahun mendatang.

Karena itu, lanjut dia, selagi merencanakan pembangunan pabrik gula baru, pemerintah akan melakukan revitalisasi pabrik gula yang dirasa lebih cepat pengerjaannya.

“Dua-duanya (pembangunan pabrik baru dan revitalisasi) arahnya ke sana bagaimana meningkatkan produktivitas apakah kita revitalisasi atau bangun 10 pabrik baru,” tuturnya.

Sahala mengatakan saat ini pihaknya masih merencanakan skema pabrik tersebut seluruhnya berstatus BUMN.

Dia mengatakan dengan demikian, target produksi 10.000 ton “cane per day” (TCD) bisa dicapai pada 2019 yang saat ini hanya mencapai 6.000 TCD.

“Tapi, revitalisasi prioritas pertama kita sebelum membangun pabrik gula. Kita juga dorong petani untuk memakai bibit unggul, meningkatkan produktivitas, sehingga menghasilkan produk yang berkualitas berdaya saing global dan memenuhi kebutuhan dalam negeri,” ujarnya.

Ke depannya, dia menargetkan bisa tercapai swasembada gula hingga tiga atau empat tahun ke depan.

Direktur Impor Kementerian Perdagangan Thamrin Latuconsina, dalam kesempatan yang sama, menyebutkan saat ini seluruh pabrik gula berjumlah 62 pabrik.

“Salah satu permasalahan gula di negeri ini yaitu kondisi beberapa pabrik gula berbasis tebu milik BUMN yang sudah tidak optimal yang menyebabkan inefisiensi produksi,” tambahnya.

Dia merinci faktor inefisiensi produksi tersebut, di antaranya mesin berusia lebih dari 100 tahun serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan terkait jumlah pabrik gula tebu berdasarkan kelompok umur, paling banyak ditemukan, yakni pabrik-pabrik tua berumur 100-184 tahun yang mencapai 40 pabrik (64,5 persen).

Pabrik berumur 50-99 terdapat tiga pabrik (4,8 persen), umur 25-49 terdapat 14 pabrik (22,6 persen) dan kurang dari 25 tahun hanya lima pabrik (8,1 persen).

Dari sisi kapasitas giling, sebagian besar pabrik memiliki kapasitas giling dari 2.000-4.000 TCD, yakni sebanyak 29 pabrik disusul oleh 14 pabrik berkapasitas kurang 2.000 TCD, sembilan pabrik berkapasitas 6.000-8.000 TCD, lima pabrik (4.000-6.000)TCD, tiga pabrik lebih dari 10.000 TCD dan dua pabrik (8.000-10.000) TCD.

Jadi, Thamrin menyebutkan total kapasitas giling dari 62 pabrik tersebut adalah 241.676 TCD dengan rata-rata kapasitas 3.898 TCD per pabrik.

Jika dibandingkan dengan negara lain, menurut dia, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan, Thailand memiliki 51 pabrik gula dengan total kapasitas giling 940 ribu TCD rata-rata 18.431 TCD per pabrik, Australia 24 pabrik gula dengan total kapasitas giling 480 ribu TCD rata-rata kapasitas 25.000 TCD per pabrik dan India 684 pabrik gula dengan total kapasitas giling 3,42 juta TCD rata-rata kapasitas 5.000 TCD per pabrik.

Pakar Pertanian Bustanul Arifin menilai upaya pembangunan pabrik masih dirasa sangat sulit untuk mencapai target pertumbuhan produksi hingga depalan persen, sementara rata-rata per tahun hanya tercapai dua persen dalam 10 tahun terakhir.

“Kalau dalam dua atau tiga tahun, kita ‘kan perlu waktu untuk menanam, saya rasa yang paling realistis maskimal mencapai tiga persen ya,” tukasnya.

Ditemui terpisah, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mengatakan pembangunan atau revitalisasi pabrik sebagai penambahan kapasitas memang diperlukan untuk meningkatkan produksi sesuai dengan gagasan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakni 100 ribu per hektare dan 10 persen rendemen.

“Untuk mencapai swasembada kan harus meningkatkan kapasitas, kapasitas saat ini baru 213 ton cane per day kalau ‘full capacity’ bisa menghasilkan 2,8 juta ton,” ujarnya.

Namun, dia menambahkan bukan hanya membangun pabrik untuk menggenjot produksi, melainkan juga diperlukan perluasan lahan.

“Misal ditambah lahan 300.000 hektare, itu sudah bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, lahannya bisa di Jawa atau di Papua karena varietas terbaik ditemukan di sana,” katanya. AN-MB