Foto: Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih (Demer).

Denpasar (Metrobali.com)-

Wacana pembangunan Bandara Bali Utara yang beberapa waktu sempat berhembus kencang kini ibarat terkubur dalam, tidak kedengaran lagi perkembangannya, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Padahal kehadiran bandara baru ini sangat dinanti masyarakat Bali dan diyakini mampu menyelesaikan berbagai permasalahan ketimpangan pembangunan hingga dapat meningkatkan perekonomian Bali.

Termasuk juga menjadi solusi atas padatnya Bandara Internasional Ngurah Rai yang dalam beberapa tahun ke depan kapasitasnya tidak mencukupi lagi menerima kedatangan pesawat terbang.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih lantas menyoroti ketidakpastian dan ketidakjelasan rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini.

Dimana hingga saat ini penlok (penetapan lokasi) bandara baru ini tak kunjung dikeluarkan/ditetapkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub).

“Menteri Perhubungan harus segera keluar penlok Bandara Bali Utara. Jangan Bali hanya dijanjikan saja tanpa ada bukti nyata,” kata Gde Sumarjaya Linggih, Jumat (22/5/2020).

Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali yang akrab disapa Demer ini menegaskan penlok Bali Utara harus segeera ada kejelasan sehingga tahapan-tahapan selanjutnya bisa berjalan dan investor bisa mendapatkan kepastian untuk berinvestasi.

Demer pun merasa kecewa dengan Menteri Perhubungan yang hingga kini tak kunjung mengumumkan penlok Bandara Bali Utara padahal hal itu sudah dijanjikan sejak beberapa tahun lalu.

“Saya terus dorong  sejak1,5 tahun lalu agar Pak Menteri Perhubungan segera mengumumkan penlok. Dibilang terus sebentar lagi. Sebentarnya Pak Menteri Perhubungan berbeda dengan nalar orang banyak,” kata Demer.

Terlebih dalam kondisi adanya pembatasan jumlah penumpang pesawat hingga 50 persen dalam satu pesawat karena penerapan social distancing dan physical distancing dalam masa pandemi Covid-19 dan menuju New Normal Life, ada kondisi banyak penumpang pesawat yang tidak tertampung.

Jika kondisi ini berlangsung lama, maka adanya bandara baru di Bali Utara juga menjadi semakin dibutuhkan. “Kapasitas pesawat mengangkut penumpang menurun karena aturan physical distancing. Banyak penumpang tidak terangkut, jadi harus ada airport baru,” tegas Demer.

Selain itu, walupun ada pelebaran dan perpanjangan runway di Bandara Ngurah Rai untuk menampung semakin banyaknya pesawat yang datang, kondisi tersebut hanya akan bertahan sampai tahun 2025, sehingga memang diperlukan bandara baru di Bali Utara.

Politisi senior Golkar asal Desa Tajun, Buleleng ini mengungkapkan, dengan terbangunnya Bandara Bali Utara banyak hal yang menjadi sasaran pemerintah dan banyak persoalan yang bisa diatasi

Pertama, bandara baru ini dianggap akan mampu menyelesaikan persoalan padatnya Bandara Ngurah Rai Denpasar.

Kedua, bandara baru ini akan mampu menjawab persoalan ketimpangan pembangunan dan kesenjangan ekonomi di Bali.

Selama ini, kata Demer, pemerintah gagal menciptakan pemerataan pembangunan dan pemerataan ekonomi di Bali.

Pertumbuhan ekonomi tinggi di Bali Selatan tapi sangat rendah di Bali Utara, Bali Barat, dan Bali Timur. Ketimpangan pembangun juga menyebabkan urbanisasi ke Bali Selatan seperti Denpasar dan Badung.

“Kondisi itu juga menyebabkan orang-orang di Bali Selatan termarjinalkan. Penduduk Denpasar termarjinalisasi,” ujar Demer.

Ketiga, setelah adanya kepastian penlok Bandara Bali Utara, maka investasi di Bali akan bergeliat. Banyak investor yang mau berivestasi membangun Bandara Bali Utara ini. Namun mereka masih menunggu kepastian regulasi dan kebijakan pemerintah.

“Bandara ini kan dibangun bukan dari dana pemerintah tapi dari swasta. Banyak swasta yang mau investasi dan pasti menarik bagi investor karena ada pasarnya,” tandas Demer. (wid)